Share

Bab 8

Auteur: YL Wanodya
last update Dernière mise à jour: 2024-03-05 22:32:42

"Eng-enggak, siapa itu Rena?" tanya Andrean tergagap.

"Oh, sepertinya aku salah dengar. Terima kasih ya, mas suami. Aku tidak menyangka akan mendapat perhatian seperti ini," ucap Airina dengan tersipu malu.

"Iya, sama-sama. Aku ingin kamu bisa menjaga diri agar program hamil kita berjalan lancar," ujar Andrean dengan menekan kalimat program hamil.

Melody merasa tercengang!

Lagi-lagi Andrean memperhatikannya hanya karena program hamil yang mereka jalani. Beberapa kali Andrean dan Melody membicarakan tentang ini, namun nihil ia tidak paham sama sekali.

"Iya, Mas. Jadi, kita kapan ke dokter kandungan?" todong tanya Melody.

"Mel, malam ini aku tidak bisa menemanimu pergi ke dokter. Aku harus menemani Nadea ke acara temannya, kamu keberatan gak berangkat ke dokter sama Baron?" jelas Andrean dengan senyum yang tidak beralih dari wajahnya yang jenjang itu.

"Mas, kita 'kan harus cek bersama, em maksud aku ... Bukan hanya aku yang trs keadaan rahimku, tapi kamu juga harus trs ...," ucap Melody mengelak penuturan Andrean dengan ragu.

Andrean masih diam dengan mata yang menatap tajam ke arah jalanan. Ia sama sekali tidak memperhatikan Melody atau bahkan ucapannya sama sekali.

"Baiklah aku pergi sendiri saja dengan Baron."

Pungkas Melody tanpa berpikir panjang. Mulut dan pikirannya bertolak belakang, mungkin mulutnya bisa berkata ia bisa berangkat sendiri. Akan tetapi, pikirannya nengelak ingin ditemani oleh Andrean selaku suaminya.

"Nah, gitu dong. Jadi aku tidak perlu pusing memikirkan kalian berdua. Oh iya, Mel, aku akan pergi ke luar kota lusa. Jadi tolong jaga dirimu baik-baik di sini," ucap Andrean tanpa ragu-ragu.

"Iya, Mas. Aku bisa jaga diri dan apa aku pulang saja ke rumah orang tuaku? Aku masih sungkan jika di rumahnya, Mas Andrean," pinta Melody lembut.

Ketidaknyamanan Melody ada di rumah mertuanya apalagi dengan istri pertama Andrean.

"Jangan, kamu harus tetap di sana, agar aku bisa mengawasimu," tegur Arsen tegas.

"Baiklah kalau itu maumu, Mas," ucap Melody menekuk raut wajahnya.

"Kamu boleh berkunjung ke rumah orang tuamu, tapi kamu harus kembali ke rumahku setiap hari. Jangan asal pergi tanpa ijin!" gertak Andrean tegas.

Melody hanya tertegun dengan penuh kejut dalam batinnya. Raut wajah tegas dan tubuh yang jenjang itu ternyata hanya ilusi untuk mengelabui sifat aslinya.

'Sial, aku sudah terlanjur masuk dalam perangkapnya ... Lagi?' batin Melody memberontak.

"Mel, ayo turun!" seru Andrean keras.

Sepasang mata Melody menggulir ke beberapa arah, sosok suami yang tadi duduk di sampingnya sudah hilang. Saat ia mendongakkan kepalanya ternyata sudah tiba di rumah megah milik Andrean.

"Ah, ya! Maaf, Mas Suami aku melamun!" seru Melody dengan melangkah ke luar mobil.

"Nona Melody ini kebiasaan, hati-hati nanti kesambet!" tegas Baron dengan kekehan ringan.

Melody menggulirkan manik matanya pada laki-laki berperawakan cukup kekar itu.

"Mana ada setan yang mau merasuki aku, hahaha. Oh ya, Batin, nanti aku hubungi kamu ya," ujar Melody. Ia melenggang masuk ke dalam rumah dengan bersenandung ria.

Deg!

Sejengkal saja ia tidak fokus, sudah pasti tubuhnya itu menabrak Nadea. Tatapannya yang sangat sadis dan bengis. Membuat Melody hanya tersenyum lalu menundukkan pandangannya.

"Maaf, Nona muda. Saya pamit dulu!" pamit Melody dengan melenggang begitu saja.

"Tunggu!" seru Nadea keras.

Tangan kanan Melody yang sengaja dicekal dengan kuat oleh Nadea. Tanpa ragu ia menarik lengan Melody agar ke duanya berdampingan.

"Mel, panggil saja namaku. Tidak usah memanggil nona muda, kita sama-sama istrinya Mas Andrean," ucapnya dengan ulasan senyum.

Alih-alih merasa nyaman dan tenang, Melody malah terlihat kikuk di depan Nadea. Aneh! Orang yang terlihat sadis itu mengulas senyum di hadapannya?

"Iya, Mbak Nadea. Saya- eh aku pamit dulu," ujar Melody dan berlari ke kamar.

"Mbak?"

***

Melody merebahkan tubuhnya di ranjang empuk kamarnya. Tangan kanannya mencubit pipinya berulang kali, memastikan ia tidak bermimpi kali ini.

"Aw, sakit, Mel!" gerutu Melody pada dirinya sendiri.

"Dia memintaku memanggilnya dengan nama? Sebentar aku mau napas!"

Wanita yang masih terkejut itu beranjak dari ranjang, langkahnya malas ke arah kamar mandi. Membasuh tubuhnya dengan air yang cukup dingin.

"Hari ini aku harus ke dokter kandungan, sendiri?" tanya Melody pada dirinya sendiri.

"Ternyata setelah menikah aku sangat mandiri ya?"

Beberapa kalimat tanya itu berlalu-lalang dalam pikirannya. Yang benar saja perencanaan program hamil dilakukan sendiri dan mandiri?

"Jujur aku tidak siap saat ditanya dokter, suaminya mana, mbak?" pekik Melody dengan kekehan ringan. Alih-alih menertawakan pertanyaan itu, ia malah merasa malu pada dirinya sendiri.

"Aku harus cepat menemui Mas Andrean," ucapnya yakin.

Melody melanjutkan aktivitas mandinya sampai selesai. Dengan memakai daster Manohara yang menyatu dengan tubuhnya. Ia berjalan mencari keberadaan suaminya.

"Mel, mau ke mana?" tanya Zahari ayah mertuanya.

"A-ayah mertua, hehehe. Aku mencari Mas Suami eh maksudnya Mas Andrean," jawab Melody tergagap. Ia terlihat sangat gugup dan pemalu.

"Dia ada di dapur," singkat, padat dan jelas.

Ayah mertuanya memang terkenal dingin dan tidak banyak kata. Tanpa basa-basi ia pergi begitu saja setelah mengulas satu senyum paling tulus.

"Mas s-" panggilannya terhenti saat melihat Nadea di samping Andrean.

"Ada apa, Mel?" tanya Nadea dengan menatap tajam ke arah Melody.

"Emm, anu, mbak. Aku ada urusan sebentar saja dengan Mas Andrean," jawab Melody dengan ragu.

Nadea hanya mengangguk, sedikit mengobrol dengan Andrean. Setelahnya lelaki itu berjalan mendekati Melody.

"Ada urusan apa, Mel? Apa itu sangat penting sampai kamu mencariku seperti saat ini?" sebuah tanya yang jelas menunjukkan ketidaksukaan.

Melody sempat menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, "Jadi, begini, Mas. Aduh gimana jelasinnya!" gerutu Melody, pada dirinya sendiri yang sangat belibet saat bicara.

"Apa, katakan saja!" seru Andrean dengan tegas.

Tangannya menarik pinggang Melody untuk menjauh dari dapur. Ke duanya kini ada di ruang belakang, manik mata Andrean masih menatap tajam ke Melody.

"Anu ... mas, maaf sebelumnya. Aku cuma mau bilang tentang ... Pergi ke dokter kandungan. Kalau aku sendirian pasti nanti ditanya suaminya mana?" jelas Melody dengan penuh keraguan dalam dirinya.

"Memangnya kenapa? Kamu tinggal menjawab suaminya sibuk, simple 'kan? Apa yang jadi masalah?" todong tanya Andrean dengan ketus.

Deg!

Jantung Melody seolah mencelos dan penuh kejut. Di luar perkiraan Melody dalam benaknya.

"Mas, maksud aku tuh ... Harusnya kamu ikut dan kita trs bersama, kalau aku pergi sendiri sama saja hanya aku yang menginginkan anak. Sedangkan-" ucapan Melody terhenti saat Andrean sudah menyela.

"Hust, jangan banyak basa-basi."

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • Rahim 200 Juta sang Tuan Muda   Bab 40.

    "Dokter! Bagaimana keadaan menantu dan cucu saya?" seru Anjela tatkala dokter yang menangani Melody keluar dari ruangan. "Syukurlah, Nona Melody dan bayi laki-lakinya selamat. Setelah ini akan dipindahkan ke ruang rawat untuk nona Melody. Untuk bayi laki-lakinya akan dibawa ke ruangan khusus dulu, sampai kondisinya membaik," papar Dokter yang menangani itu. "Baik, lakukan yang terbaik! Terima kasih banyak." Anjela menangis dengan tersedu-sedu, Andrean yang kini masih belum siuman. Membuat dirinya sangat rapuh. "Bagaimana semua ini terjadi begitu saja," keluhnya. "Halo, Bu. Bagaimana keadaan suamiku?" dengan histeris Nadea bertanya-tanya. "Ke mana saja kamu?" pekik Anjela keras. Dengan penuh emosi ia tidak dapat menahan diri. Jika saja tidak ada perawat yang menahannya, sudah pasti Nadea tidak selamat dari serangan Anjela. "Aku baru saja bertemu temanku, Bu," elak Nadea. "Sialan ya kamu, bisa-bisanya mau meracuni menantuku!" pekiknya keras. Tidak berselang

  • Rahim 200 Juta sang Tuan Muda   Bab 39

    [Nona Nadea, saya ingin bertemu.] Lasmi. Nadea terpaku menatap layar ponselnya, pesan dari Lasmi berhasil membuatnya mengulas senyum. "Akhirnya, rasakan kau, Melody!" gumamnya dengan penuh kekesalan. "Senyum-senyum sendiri, gila ya, Nad?" tanya seorang wanita di samping Nadea. "Lihat, pasti dia berhasil!" tunjuknnya. Teman Nadea hanya bisa mengulas senyum dengan memberikan tepuk tangan kecil. "Wanita kalau udah licik emang beda ya, lagian ada aja suamimu itu. Dimintai nikah siri malah mau nikahin sah," timpalnya. "Udahlah, yang penting udah berhasil sekarang. Aku duluan ya!" pamitnya. Segera Nadea meninggalkan cafe itu, melangkahkan kakinya untuk bertemu dengan Lasmi. 30 menit berlalu, langkah Nadea dengan segera menemui Lasmi di sebuah restoran. Wanita yang kini menunduk dalam membuat Nadea bertanya-tanya. Prok prok prok! "Kerja bagus, Lasmi," ucap Nadea dengan sumringah."B-Bu ... E ... Maaf," lirih dengan terbata, Lasmi semakin tidak tahu harus berkata apa."Maksudmu? Me

  • Rahim 200 Juta sang Tuan Muda   Bab 38

    [Aku akan mengikuti perintah ibu, Nad.] Andrean.Pesan itu terkirim, setelahnya Andrean mengusap pelan wajah Melody yang masih terlelap. Perutnya kian membuncit, lembut ia mengulas senyum. "Sayang, bangun yuk," bisiknya. "Hm, Mas. Adek masih sangat mengantuk," keluhnya. "Iya." Andrean mengeratkan pelukannya pada Melody, membiarkan rasa nyaman itu ada untuk istrinya. Niatnya sudah cukup yakin, hanya menunggu waktu untuk meresmikan pernikahan mereka. Cup! Ke duanya kembali terlelap sejenak, hingga suara nyaring dari notifikasi Andrean membuatnya terbangun. "Halo," sapanya tanpa melihat siapa penelepon. "Halo, maaf, Tuan. Saya pembantu yang disewa ibu Anjela, kalau boleh tahu nomor berapa ya apartemennya?" dengan sopan suara wanita itu terdengar. "No 55, saya akan ke sana." Sigap Andrean keluar kamar, membukakan pintu apartemen untuk pembantu yang akan datang. 'Bukannya kemarin bukan ini ya?' batin Andrean lirih bertanya-tanya. "Selamat pagi, Tuan. Saya Lasmi," sapanya dengan

  • Rahim 200 Juta sang Tuan Muda   Bab 37

    "Mas, aku takut," lirih Melody. "Kita banyak berdoa ya, jika hasilnya tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan. Kita berusaha lagi," terang Andrean lembut. Kini, keduanya turun dari mobil, memasuki rumah sakit dengan langkah pelan. Keyakinan demi keyakinan seolah sengaja ia kuatkan. Tapi, apa daya dirinya yang hanya seorang manusia biasa. "Selamat pagi, Pak, Bu," sapa dokter itu. "Baik, Dok." Setelah mengobrol beberapa hal, Melody diminta berbaring di atas brankar periksa. Beberapa waktu berlalu, benar saja Melody sedang mengandung. Rona bahagia yang tercetak jelas di wajah Andrean, "Adek, terima kasih banyak ya," bisiknya. *** Hari-hari berlalu dengan baik, kandungan Melody yang cukup lemah membuatnya hanya bisa terbaring di apartemen Andrean. "Adek, ibu datang," ucap Andrean lirih. Seraya dengan pintu yang terbuka, sosok Anjela datang dengan membawa buah. "Mel, bagaimana kabarmu sekarang, Nak?" tanyanya lembut. "Melody baik, Bu. Hanya saja lemas sekali, mungkin karena

  • Rahim 200 Juta sang Tuan Muda   Bab 36

    "Ja-jalang?" desis Melody lirih. Pria yang kini berdiri di ambang pintu kamar mandi itu terdiam. Manik matanya menelisik pada wanita yang ada di hadapannya. "Mel, kenapa menangis?" tanya Andrean. Tangannya gemetar hebat, tidak hentinya matanya menatap layar ponsel yang ia genggam. "Apa sih, Mel?" Masih dengan tanya yang sama, akhirnya Andrean meraih ponsel miliknya. Alih-alih memesan makanan, ia melihat pesan Nadea. "CK!" decih Andrean keras. Kesal bukan kepalang, ingin sekali memaki Nadea saat itu juga. "Aku memang tidak pantas untuk kamu, Mas," lirih Melody. Bulir bening yang tidak berhenti mengaliri pipi Melody, membuat Andrean segera mendekapnya."Melody, lupakan pesan itu ya. Kita pesan makan saja," ucap Andrean. "Aku sudah tidak lapar, Mas. Melody tidur saja," elaknya. Segera ia meraih selimut, membaringkan tubuhnya di atas ranjang. Sekilas manik matanya bertemu dengan manik mata Andrean. Tapi tidak berselang lama, ia segera memalingkan pandangan. "Aku sudah cukup m

  • Rahim 200 Juta sang Tuan Muda   Bab 35

    Malam itu, Melody dan Andrean tengah sibuk mengobrol. Menunggu kedatangan Anjela. Suara dering telepon membuat Andrean segera mengangkatnya. "Halo," sapanya. "Ibu sudah di depan pintu," ucapnya. Tanpa ragu Andrean berlari menemui Anjela, senyumnya merekah dengan beberapa bingkisan di tangannya. "Ibu terjebak macet, Ndre. Capek sekali di jalan kalau macet," keluhnya. "Tidak apa, Bu. Ayo masuk," ajaknya. Anjela masuk dengan mengikuti langkah Andrean, di sana Melody sudah merasa gugup. Ia hanya bisa diam sembari menatap nanar wajah Anjela. "Mel," sapa Anjela. "Ibu, apa kabar?" tanya Melody. Senyum yang pertama kali terulas sebelum wanita paruh baya menjawab tanya Melody. "Ibu baik, senang bisa bertemu denganmu lagi, Mel," tutur Anjela. "Melody juga senang bertemu dengan ibu mertua lagi, maaf ya Bu saya gagal," ucap Melody penuh keraguan. "Tidak apa, Melody. Itu sebuah kecelakaan di luar kendali kita, tapi bolehkah saya meminta?" tanya Anjela. Andrean sempat memberikan isyar

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status