Share

Ranjang Dingin Tuan Pieter
Ranjang Dingin Tuan Pieter
Penulis: UmyHan81

Melarikan Diri

Dengan mengendap-endap Joane terus berjalan menyusuri lorong sebuah gedung yang sekarang sedang digunakan oleh keluarganya untuk melaksanakan pesta pernikahan yang mewah.

Setelas selesai di make up, Ia pamit untuk ke kamar mandi karena ingin buang air kecil. Namun sebenarnya, itu hanya alasannya saja agar Ia bisa mencari celah untuk keluar dan melarikan diri dari pernikahannya.

Saat sedang menuju ke ke kamar mandi, Ia melihat ada sebuah pintu menuju ke ruangan lain. Untung saja tak ada seorangpun yang mengikutinya saat Ia mengatakan ingin pergi ke kamar kecil.

Maka, dengan melewati pintu itu, Joane berusaha untuk mencari jalan keluar dari gedung itu. Rupanya pintu yang Ia lewati tadi, terhubung ke jalan belakang yang tembus ke gank sempit yang ada di belakang gedung.

Setelah berhasil keluar dari gedung itu, maka Joane segera berlari menyusuri gang kecil yang kanan kirinya terdapat perumahan warga.

Dengan bertelanjang kaki, Ia terus berlari tanpa tujuan, yang jelas Ia ingin agar keluarganya tidak bisa menemukannya.

Sesekali Ia akan menengok ke belakang untuk memastikan tak ada pengawal dari Ayahnya yang sedang mengejarnya. Bahkan Ia sama sekali tak berani menggunakan ponselnya untuk menghubungi atau meminta tolong pada teman-temannya.

Jika Ia menggunakan ponselnya, maka dengan mudah pastilah Ayahnya akan segera mengerahkan seluruh pengawal untuk mencarinya ke segala penjuru kota. Orang-orang yang berpapasan dengannya bahkan merasa heran karena melihatnya masih menggunakan gaun pengantin putih. Namun, Joane tak peduli dengan pandangan Mereka. Ia terus berjalan bahkan kadang berlari agar segera menjauh dari gedung.

Tanpa terasa kakinya mulai terluka karena kerikil tajam yang diinjaknya. Ia memang sengaja melepas wedgesnya karena merasa akan menghambat gerakannya. Dengan nafas yang terengah, Joane sejenak berhenti di depan sebuah pintu gerbang rumah yang sangat besar dan mewah.

Ia melihat jalanan yang dilaluinya, tak nampak seorangpun yang bisa ditanyainya. Sejenak Ia menatap pada gerbang rumah itu. Kemudian dengan perlahan Ia mendorong pintu gerbang . Ternyata tak terkunci, sehingga dengan mudah gerbang itu bisa Ia buka.

Joane pun masuk dan menutup gerbang kembali. Kemudian Ia duduk bersandar pada gerbang sambil mengatur nafas dan menyeka keringat yang bercucuran. Ia meneteskan air matanya, ketika mengingat semua kejadian hari ini. Joane menangis terisak pilu, karena Ia tak tahu lagi apa yang harus dilakukannya..

Bahkan, tanpa Ia sadari, dibalik kaca yang ada di lantai tiga rumah besar itu ada sepasang mata elang yang tajam sedang menatapnya dingin tanpa rasa simpati sedikitpun.

Joane menatap ke sekeliling rumah itu. Tapi tak seorangpun yang ada Ia temukan. Dalam hatinya Ia heran juga, rumah sebesar dan semewah ini kenapa sangat sepi dan tak ada penjaganya?

Ia menyeka air matanya dengan gaun pengantin putihnya. Kemudian berjalan mengitari halaman samping menuju ke bagian belakang rumah itu. Siapa tahu ada orang yang bisa Ia mintai tolong di sana.

Namun, lagi-lagi Ia nampak keheranan. Di halaman belakang juga tak ada seorangpun manusia yang Ia lihat. Rumah itu sekelilingnya di bangun tembok yang tinggi. 'Dan kemana semua penghuninya? gumamnya dalam hati.

Joane melihat ada sebuah tali jemuran, yang diatasnya terdapat beberapa baju yang masih menggantung. Ia mendekatinya, dan mengambil sepotong baju daster bermotif bunga. Ia kembali menatap gaun pengantinnya. Kemudian Ia berjongkok dan melepaskan gaun itu.

Rupanya Joane ingin mengganti pakaiannya dengan baju yang Ia ambil dari jemuran itu. Setelah mengganti pakaiannya, Ia kemudian duduk bersandar pada tembok rumah itu. Mungkin Ia akan menunggu seseorang barangkali nanti ada yang datang atau bahkan keluar dari rumah besar itu.

Sementara itu, di gedung tempat reseosi pernikahannya, Ayah dan Ibunya serta semua pengawal sibuk mencari keberadaannya. Di seluruh penjuru dan sudut gedung itu, Mereka tak menemukan pengantin wanita, sedangkan janji suci pernikahan akan segera dilaksanakan.

Ayah Joane, Tuan Wilson sangat marah mengetahui Putrinya telah melarikan dari pernikahan itu. Tentu saja Ia sangat malu pada semua tamu undangan yang ada di sana. Sedangkan Nyonya Wilson hanya bisa menangis karena tak tahu kini putrinya sedang berada di mana.

"Kurang ajar, anak tak tahu diri!. Lihat kelakuan putri kesayanganmu. Sekarang Dia berani mempermalukan Kita dan melarikan diri dari pernikahannya yang telah Kita rencanakan dengan keluarga Anderson."

"Ini salahmu, kenapa harus memaksanya menikah dengan Pria tua itu?" Nyonya Wilson yang sebenarnya kurang setuju dengan rencana Suaminya itu pun membalas ucapan Tuan Wilson.

"Asal Kamu tahu, Aku melakukannya karena Aku tidak ingin melihat Putriku sengsara. Makanya Aku menikahkannya dengan Putra Rekan bisnisku."

Itulah yang selalu menjadi alasan Tuan Wilson menikahkan Joane dengan seorang Pria Putra dari teman bisnisnya.

"Yang Kau pikirkan hanya harta dan harta terus! Apa Kau tak pernah berpikir tentang kebahagiaan Putrimu, hah!. Nyonya Wikson melampiaskan rasa kesalnya pada Suaminya.

"Lihat sekarang, Putriku hilang dan entah di mana Dia kini. Bagaimana jika ada hal buruk yang menimpanya?"

Nyonya Wilson terus menangis meratapi kepergian Joane ,Putri semata wayangnya.

Seharusnya dari awal Ia berani mendukung Joane untuk menentang Ayahnya dalam pernikahan paksa ini. Namun, Ia tak bisa berbuat apa-apa.

Hari sudah hampir senja. Jaane nampak mengerjapkan matanya beberapa kalli untuk memulihkan kesadarannya. Rupanya Ia tertidur untuk beberapa lama dengan duduk bersandar di tembok rumah besar itu.

Suasananya masih sama, tak ada seorangpun yang ada di sana. Bahkan saat hari akan gelap pun, tak nampak lampu rumah itu menyala. Ia berpikir apakah memang rumah ini tak berpenghuni sama sekali?

Joane memberanikan diri untuk mencoba masuk ke rumah itu lewat pintu belakang yang Ia lihat dari tadi siang. Perlahan Ia mengetuk pintunya beberapa kali untuk memastikan apakah ada orang di dalam atau tidak.

Karena tak ada sahutan dari dalam, maka Joane mendorong pintu itu perlahan. Dan Ia bisa membukanya, karena tidak terkunci. Ia melangkah masuk dengan hati-hati. Suasana yang temaram karena hari sudah gelap, membuatnya lebih waspada.

Memang benar-benar sepi, tak ada seorangpun yang nampak di dalam rumah itu. Joane menatap ke setiap sudut rumah itu, rupanya kini Ia sedang berada di ruang dapur. Matanya jelalatan mencari saklar lampu.

Saat melihat saklar lampu ternyata ada di sebelah dinding kanannya, Ia pun mendekat dan menyalakan saklarnya.

CEKLEEK

Seketika ruang dapur nampak terang, kini Ia bisa melihat dengan jelas apa yang ada di dalam ruang dapur itu. Ada sebuah anak tangga yang mengarah ke lantai atas. Joane mendongakkan kepalanya, mengikuti ujung tangga itu.

Alangkah terkejutnya Ia kala melihat ada sesosok yang berdiri di ujung tangga itu. Sosok yang mengenakan baju serba hitam dengan rambut yang awut-awutan menutupi wajahnya. Dan Ia membawa sebuah tongkat .

Joane gemetar ketakutan dan mundur ke belakang, sampai tubuhnya menabrak tembok.

"Aaaaakkkhhhhh,......" Joane berteriak histeris karena takut. Dan tubuhnya pun merosot ke lantai tak sadarkan diri.

Sementara sosok yang Joane lihat tadi, kini mulai menuruni anak tangga dan mendekatinya. Setelah sampai di dekat tubuh Joane yang tergeletak tak sadarkan diri, Ia pun terkekeh seraya memukul pelan tubuh Joane dengan tongkatnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status