(Iya baiklah, tapi kamu jangan meminta ganti rugi padaku karena kemarin aku sudah memberikanmu penggantinya, bayi perempuan yang sangat cantik) balasan dari Ibu.Aku menoleh menatap wajah Kak Dimas setelah membaca pesan dari Ibu. Apa jangan-jangan bayi perempuan yang ia maksud itu adalah anakku? Karena riwayat pesan ini ada di dua hari setelah tanggal aku melahirkan kemarin."Apa jangan-jangan yang dimaksud mertuamu itu anakmu, Rah? Bayimu itu kan, juga lahir berjenis kelamin perempuan?" ucap Kak Dimas."Bisa jadi, Kak. Aku juga punya pikiran yang sama denganmu." Aku screenshot isi percakapan itu lalu mengirimkannya ke ponselku, ini bisa dijadikan bukti bahwa Ibu memang memiliki bisnis rahasia yaitu menjual belikan bayi yang baru lahir.Dan sepertinya aku sudah tidak perlu lagi kembali ke rumah itu, karena aku sudah memiliki beberapa bukti dan dua orang yang bisa dijadikan saksi. Jadi kita bisa langsung melapor pada pihak kepolisian."Dengan bukti-bukti ini aku rasa semuanya sudah cu
(Tidak perlu, kamu tunggu saja di depan gerbang! Aku sedang ada di perjalanan untuk mengantarkan istrimu pulang) Kak Dimas mengirim balasan.Aku berharap Mas Rama menyetujuinya, karena jika ia menyusul ketempat Andi akan membawaku aku takut ia akan curiga karena kami tidak ada disana.(Baiklah)Akhirnya aku bisa bernafas lega sambil menoleh kearah Kak Dimas."Sekarang aku akan mengantarmu pulang menggunakan mobil Andi, bawalah barang-barang ini." Kak Dimas menyerahkan belati dan obat tidur."Aku bawa obat tidur itu saja Kak, karena aku juga sudah menyembunyikan belati tajam milik Ibu yang ku gunakan untuk membunuh Edy kemarin di dalam kamarku.""Baiklah. Ohh iya Rah, jangan lupa minta bantuan pembantumu itu untuk menaburkan obat ini pada makanan yang terhidang nantinya dan saat semua orang sudah tertidur kamu harus secepatnya beraksi," ucap Kak Dimas.Aku menerima obat tidur itu lalu memasukkannya ke dalam saku celana, sekarang aku tidak merasa takut apalagi ragu. Mereka yang sudah be
"Saya takut saja jika mereka berdua melarikan diri atau ada salah seorang penjaga Nyonya yang menemukan keberadaan mereka," tambah Mbak Wati."Kamu tenang saja, Mbak. Kakakku sudah mengurus kedua orang itu disana," jawabku lagi."Lalu apa rencana Nona selanjutnya?" tanya Mbak Wati.Aku mengeluarkan obat tidur dari dalam saku baju lalu menyerahkannya pada Mbak Wati."Ini obat tidur, tolong campurkan obat ini ke dalam makanan dan minuman yang terhidang nanti untuk semua penghuni rumah ini, karena nanti siang saat mereka semua sudah tertidur pulas aku akan mencari bukti kuat lain yang bisa diserahkan pada polisi,"Mbak Wati menerima obat itu lalu menyimpannya di dalam saku daster miliknya."Baiklah Nona saya akan mencampurkan obat ini,""Bagus, kamu juga harus membantuku mengawasi rumah ini saat aku merekam lubang bawah tanah itu nanti, Mbak.""Baiklah, kita akan bekerja sama untuk melawan orang-orang jahat itu," ucapnya dengan tatapan penuh dendam."Ya sudah Nona, kembalilah ke dalam k
Oh Tuhan, apa yang harus kulakukan sekarang? Kenapa ia tidak ikut tertidur seperti yang lainnya?"Bang Anton!" ucap Mbak Wati."Ngapain kalian disini?" tanya lelaki itu dengan tatapan menyelidik."Memangnya kenapa? Yang sopan ya kalau berbicara denganku, apa kamu lupa aku ini siapa?" ucapku sinis.Lelaki itu malah menyeringai."Ini masih pagi, tetapi kenapa semua orang bisa tertidur pulas? Dan anehnya tidak ada satupun orang yang bisa dibangunkan. Sementara kalian berada disini dengan keadaan terjaga. Apa yang sudah kalian lakukan, hah?" ujar penjaga bernama Anton itu.Rupanya ia sudah mulai mencurigaiku, apa boleh buat aku juga harus melenyapkan lelaki ini seperti Edy, beruntungnya tadi aku sempat menyelipkan sebuah belati di pinggangku sehingga aku tidak perlu pusing lagi untuk menyingkirkan Anton menggunakan alat apa."Saya hanya menemani Nona berkeliling sambil berfoto Bang," sahut Mbak Wati."Jangan bohong! Kamu pikir aku akan percaya dengan wanita jalang sepertimu, hah? Cepat mi
"Haha, mungkin. Tapi untungnya mayat itu sudah berhasil keluar Non. Oh iya, itu Kakak Nona sekarang sudah sampai mana?" "Sebentar Mbak, aku telepon dulu," ucapku sambil membuka layar ponsel lalu menghubungi nomor Kak Dimas."Halo. Bagaimana Rah?" ucap Kak Dimas di seberang sana."Sudah sampai dimana Kak? Apa masih jauh?""Sebentar lagi Rah, tunggu saja. Apa mayatnya sudah dibungkus?" tanya Kak Dimas."Sudah Kak, sudah kita masukkan ke dalam karung besar, tapi kalau bisa cepat ya Kak. Soalnya aku takut semua penghuni rumah keburu bangun,""Iya sabar dulu ya, ini Kakak juga sudah cepat kok. Kamu tunggu saja di tempat yang aman dan jangan sampai ada orang yang curiga saat melihat karung itu,""Baiklah," ucapku lalu menutup panggilan telepon.Aku berjalan mondar-mandir di dekat tembok pembatas dengan perasaan tegang, takut saja jika ada orang lain yang melihat karung itu."Mbak, menurutmu apa kita perlu pergi sekarang lalu melapor pada polisi? Mengingat aku sudah memiliki cukup bukti dan
"Ayo Mbak, kita harus cepat bersembunyi," ucapku sambil menatap Mbak Wati dengan panik.Kami pun buru-buru melangkah untuk bersembunyi, aku yang bersembunyi di balik lemari besar sementara Mbak Wati bersembunyi di bawah meja.Tak lama kemudian terdengar suara seperti batu yang digesekkan lalu terdengar suara dua orang laki-laki yang sedang mengobrol."Kemana sih si Anton di hubungi nggak bisa-bisa, Surya ditelepon juga nggak diangkat-angkat?" "Nggak tau tuh, kita kan juga sumpek jaga di bawah terus. Pada ngilang, nggak mau gantian jaga kali!?""Loh, kok gemboknya kebuka?" ucap salah satu penjaga yang hendak membuka pintu.Aku melotot menatap Mbak Wati yang ada di kolong meja, mereka pasti curiga kalau ada orang yang masuk ke dalam gudang. Semoga saja mereka tidak menggeledah ruangan ini, karena aku sudah cukup dan tidak ingin membunuh lagi."Iya ya? Apa mereka lupa mengunci gembok lagi?" "Entahlah, sudah biarin aja kita ke dapur saja yok sarapan dulu laper nih,"Lalu suara mereka p
Memang bukan hal mudah jika harus kabur dari tempat ini, tetapi kita harus berani agar kita bisa secepatnya bebas dari jerat tali kejahatan keluarga ini."Tetapi jika Mbak belum siap tidak apa-apa, aku akan pergi sendiri lalu melapor pada pihak kepolisian, kamu bisa menunggu di sini. Semoga bukti-bukti yang ada membuat polisi segera menggerebek tempat ini,""Aku ingin sekali ikut pergi dengan Nona, tetapi apa Nona yakin kita akan berhasil? Karena di setiap sudut desa ini banyak sekali orang suruhan Nyonya Sulis," Mbak Wati menatapku ragu."Aku yakin Mbak. Selagi kita belum mencoba, mana kita tahu hasil akhirnya," "Kalau begitu kamu pikir-pikir dulu saja, nanti setelah makan malam beri aku sebuah keputusan mau ikut atau tidak. Jika ikut, bawa barang yang diperlukan saja dan jangan membawa barang yang tidak berguna karena itu hanya akan merepotkan kita saat berlari nanti," ucapku lagi."Baiklah Nona."Tiba-tiba terdengar suara bel berbunyi, sepertinya ada tamu yang datang.Ting tung...
Mataku menyipit karena cahaya senter itu cukup menyilaukan mata, di depan sana terlihat ada dua orang laki-laki yang menghadang langkah kami. "Nona, bagaimana ini? Apa yang akan kita lakukan sekarang?" tanya Mbak Wati yang tampak ketakutan.Aku hanya diam, berpikir bagaimana caranya aku bisa melawan kedua orang itu. "Mbak, pindahkan tasmu ke depan jika mereka sudah dekat lemparkan pada mereka benda yang kita siapkan tadi," bisikku pada Mbak Wati.Kedua lelaki itu semakin mendekat, ternyata salah satu diantara mereka ada yang membawa senapan panjang, sepertinya mereka pengawal Ibu yang sedang berjaga di desa ini."Nona, aku sudah curiga denganmu sejak beberapa hari yang lalu dan ternyata kecurigaanku itu benar. Mau pergi kemana kalian tengah malam seperti ini?" tanya salah seorang pengawal Ibu."Apa Nona sudah mengetahui tentang rahasia Nyonya Sulis sehingga Nona berusaha melarikan diri saat ini?" tanya lelaki disebelahnya sambil menodongkan senapan ke arah kepalaku."Kamu juga Wati,