Share

Rahim Sewaan
Rahim Sewaan
Author: Ombak Lautan

Apa ibu menjualku?

Langkah Ivana terasa berat, meski begitu kakinya terus berlari dengan sisa tenaga yang ada. Kemudian, mencari kendaraan umum, agar bisa segera sampai di rumah sakit. Tadi, saat sedang bekerja, Ivana mendapatkan telepon dari ibu tirinya, jika sang ayah tercinta mengalami pendarahan di otaknya, karena terjatuh. Padahal, saat ini ayahnya juga sedang mengalami sakit ginjal.

"Ayah, apa yang sedang terjadi! Jangan tinggalkan Ivana sendirian, Yah," lirih Ivana, saat di dalam bus.

Ivana hanya bisa meratap saat ini, dia tidak memiliki teman atau keluarga untuk tempat bersandar, selain dengan ayahnya. Ivana hanya memikirkan bekerja dan bekerja, tanpa memperdulikan lelah pada dirinya sendiri, setelah ayahnya dinyatakan gagal ginjal karena kebiasaan hidup tidak sehat dan tidak bisa kerja berat.

Ivana menatap nanar dompet miliknya yang hanya berisi selebar uang kertas berwarna hijau, perutnya saat ini terasa melilit. Gadis muda itu mengabaikan apa yang diperlukan oleh tubuhnya, dan memilih menaiki kendaraan umum, menuju ke rumah sakit.

"Aw!" pekik Ivana, saat kaki kanannya terkilir karena salah menjejakkan kaki. Tidak ada yang memperdulikannya, mereka sibuk dengan kehidupan masing-masing.

"Hati-hati, Mbak! Punya mata itu dipakai!" celetuk seorang pengendara motor yang ingin menyalip bis, tapi harus mengerem mendadak karena Ivana terduduk di tepi jalan raya.

Ivana berjalan tertatih, masuk ke dalam rumah sakit. Kesialan Ivana, masih berlanjut. Di depan ruang UGD, sudah ada ibu tirinya yang berkacak pinggang dengan mata melotot sempurna. Menatap jengah anak sambungnya yang selama ini dia jadikan mesin ATM, semenjak suaminya tidak lagi bekerja.

"Kamu dari mana saja, hah!" Herni mendekati Ivana yang berjalan menahan nyeri di kakinya, karena terjatuh saat turun dari bis tadi.

"Aku kerja, Ma!" jawab Ivana lirih, tapi malah membuat Herni naik pitam.

Ivana diam dan menunduk, lalu berjalan mendekati pintu ruangan. Belum juga kakinya melangkah jauh, Herni menarik rambutnya paksa. Sakit yang ada di kulit kepalanya sungguh tidak seberapa dengan sakit yang dia alami selama ini.

"Brengsek kamu! Sudah berani melawan, ya!"  hardik Herni yang tidak dapat mengontrol emosinya. "Kamu tau, betapa susahnya membawa lelaki tua itu ke sini! Aku tidak ingin dia mati dan meninggalkan banyak hutang padaku!" imbuh Herni dengan beringas, padahal uang hasil hutang itu dipakai untuk foya-foya oleh Herni.

Ponsel Herni berdering, saat dia sedang memaki Ivana dan menjambak rambut anak tirinya. Meski pun sudah dilerai oleh satpam, tapi Herni seperti kesurupan dan mengabaikan pandangan hina pada dirinya dari orang sekitarnya.

"Iya, Tuan. Saat ini kami berada di rumah sakit, Tuan bisa ke sini untuk membawanya dan segera memberiku tumpukkan uang!" ujar Herni saat menerima panggilan telepon dari seseorang, dan wanita itu melepaskan rambut Ivana dari cengkraman tangannya.

Sekilas, Herni menatap anak tirinya yang sudah duduk di kursi tunggu sambil mengurut kakinya, lalu kembali fokus mendengar suara orang di ujung sana.

"Baik, saya tunggu!" Herni pun mengakhiri panggilan, dan memilih duduk menjauh dari Ivana.

Wanita setengah baya itu, sedang membayangkan dirinya akan bergelimang harta dengan menjual anak tirinya. Herni mendengar berita tentang seorang pria kaya raya yang mencari wanita untuk melahirkan penerus dan hanya anaknya yang dia mau, bukan seorang istri atau pendamping. Jadi, setelah mendapatkan anak, maka wanita yang dinikahinya akan dia buang dengan segera.

Herni memandang Ivana jengah, dia sudah bosan hidup dalam kemiskinan beberapa tahun ini, karena suaminya--ayah Ivana jatuh miskin. Ya, usaha ayah Ivana, sudah tidak berjalan, karena rekan kerjannya berbuat curang.

Ivana yang sedang meratapi ayahnya, hanya bisa duduk diam di kursi tunggu. Dia tidak beranjak meski pun perutnya sudah terasa sangat perih, sejak siang kemarin dia belum memakan makanan sedikit pun dan pagi harinya, dia tidak sarapan. Ibu tirinya melarang, katanya untuk menghemat.

"Hai, Tuan-tuan!" sapa Herni pada segerombolan orang yang menghampirinya, Ivana hanya melihat sepintas dan mengabaikan kehadiran mereka.

Ivana, menoleh pada pintu ICU yang terbuka dan bersamaan dengan seorang dokter dan dua suster di belakangnya, keluar dengan langkah cepat. Ivana segera menghampiri dokter dengan menahan air matanya.

"Dokter, bagaimana keadaan ayah?" sapa Ivana dengan suara tercekat.

Dokter menepuk pundak gadis muda di depannya, dia sudah sering kali menangani ayah Ivana sebagai pasiennya. Menjadikan Ivana dan dokter itu cukup dekat, tapi tetap menjaga jarak ketika sang dokter menjalankan pekerjaannya.

"Sabar!" kata itu yang pertama kali keluar dari mulutnya. "Sepertinya, kamu harus menyiapkan uang yang banyak untuk biaya operasi ayahmu! Kita tidak bisa menundanya sekarang," imbuh dokter dengan menepuk pundak Ivana beberapa kali, tanda menguatkan.

Ivana tertunduk lesu setelah dokter berlalu, dari mana gadis itu mendapatkan uang untuk biaya ayahnya. Sedangkan gajinya sebagai pelayan, hanya bisa untuk kehidupan mereka sehari-hari dan juga memenuhi gaya hidup ibu tirinya.

"Ikut dengan kami, Nona!" Salah satu orang yang tadi disambut oleh Herni, meminta Ivana ikut dengannya.

Merasa Ivana tidak menggubris kehadirannya, lelaki tinggi itu meminta anak buah yang ikut bersamanya membawa Ivana dengan paksa. Meskipun memberontak, Ivana kalah tenaga dan kalah jumlah. Gadis muda itu pasrah dengan keadaannya saat ini, karena tubuhnya lemah.

Sebuah mobil mewah sudah menunggu Ivana dan ketiga lelaki yang memaksanya, dan dua diantaranya memegangi tangan Ivana agar tidak berontak. Tubuh Ivana didorong agar masuk dengan cepat ke dalam mobil, dan lelaki yang memberi perintah meminta bawahannya untuk menaiki mobil yang lainnya.

"Saya mau dibawa kemana?" tanya Ivana dengan suara seraknya.

Tidak ada jawaban apapun dari pertanyaan Ivana, hingga terdengar suara perut gadis itu terdengar. Mobil pun melaju dengan kecepatan di atas rata-rata, membuat Ivana ketakutan.

"Diamlah!" bentak lelaki yang berada di balik kemudi.

Ivana hanya bisa meringkuk dan meratapi nasibnya yang tidak jelas, gadis itu mulai memahami apa yang akan menimpa dirinya.

Mobil berhenti di sebuah bangunan megah dan indah, kemudian Ivana ditarik secara paksa untuk turun dan membawa gadis itu ke dalam, untuk menemui seseorang yang sedang menunggu mereka.

"Masuklah," terdengar suara dari dalam ruangan, setelah beberapa kali pintu diketuk.

"Saya membawa gadis yang anda minta, Tuan Carlos." Lapor lelaki yang membawa Ivana.

"Kamu bisa pergi sekarang Eiwa, dan bereskan urusan yang tertunda!" perintah lelaki yang dipanggil Carlos. "Ah, iya. Kamu belikan makanan dan pakaian untuk dia!" Carlos kembali memberi perintah, saat asistennya akan keluar dan hanya dibales dengan kata siap.

Ivana berdiri mematung, menatap lelaki yang belumk menampakkan wajahnya, karena lelaki itu menghadap ke arah tembok.

"Apakah ibu menjualku?" Entah kenapa Ivana merasa semua ini ada sangkut pautnya dengan sang ibu tiri.

"Ternyata kamu pintar!" celetuk lelaki yang belum juga berbalik ke arah Ivana.

Gadis muda itu hanya bisa menghela napas panjang, memikirkan cara agar bisa terlepas dari lelaki di depannya. Namun, sepertinya lelaki itu tahu apa yang sedang dipikirkan oleh Ivana.

"Jangan bermimpi untuk bisa lepas dariku, meski aku belum membayarmu secara penuh, tapi kamu milikku sekarang!" ketus Carlos. "Ini perjanjian yang aku buat dengan ibumu dan ini untukmu, apakah kamu mau menambahkannya?" Carlos memutar kursi yang dia duduki dan melempar berkas ke atas meja.

Dengan tangan gemetaran Ivana mengambil berkas itu dan mulai membacanya, bisa terlihat jelas bagaimana terkejutnya Ivana saat membaca surat perjanjian itu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status