Share

Bab 8

"Eng-enggak, siapa itu Rena?" tanya Andrean tergagap.

"Oh, sepertinya aku salah dengar. Terima kasih ya, mas suami. Aku tidak menyangka akan mendapat perhatian seperti ini," ucap Airina dengan tersipu malu.

"Iya, sama-sama. Aku ingin kamu bisa menjaga diri agar program hamil kita berjalan lancar," ujar Andrean dengan menekan kalimat program hamil.

Melody merasa tercengang!

Lagi-lagi Andrean memperhatikannya hanya karena program hamil yang mereka jalani. Beberapa kali Andrean dan Melody membicarakan tentang ini, namun nihil ia tidak paham sama sekali.

"Iya, Mas. Jadi, kita kapan ke dokter kandungan?" todong tanya Melody.

"Mel, malam ini aku tidak bisa menemanimu pergi ke dokter. Aku harus menemani Nadea ke acara temannya, kamu keberatan gak berangkat ke dokter sama Baron?" jelas Andrean dengan senyum yang tidak beralih dari wajahnya yang jenjang itu.

"Mas, kita 'kan harus cek bersama, em maksud aku ... Bukan hanya aku yang trs keadaan rahimku, tapi kamu juga harus trs ...," ucap Melody mengelak penuturan Andrean dengan ragu.

Andrean masih diam dengan mata yang menatap tajam ke arah jalanan. Ia sama sekali tidak memperhatikan Melody atau bahkan ucapannya sama sekali.

"Baiklah aku pergi sendiri saja dengan Baron."

Pungkas Melody tanpa berpikir panjang. Mulut dan pikirannya bertolak belakang, mungkin mulutnya bisa berkata ia bisa berangkat sendiri. Akan tetapi, pikirannya nengelak ingin ditemani oleh Andrean selaku suaminya.

"Nah, gitu dong. Jadi aku tidak perlu pusing memikirkan kalian berdua. Oh iya, Mel, aku akan pergi ke luar kota lusa. Jadi tolong jaga dirimu baik-baik di sini," ucap Andrean tanpa ragu-ragu.

"Iya, Mas. Aku bisa jaga diri dan apa aku pulang saja ke rumah orang tuaku? Aku masih sungkan jika di rumahnya, Mas Andrean," pinta Melody lembut.

Ketidaknyamanan Melody ada di rumah mertuanya apalagi dengan istri pertama Andrean.

"Jangan, kamu harus tetap di sana, agar aku bisa mengawasimu," tegur Arsen tegas.

"Baiklah kalau itu maumu, Mas," ucap Melody menekuk raut wajahnya.

"Kamu boleh berkunjung ke rumah orang tuamu, tapi kamu harus kembali ke rumahku setiap hari. Jangan asal pergi tanpa ijin!" gertak Andrean tegas.

Melody hanya tertegun dengan penuh kejut dalam batinnya. Raut wajah tegas dan tubuh yang jenjang itu ternyata hanya ilusi untuk mengelabui sifat aslinya.

'Sial, aku sudah terlanjur masuk dalam perangkapnya ... Lagi?' batin Melody memberontak.

"Mel, ayo turun!" seru Andrean keras.

Sepasang mata Melody menggulir ke beberapa arah, sosok suami yang tadi duduk di sampingnya sudah hilang. Saat ia mendongakkan kepalanya ternyata sudah tiba di rumah megah milik Andrean.

"Ah, ya! Maaf, Mas Suami aku melamun!" seru Melody dengan melangkah ke luar mobil.

"Nona Melody ini kebiasaan, hati-hati nanti kesambet!" tegas Baron dengan kekehan ringan.

Melody menggulirkan manik matanya pada laki-laki berperawakan cukup kekar itu.

"Mana ada setan yang mau merasuki aku, hahaha. Oh ya, Batin, nanti aku hubungi kamu ya," ujar Melody. Ia melenggang masuk ke dalam rumah dengan bersenandung ria.

Deg!

Sejengkal saja ia tidak fokus, sudah pasti tubuhnya itu menabrak Nadea. Tatapannya yang sangat sadis dan bengis. Membuat Melody hanya tersenyum lalu menundukkan pandangannya.

"Maaf, Nona muda. Saya pamit dulu!" pamit Melody dengan melenggang begitu saja.

"Tunggu!" seru Nadea keras.

Tangan kanan Melody yang sengaja dicekal dengan kuat oleh Nadea. Tanpa ragu ia menarik lengan Melody agar ke duanya berdampingan.

"Mel, panggil saja namaku. Tidak usah memanggil nona muda, kita sama-sama istrinya Mas Andrean," ucapnya dengan ulasan senyum.

Alih-alih merasa nyaman dan tenang, Melody malah terlihat kikuk di depan Nadea. Aneh! Orang yang terlihat sadis itu mengulas senyum di hadapannya?

"Iya, Mbak Nadea. Saya- eh aku pamit dulu," ujar Melody dan berlari ke kamar.

"Mbak?"

***

Melody merebahkan tubuhnya di ranjang empuk kamarnya. Tangan kanannya mencubit pipinya berulang kali, memastikan ia tidak bermimpi kali ini.

"Aw, sakit, Mel!" gerutu Melody pada dirinya sendiri.

"Dia memintaku memanggilnya dengan nama? Sebentar aku mau napas!"

Wanita yang masih terkejut itu beranjak dari ranjang, langkahnya malas ke arah kamar mandi. Membasuh tubuhnya dengan air yang cukup dingin.

"Hari ini aku harus ke dokter kandungan, sendiri?" tanya Melody pada dirinya sendiri.

"Ternyata setelah menikah aku sangat mandiri ya?"

Beberapa kalimat tanya itu berlalu-lalang dalam pikirannya. Yang benar saja perencanaan program hamil dilakukan sendiri dan mandiri?

"Jujur aku tidak siap saat ditanya dokter, suaminya mana, mbak?" pekik Melody dengan kekehan ringan. Alih-alih menertawakan pertanyaan itu, ia malah merasa malu pada dirinya sendiri.

"Aku harus cepat menemui Mas Andrean," ucapnya yakin.

Melody melanjutkan aktivitas mandinya sampai selesai. Dengan memakai daster Manohara yang menyatu dengan tubuhnya. Ia berjalan mencari keberadaan suaminya.

"Mel, mau ke mana?" tanya Zahari ayah mertuanya.

"A-ayah mertua, hehehe. Aku mencari Mas Suami eh maksudnya Mas Andrean," jawab Melody tergagap. Ia terlihat sangat gugup dan pemalu.

"Dia ada di dapur," singkat, padat dan jelas.

Ayah mertuanya memang terkenal dingin dan tidak banyak kata. Tanpa basa-basi ia pergi begitu saja setelah mengulas satu senyum paling tulus.

"Mas s-" panggilannya terhenti saat melihat Nadea di samping Andrean.

"Ada apa, Mel?" tanya Nadea dengan menatap tajam ke arah Melody.

"Emm, anu, mbak. Aku ada urusan sebentar saja dengan Mas Andrean," jawab Melody dengan ragu.

Nadea hanya mengangguk, sedikit mengobrol dengan Andrean. Setelahnya lelaki itu berjalan mendekati Melody.

"Ada urusan apa, Mel? Apa itu sangat penting sampai kamu mencariku seperti saat ini?" sebuah tanya yang jelas menunjukkan ketidaksukaan.

Melody sempat menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, "Jadi, begini, Mas. Aduh gimana jelasinnya!" gerutu Melody, pada dirinya sendiri yang sangat belibet saat bicara.

"Apa, katakan saja!" seru Andrean dengan tegas.

Tangannya menarik pinggang Melody untuk menjauh dari dapur. Ke duanya kini ada di ruang belakang, manik mata Andrean masih menatap tajam ke Melody.

"Anu ... mas, maaf sebelumnya. Aku cuma mau bilang tentang ... Pergi ke dokter kandungan. Kalau aku sendirian pasti nanti ditanya suaminya mana?" jelas Melody dengan penuh keraguan dalam dirinya.

"Memangnya kenapa? Kamu tinggal menjawab suaminya sibuk, simple 'kan? Apa yang jadi masalah?" todong tanya Andrean dengan ketus.

Deg!

Jantung Melody seolah mencelos dan penuh kejut. Di luar perkiraan Melody dalam benaknya.

"Mas, maksud aku tuh ... Harusnya kamu ikut dan kita trs bersama, kalau aku pergi sendiri sama saja hanya aku yang menginginkan anak. Sedangkan-" ucapan Melody terhenti saat Andrean sudah menyela.

"Hust, jangan banyak basa-basi."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status