Share

Perempuan Bernama Arsila

“Mama nggak ada nelpon kok.”

Keningku berkerut mendengar penuturan Mama mertua.

“Oh, mungkin aku salah dengar, Ma. Ya udah, aku tutup ya, Ma. Mau mandiin Yuna soalnya.”

Tanganku mengepal. Mas Nata membohongiku, semua ini semakin memperjelas kalau dia ada main dengan perempuan lain. Aku tidak akan mungkin hanya diam saja, rumah tanggaku di ujung tanduk.

“Mama, cakenya habis.”

“Iya.” Kulempar benda pipih itu ke atas ranjang.

Dadaku bergemuruh karena rasa sesak yang menyiksa. Masih tidak menyangka Mas Nata sampai hati mengkhianati janji suci pernikahan kami.

“Yuna mau lagi.”

“Nggak boleh, Yuna udah habisin semua loh. Kalau papa lihat pasti marah, nanti beli lagi. Tapi bukan hari ini oke?”

Dia merengut kesal dengan bibir yang mengerucut, “Tapi dibeliin 'kan?”

“Iya. Enak cakenya?” Kuusap lembut rambutnya yang hitam legam sedikit bergelombang itu.

“Enak.”

“Nanti Yuna bantu Mama buat ikan bakar ya. Kemarin siapa yang bilang mau makan ikan bakar?”

“Yuna.” Dia mengangkat tinggi-tinggi tangannya dengan senyum lebar.

“Pintar. Minum dulu, habis itu kita mandi. Yuna bau acem habis joging sama papa.”

Dia cengengesan lalu meraih gelas di atas meja.

Korban sesungguhnya adalah Yuna. Aku tidak bisa membayangkan jika nantinya aku dan Mas Nata berpisah, selama masih bisa diperbaiki aku akan bertahan meski harus berdarah-darah.

Aku pernah juga ada di posisi menjadi korban broken home meski akhirnya orang tuaku kembali bersama. Saat itu aku merasa dunia benar-benar hancur, dan aku tidak mau Yuna merasakan hal yang sama.

Mungkin orang akan berpikir bertahan demi anak adalah keputusan yang bodoh. Tapi mereka tidak tahu bagaimana rasanya ada diposisi anak itu. Akan kucari tahu penyebabnya, berharap masih bisa dipertahankan meski rasanya akan menyakitkan.

“Mama kenapa nangis?”

“Nggak kok.” Dengan cepat, aku menyeka buliran bening yang berjatuhan di pipi, “Mama kelilipan.”

“Ayo mandi, Mama.”

“Iya, ayo. Yuna duluan ke kamar mandi, Mama simpan dulu ini ke dapur.” Aku meraih piring dan gelas yang sudah kosong membawanya ek dapur.

Kutarik napas dalam-dalam, mencoba untuk membuat perasaan lebih tenang. Dalam satu hari kebahagiaanku hancur seketika padahal bukti belum ada di depan mata, tapi kecurigaan sudah memenuhi benak.

“Sayang.”

Aku terlonjak merasakan sebuah tangan yang tiba-tiba melingkar di perut.

“Kita titip Yuna ke Mama ya.”

Sekuat tenaga aku menahan diri agar tidak meledak apalagi belum memiliki bukti.

“Kenapa?”

“Nggak kangen berduaan apa? Yuna juga kayaknya butuh adik.”

Kedua tanganku mengepal di sisi tubuh, membayangkan dia pernah menyentuh wanita lain dengan tangannya itu membuat hati seperti disayat.

“Mas.” Aku langsung melepaskan diri saat dia mulai mengikis jarak, “aku mau mandikan dulu Yuna.”

Kutinggalkan dia di dapur.

***

Mas Nata sudah terlelap dari tadi. Ponselnya tergeletak di atas nakas.

Ini saatnya aku untuk memeriksa isi benda pipih itu, aku tidak pernah sama sekali ada keinginan untuk memeriksanya karena percaya pada Mas Nata. Tapi kepercayaanku malah dikhianati.

Pertama yang kucari adalah aplikasi berlogo gagang telepon, karena itu yang akan digunakan untuk komunikasi. Namun tidak ada apa-apa di sana, semuanya tampak normal. Semua sosial media sudah kubuka tapi tidak ada juga.

Begitu pintarnya dia menyembunyikan semua dariku.

Mataku tertuju pada email miliknya, entah kenapa aku penasaran dan ingin membuka. Biasanya pasti dipakai untuk pekerjaan, siapa tahu dia pakai untuk selingkuh karena memang orang zaman sekarang tidak ingin ketahuan selingkuh sampai melakukan berbagai cara. Kirim pesan lewat merchant, m-banking atau apalah itu.

“Arsila Yalina Laisa.” Keningku berkerut membaca nama paling atas.

Dengan susah payah aku meneguk saliva lalu menyentuh layar untuk melihat isinya.

[Sweetheart *emoticon hati.]

Hanya satu kata dan membuatku terluka.

Banyak sekali foto-foto mereka, tanganku sampai gemetar. Apa mungkin wanita muda ini yang Yuna maksud? Apa dia tinggal di sekitar sini juga?

Mas Nata main belakang dengan anak ingusan. Bahkan terlihat dari wajahnya gadis ini usianya bahkan masih belasan.

“Sayang, kamu lagi apa? Kenapa belum tidur?”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status