Share

Bab I I

Tiga tahun yang lalu

Dikediaman keluarga besar Rama, memasuki hari ketiga bulan Ramadan tahun itu, semua penghuni di rumah mewah yang bernuansa Minang kabau tersebut tengah sibuk mempersiapkan jamuan untuk buka puasa.

Bu Maryam sang Bundo nampak hilir mudik dan gelisah.

"Assalamu'alaikum."

"Waalaikum salam, Alhamdulillah, pulang juo ang nak."

Semenjak hari pertama masuk puasa dua hari yang lalu Rama memang tidak pernah pulang, hal biasa memang untuk seorang Rama, membuat Bu Maryam tidak habis pikir dengan kelakuan Rama yang nggak pernah berubah hingga terlintas ide dipikirannya untuk mempertemukan secara lebih dekat antara Rama dan Azize.

Entah kenapa Bundo melihat sosok Azize sepertinya cocok untuk Rama.

Sang Bundo beharap Azize mampu merubah seorang Rama.

Setelah menelepon ustadz Marzuki tadi pagi Bu Maryam meminta ustadz untuk mengizinkan putrinya buka bersama dirumah mereka.

Sang Bundo memanggil semua art di rumahnya untuk mempersiapkan jamuan untuk buka puasa nanti, dirumah itu memang tidak terlalu banyak anggota keluarga, hanya Bundo dan beberapa art, dan satu orang supir untuk mengantar Bundo kemana-mana.mengingat Bundo hanya anak perempuan satu-satunya, adapun kedua saudara laki-laki Bu Maryam mereka tentu dengan keluarga masing-masing.

Pak Munir sang kakak tertua Bu Maryam juga memiliki beberapa toko dan cabang kerupuk Sanjay di Padang, begitu juga dengan pak Basri Abang kedua Bu Maryam, memang keduanya tidak sekaya Bu Maryam akan tetapi kehidupan mereka sudah lebih dari cukup, memiliki deposito, rumah mewah, mobil dan aset lainnya, walau diminang kabau semua harta jatuh ke perempuan, Bu Rosni sang Nenek tetap berlaku adil terhadap anak laki-lakinya dengan memberikan masing-masing rumah industri Sanjay yang keluarga itu miliki tinggal bagaimana cara mereka mengelola, dan hasilnya ternyata tidak sia-sia, jiwa dagang memang sudah mendarah daging di keluarga itu.

Semuanya bisa dibilang mapan, namun kali ini Bu Maryam sengaja tidak mengundang mereka karena disini Bundo hanya sedang mencoba mendekatkan kedua anak muda itu.

Barangkali Rama berubah."

Gumam Bundo.

"Sibuk bana nampaknyo, adoh acara apo Bun?" (Bundo kok nampak sibuk, ada acara apa Bun) Tanya Rama sesampai didalam rumah.

"Tu makonyo Bundo imbau ang pulang, awak bko adoh tamu, Bundo sangajo mengundang untuk buko basamo, jadi tolong bersikap sopan beko yo."

( Makanya Bunda panggil kamu pulang, nanti ada tamu dan Bunda pun berniat mengajaknya untuk buka bersama, jadi bersikap lah yang sopan.)

"Oo, sangko kok manga lo, sia tu Bun?, Nampaknyo special, jangan-jangan..."Selidik Rama.

(Oo, kirain ngapain, siapa Bun, nampaknya spesial, jangan-jangan...)

"Hussh, sembarangan, nanti tahu sendiri."

"Kalau iyo apo salahnyo Bun, biar Bundo ndak langang lai, kama pai adoh kawan."

( Kalau ada apa salah nya Bun, biar Bundo nggak kesepian, kemana-mana biar ada kawan.)

"Sudah, pailah mandi lai, lah jam bara ko, bko tibonyo lai.!"

"Sudah sana mandi, sudah jam berapa ni, ntar keburu datang!"

Rama pun berlalu tanpa membantah menuju kamarnya dengan sedikit tanda tanya di benaknya.

Setiba di kamar, lama Rama memandang dirinya di cermin.

"Ibo den jo Bundo ko, hiduik surang, sebagai anak nyusahan taruih,hah..." (Kasihan bindi, sendirian tanpa ayah, kok aku nyusahin Bundo terus ya?) Mengusap frustasi wajah dan kepalanya. 

Kadang kesadaran nya datang, tapi kebiasaan buruknya lebih menang dari kesadaran yang ia punya.

Jarang di rumah dan lebih banyak menghabiskan waktu di kafe, di club, hura-hura dan menghamburkan banyak uang untuk kepentingan birahinya apabila dengan wanita ditambah lagi bisnis narkoba yang dirinya geluti setahun ini.

Memang , bisnis narkobanya lebih menjanjikan tapi tetap juga bisnis haram, padahal apa salahnya kalau dirinya fokus di bisnis keluarga yang keluarganya punya turun temurun, semua itu di gubris oleh Rama, dia lebih mementingkan egonya, mementingkan kesenangannya sendiri tanpa peduli konsekuensi yang dia dapat, terlebih sang Bundo yang selalu terpukul dengan segala tindakannya.

Jarum jam sudah menunjuk kan angka 18.07 WIB, dari pintu depan nampak Bundo sedang mondar mandir sambil bolak-balik melihat jam di tangannya.

Rama pun datang setelah keluar dari kamar.

"Ehm, baitu bana nunggunyo mah Bun, ganteng mana sama almarhum, Bundo?"

( Ehm, segitunya yang nungguin, lai sa gagah mendiang, Bundo ?) Goda Rama.

"Hussh, caliak ce lah sia yang tibo." ( Huss, tengok aja nanti siapa yang datang.) Sambil mencubit pelan lengan anaknya.

Tidak lama pun sebuah mobil Ayla putih muncul dan memarkirkan nya di halaman samping.

Pemilik mobil pun keluar dari mobilnya, seorang gadis muda dengan anggunnya menghampiri keduanya.

"Assalamu'alaikum."Sambil mencium punggung tangan sang Bundo dan menyatukan kedua telapak tangannya saat berhadapan dengan Rama.

"Waalaikum salam."Sambut keduanya.

"Maaf ya Bundo, telah menunggu, tadi sempat macet, padahal dari rumah mau kesini nya udah dari pukul lima tadi bun."

"Kasihan, maaf ya nak udah repot-repot diajak kesini." Bundo pun merasa bersalah.

"Nggak sama sekali Bun, justru Azize yang akan berdosa apabila menolak niat baik Bundo, Alhamdulillah Zize senang sekali Bundo mengundang Zize dan kita bisa bercerita lebih banyak lagi, soalnya waktu di panti tempo hari kan Zize memang telat datangnya karena baru nyiapin judul untuk proposal di kampus Bun."Jelas Azize.

"Ayok nak Zize, kita langsung kedalam, waktu berbuka udah masuk."

"Masha Allah."Azize bergumam.

Sambil melangkah kedalam, didalam hati Azize sebenarnya takjub dengan nuansa Minang yang ada di rumah ini, mulai masuk pagar aja sudah kelihatan anjungan rumah adat dari atap rumah tersebut, dipikir Azize hanya berlaku untuk atap rumahnya saja ternyata setelah nyampe kedalam nuansanya tambah kental lagi.

"Alhamdulillah, semuanya mengucap syukur ketika sirine berbunyi, mereka pun berdoa dan minum terlebih dahulu, kemudian para art menghidangkan makanan pembuka berupa bubur kampiun dan es cendol emping, tidak lamapun suara adzan berkumandang seakan mengajak sholat terlebih dahulu.

Semuanya pun bergegas untuk berwudhu begitu juga para art dan supir,  Bundo mengajak semuanya tanpa terkecuali untuk sholat berjamaah yang dipimpin oleh sikas si supir, untungnya sikas pun selama ini memahami sedikit ilmu agama di banding Rama yang selama ini tak pernah memperhatikan sedikit pun tentang Islam yang ia miliki.

Usai Sholat berjamaah pun ketiganya kembali ke meja makan, sedangkan yang lain kembali ke meja mereka di belakang.

Sambil makan pun mata Rama masih mencuri pandang ke Azize tanpa disadari Azize, Bundo hanya tersenyum kecil melihat tingkah anak semata wayangnya.

"Setelah selesai kuliah nak Zize rencananya apa ya kalau Bundo boleh tahu?"

"Belum tahu Bun, soalnya kan baru semester lima, masih lama Bun, dan sekarang hanya fokus sama dakwah, waktu di pesantren selama ini kan banyak belajar Tahfiz dan akademik aja, pengennya dakwah Bun."Jelas Azize.

Sikap Rama hanya diam dan cukup menyimak.

"Mm, Mudah-mudahan semua berjalan lancar, oh iya, tadi tu harusnya Zize kesini di jeput Rama, tapi karena anak Bundo inipun sedikit sibuk jadinya Azize sendiri yang kesini."Sindir Bundo ke Rama.

"Maaf."

"Nggak pa-apa, kebetulan kan bawa mobil sendiri Bun, nggak usah repot-repot."

Selesai makan bersama Bundo mengajak Rama dan Azize ke ruang keluarga, disana pun Azize bercerita banyak soal pengalaman nya selama di pesantren.

Semenjak lulus SD ustadz Marzuki mengirimnya ke pesantren agar kelak Azize bisa menjadi muslimah seutuhnya dan berguna untuk orang banyak.

Bahkan hingga SMA pun dia masih berada di pesantren yang sama, disitulah hari-hari Azize, baru setelah selesai SMA dirinya pun keluar dari lingkungan pesantren dan memilih Unand untuk perguruan tingginya.

Rama cukup salut ke Azize, dari kecil hidupnya terlalu banyak mandiri di banding hidupnya sendiri, Rama merasa malu kalau saja Azize tahu bagaimana gaya hidup yang ia punya.

"Moga saja Bundo nggak ember tentangku."Gumamnya.

Drrrt...

Hp Bundo bergetar.

" Sebentar, Rama temani Azize ngobrol ya, Bundo terima telepon dulu."Titah Bundo.

Bundo pun berlalu, sekarang tinggal Rama dan Azize di ruang keluarga, sempat saling diam dan...

"Umur,"Membuka suara serentak.

"Kamu duluan."

"Duluan aja."

Akhirnya Rama buka suara.

" Umur kamu sekarang sudah berapa?"

"20 th bang."

"Bushyet, baru 20 tahun udah segini mandiri dan dewasanya, nggak ada sifat manja di dirinya, beda banget kalau di bandingkan dengan Mega, ayu, Anita, Wiwit, Dian, hah banyak kali pun."

Gumam Rama lagi sambil mengingat para wanita yang dikencaninya sampai dia pun enggan mengingat satu persatu perempuan -perempuan tersebut.

"Hallooo."

Rama pun tersadar setelah Azize menjentikkan jempol dan jarinya di depan wajah Rama yang dari tadi ditanyain malah melongo.

" Eh ya, maaf, tadi sempat mikir berarti selama ini kamu jauh dari orang tua mu ya?"

"Ya begitulah, tapi semua kan ada hikmah nya juga bang, jadi bekal buat hidup anak cucu kita kelak."

Deg, sepertinya Rama tercekat dengan ucapan "hidup anak cucu kita kelak.", menurutnya seperti sebuah penekanan.

Rama tambah salut ke wanita yang ia hadapi saat ini, sangat jauh berbeda dengan wanita-wanita yang dirinya hadapi selama ini.

"Hmm, itu artinya kamu panggil Abang aja, umur kita  terpaut tujuh tahu dari mu."

"Berarti umur Abang 27 ya, oh iya, nampaknya dari tadi cuma aku yang banyak bercerita, sekarang aku mau dengar cerita bang Rama,mulai kesibukannya, atau Abang masih kuliah juga?"Azize pun bertanya tanpa canggung.

" Saya putus kuliah semenjak dua tahun lalu saat masih di semester dua, kami berlima tertangkap basah di apartemen milik teman, saat itu kami berlima sedang mengadakan pesta."

Rama ragu melanjutkan ceritanya.

" Terus."

"Kamu yakin mau dengar semua?"

"Kan dari tadi aku memang bertanya bang, sebelumnya aku juga udah banyak cerita tentang aku kan?"

"Baiklah, konsekuensinya, kami semua di giring ke penjara, selain pesta narkoba, beberapa teman juga membawa pasangannya."

"Astaghfirullah, lalu Abang sendiri juga?"

"Nggak, soalnya selain kami berlima ada enam orang cewek juga yang ikut bergabung dengan kami, tiga orang dari mereka kekasih dari teman-teman saya, tapi pihak kepolisian tidak percaya dengan penjelasan Abang, mereka tetap menganggap kalau kami semua mengadakan pesta seks dan narkoba."

"Astaghfirullah, jadi bagaimana dengan Bundo bang?"

"Bundo... Ya sedih, tapi semua sudah terjadi."Rama menghentikan ucapannya, ada sedikit sesal di hati, tapi hanya sesaat, buktinya sampai saat ini pun kelakuan bejatnya masih berlangsung.

"Setiap orang pasti punya cerita kelam bang, tapi itu semua balik ke kita, mau berubah atau nggak, lalu saat ini Abang masih berurusan dengan teman-teman Abang itu?"

" Sering, bahkan saat ini kami masih berbisnis."

"Astaghfirullah," Lagi-lagi Azize istighfar dengan cerita Rama.

"Lalu, kapan rencana Abang berhenti dari semua perbuatan yang di lakhnat Allah itu bang?"

" Entahlah," jawab Rama enteng, yang penting semuanya berjalan lancar,jadi nggak ada yang perlu di khawatirkan."

"Astaghfirullah." Lagi-lagi gadis itu berucap.

Hingga akhirnya Bundo muncul.

" Hmm, yang lagi asyik ngobrol, lupa ya kalau tadi kita ada bertiga?"

Bundo menggoda keduanya.

"Oh iya Bun, hampir pukul sembilan, Astaghfirullah, karena asyik dengar cerita bang Rama aku lupa sholat Isya Bun."

"Sholat dulu lah, baru pulang, besok-besok kalau bunda ajak kesini biar dijeput Rama ya?"

"Nggak usah repot-repot Bun, sholat dirumah aja, soalnya waktu sholat pun udah telat juga, InshaAllah kalau ada waktu nanti Zize bakal datang lagi dan bang Rama nggak usah repot-repot buat jeput Bundo."

"Baiklah, hati-hati dijalan."

"Bundo, bang Rama Azize mau pamit pulang dulu, Assalamu'alaikum."

"Waalaikum salam."Jawab Bundo dan Rama serentak.

Azize pun pamit dan berlalu hingga Ayla putih itu pun menghilang dari balik pagar.

Dimobil, Azize terus berucap sambil mengemudi.

"Kenapa bang Rama menyia-nyiakan masa mudanya, padahal Bundo hanya seorang diri membesarkannya dan beliau pun harus ikut menanggung ulah bang Rama, tapi ngomong-ngomong bang Rama tampan juga, Astaghfirullah, pikiran apa ini, semoga aku tidak berjodoh dengannya, suatu saat aku hanya ingin berjodoh dengan pria yang bisa menjadi imamku dan diberi nafkah dari rezeki yang halal, Aamiin ." Doa Azize dalam hati.

Hampir tiga puluh menit kemudian Azize tiba di kediaman orang tuanya.

"Assalamu'alaikum, Abi, umi."

"Waalaikum salam."

Jawab keduanya serentak, ternyata mereka berdua belum tidur dan masih menunggu anak perempuan itu pulang.

"Maaf Abi, umi, Zize pulang kemalaman, tadi sempat cerita lama sama Bundo dan anak beliau bang Rama."

Azize coba menjelaskan agar orang tua itu memahami keterlambatannya kenapa pulang kemalaman.

"Nggak pa-apa, yang penting baik-baik aja kan ndo', gimana buka bersamanya lancar, terus Rama gimana, dia nggak sombongkan?"

Tanya orang tua Azize.

"Alhamdulillah nggak Umi, biasa aja, Zize ajak ngobrol dia nyambung bahkan dia pun mau berbagi cerita dan pengalaman masa lalunya."

"Masa lalu gimana?'

Umi pun penasaran.

"Bang Rama itu dia sedang menjalankan bisnis narkoba Abi, Umi, Zize kasihan kalau bang Rama itu menghabiskan masa mudanya untuk hal bodoh seperti itu."

"Lalu, kamu tertarik dengan kehidupannya?"

Selidik Umi dan Abi yang sebenarnya sudah lama tahu bagaimana kehidupan Rama selama ini dari cerita Bundo ke mereka, sehingga Bundo meminta kepada ustadz Marzuki dan istrinya berkenan memberi restu agar keduanya dekat, mana tahu Rama bisa berubah, walaupun suatu saat kalau mereka berdua memang tak berjodoh itu tidak masalah, toh kalau jodoh itu biar jadi rahasia Allah.

Begitulah menurut mereka, dan Ustadz Marzuki pun tidak keberatan untuk hal itu mengingat  Bundo bukan seperti orang lain lagi baginya, dan selama ini juga banyak beramal untuk pesantren dan panti-panti yang ada walau bukan untuk pantinya sendiri.

Ditambah lagi dia melihat Bu Maryam begitu tegar padahal dia hanya seorang diri tanpa suami, walau Ustadz Marzuki juga tahu bagaimana kelakuan buruk Rama, toh semua bisa berubah kepada kebaikan asal ada niat. Tidak ada yang bisa merubah nasib seorang kaumnya jika dia sendiri tidak berniat merubah dirinya. Begitulah kira-kira cara pandang Uztad terhadap Rama.

"Bukan begitu maksud Zize, hanya saja Zize kasihan kalau liat Bundo punya anak seperti bang Rama.

"Rama belum mendapatkan hidayah dari ulahnya nak, mungkin suatu saat Allah akan menegur anak muda itu."

"Abi, Umi, Zize mau sholat isya dulu."

Azize pun berlalu setelah berpamitan kepada orang tuanya ke kamar.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status