Share

Dia, Tuan Pieter Adams

"Hey, bangun,.....ayo cepat bangun. Dasar penakut." Joane membuka matanya dan tersentak kaget, hampir saja Ia berteriak kalo saja Nek Ishaq tak segera mencubit pipinya.

"Hey, apa yang yang sudah Kau lakukan gadis nakal? bukankah sudah ku bilang, jangan naik ke lantai tiga hah!"

"Adduuhh Nek, maaf, ampun Nek. Sungguh Aku tidak sengaja naik ke sana."

"Tidak sengaja apanya, jelas-jelas Kau sudah mengunjakkan kakimu di sana. Dan Kau sudah mengusik Monster itu."

"Iya Nek, Aku,.....melihatnya Nek. Aduh ,tolong Aku Nek.....Aku tidak mau dimakan olehnya."

Joane memeluk tubuh Nek Ishaq dengan erat sampai perempuan tua itu sesak nafas. Dengan tongkatnya, Ia memukul punggung Joane.

PLETAKK

"Auww Nek, sakit. Kenapa memukul punggungku."

Joane merajuk. Sedangkan Nek Ishaq langsung menepis tubuh gadis itu.

"Salahmu sendiri, kenapa memelukku sangat erat. Aku hampir kelhilangan nafasku!"

"Maaf Nek, Aku takut Nek. Aku takut Monster itu akan mengejarku ke sini." Joane ketakutan dan mengarahkan tatapannya ke atas.

"Sekarang, ikut Aku. Kau harus menanggung akibat dari perbuatanmu, yang telah mengusik Monster itu."

Nek Ishaq menarik tangan Joane. Cengkremaannya sangat kuat, sehingga gadis itu tak bisa melepaskannya.

"Aku mau dibawa kemana Nek, lepaskan Aku. Ampuni Aku Nek." Joane terus meronta mencoba melepaskan cengkraman Nenek tua itu. Namun sia-sia saja. Rasanya tenaganya masih kalah jauh dengan Nek Ishaq.

"Diam Kau gadis nakal. Sekarang Kau harus menghadapi Monster itu sendirian. Siapa suruh Kau melanggar perintahku. Maka, terimalah hukumanmu." Nek Ishaq terus menyeret Joane untuk kembali ke lantai atas.

"Apa yang akan terjadi padaku Nek? Ku mohon lepaskan Aku Nek." Joane menangis dan semakin ketakutan.

Sampai di lantai ketiga, Joane duduk bersimpuh dan memeluk kaki Nenek tua itu.

"Tuan, Aku membawa gadis nakal ini sesuai permintaanmu." Nek Ishaq seperti sedang berkata pada seseorang. Namun Joane tak melihat seorang pun ada di sana.

Sepi, tak ada suara apapun. Namun beberapa detik kemudian, terdengar suara langkah yang mendekat.

"Nek, tolong, Aku tidak mau menjadi mangsa Monster itu. Ayo Nek, Kita pergi dari sini." rintih Joane dengan suara memelas.

"Maafkan Saya, yang telah lancang menampung gadis nakal ini di rumah Tuan." kata Nek Ishaq lagi.

"Kalo begitu, tinggalkan Dia di sini bersamaku. Aku yang akan membereskannya." sebuah suara yang agak serak dan berat memberi perintah pada Nenek tua itu. Dengan patuh Nek Ishaq meninggalkan Joane sendirian dalam ketakutan.

"Nek, jangan tinggalkan Aku. Ku mohon, Aku tidak mau dimakan oleh Monster itu Nek." Tapi Nenek itu menghempaskan tubuh Joane ke lantai dan segera meninggalkannya. Joane menggigil ketakutan saat Ia melihat sebuah bayangan hitam tinggi besar berada di balik tirai.

"Neneeekk, toloooongg, Ampuni Aku, jangan makan Akuuuu." Joane menangis dan berteriak tak karuan dengan tubuh gemetaran. Ia menutup wajahnya, tak kuasa menatap bayangan hitam itu.

"Dasar gadis bodoh. Payah, penakut!" sebuah suara bariton terdengar tepat di depannya. Tubuhnya semakin gemetaran. Kini, Ia merasakan tangannya disentuh oleh sesuatu yang keras dan kasar.

"Buka matamu, lihat Aku gadis bodoh." suara bariton itu lagi.

Dengan segenap keberaniannya, Joane pelan-pelan membuka Tangan yang menutupi wajahnya. Mungkin jika sudah melihat wujud makhluk itu yang sebenarnya, Dia akan lebih tenang menjemput ajalnya di tangan Makhluk itu.

Matanya terbuka, Ia melihat dua kaki di depannya. Kemudian terus mendongakkan kepalanya sampai berhenti tepat pada seraut wajah kaku dan sorot mata yang dingin dan tajam, yang dihiasi cambang menambah keangkeran wajahnya.

"He he he he, dasar penakut. Mudah sekali Kau percaya dengan semua omonganku hah!, tiba-tiba saja Nek Ishaq sudah berdiri di belakangnya dengan suara terkekeh.

"Dia, Tuan Pieter. Pemilik rumah ini. Ayo sapa dan beri hormat padanya." Nek Ishaq menepuk kepala Joane sehingga kesadarannya pulih.

"Tu....Tu an Pieter." dengan suara bergetar dan takut, Joane mendongakkan kepalanya, kemudian menunduk lagi dan memberi salam hormat pada pria dingin yang masih berdiri di hadapannya.

"Karena Kau sekarang sudah melihatku, maka Kau harus ku beri hukuman. Aku paling tidak suka dengan manusia pembangkang sepertimu."

mendengar kata hukuman, nyali Joane semakin menciut. Tapi, paling tidak kini Ia bisa merasa sedikit lega karena ternyata tidak ada monster di rumah itu.

"Sa ya siap menerima hukuman dari Tuan."

"Bagus, Kau memang harus menerima semua hukuman jika melanggar peraturan di rumah ini. Aku tidak mau Kau hanya menumpang makan dan tidur dengan gratis di rumahku."

"Baik Tuan, Saya mengerti. Katakanlah hukuman apa yang akan Aku dapatkan." Joane tak punya pilihan lain. Ia sudah memilih, untuk tetap tinggal di rumah itu. Daripada harus kembali dan dipaksa menikah lagi dengan lelaki yang tak dicintainya.

"Dengarkan baik-baik gadis nakal! mulai besok, jam lima pagi Kau sudah harus membersihkan ruangan ini sampai benar-benar bersih. Dan membawakanku sarapan pagi.. Dan Kau dilarang keluar dari rumah ini saat siang hari."

"Baik Tu an, akan Saya laksanakan hukuman dari Anda. Apakah ada lagi Tu an?"

"Satu hal lagi dan ini sangat penting. Jika Kau melanggarnya, maka nyawamulah yang akan menjadi taruhannya." Tuan Pieter nampak menghela nafas panjang dan menghembuskannya dengan berat.

"Kau tidak boleh mengatakan kepada Siapapun tentang keberadaanku di rumah ini. Tutup mulutmu dengan rapat. Apa Kau sudah paham?"

Joane menganggukkan kepalanya, meskipun sebenarnya Ia merasa sangat heran. Kenapa orang seperti Tuan Pieter tidak mau diketahui keberadaannya oleh orang lain.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status