Share

Menyakitkan

“Kalian kira akan bisa mengalahkan kami?”

Joni memberanikan diri untuk berkata. Semua sudah terjadi, dan tidak mungkin untuk kembali pulang, harga diri menjadi taruhan. “Aku berani melawan kalian sendirian. Namun, berhubung aku membawa dua temanku, kami akan melawan kalian bersama!” Dua teman Joni seandainya keadaannya tidak seperti ini maka akan tertawa.

“Lalu apa yang kau inginkan sekarang?” tanya salah seorang di depan itu.

“Pergi dari sini atau kami akan memaksa kalian pergi?” Salah satu teman Joni berkata.

“Jika kami tidak mau pergi dan kalian tidak bisa memaksa kami?”

“Itu tidak akan terjadi!” ujar Joni berani.

Hal yang tidak diduga Joni dan kawannya terjadi. Dua orang yang sepertinya akan merampok itu mengeluarkan pisau dari saku celananya. Joni semakin ketar-ketir. Pisau bersinar diterpa cahaya lampu samar-samar.

“Bagaimana ini?” tanya Joni kepada dua temannya.

“Kalau aku maju saja!” ucap salah satu teman Joni.

Yang satunya lagi berkata, “Kalau aku sepertinya tidak berani!”

“Heh, kamu ini laki-laki atau bukan, sih?” Joni geram.

“Dia membawa pisau, Jon! Aku masih belum menikah dan pengen kawin!” ujarnya menjawab Joni.

“Kenapa kalian malah saling berbisik-bisik? Apakah kalian takut dengan kami berdua?” perampok mengejek.

“Tidak, kami hanya sedang merencanakan bagaimana cara paling menyakitkan untuk membunuh kalian berdua!” Joni membuat mereka marah.

“Kurang ajar, ternyata kalian hanya besar omong saja! Ayo, sekarang kita mulai pertarungannya!” ajak perampok sembari berjalan mendekati Joni dan teman-temannya.

“Bagaimana ini, Jon? Itu benar-benar pisau, bisa mati kita!” ujar teman Joni yang berambut gondrong.

“Kamu rambut saja yang panjang, mana nyalimu?” Sebenarnya Joni juga takut.

“Baiklah, kalau begitu kita maju bersama-sama, mati bersama-sama!” sahutnya, sekarang dia merasa tertantang dengan keadaan yang ada.

“Rupanya nyali mereka lumayan tinggi, Bro!” kata perampok kepada temannya.

“Kita uji saja sekalian, bisa berapa menit mereka bertahan!”

Dua orang itu mendekat, berjalan lebar sembari mengeluarkan senyum lebar, senyum lici. Hati Joni dan dua temannya semakin bergetar dan takut, yang dibawa mereka benar-benar pisau.

Buk...

Pukulan pertama telak mengenai perut Joni, dia tidak bisa menghindar sama sekali, tidak menduga bahwa dirinya akan menjadi sasaran pertama kali. Untunglah pukulan itu tidak terlalu keras, sehingga Joni bisa menyembunyikan rasa sakitnya.

“Hanya segitu kekuatan pukulan kalian?” Joni mengejek, dua temannya saling berpandangan.

“Sejak kapan Joni punya ilmu kebal?” tanya rambut panjang kepada temannya.

“Entahlah, mungkin hanya kebetulan saja!” sahut satunya.

Buk...

Satu pukulan lagi mengenai perut Joni, kali ini dia mengerang kesakitan namun tidak sampai terjatuh.

“Apakah ilmu kebalmu hanya untuk satu pukulan saja? Hahaha!” Mereka tertawa bersama-sama.

“Aku hanya ingin membuat kalian senang dengan melihatku kesakitan. Tapi sebenarnya aku tidak merasa sakit sama sekali!” ujar Joni, menahan sakitnya dan berusaha tegar. “Sekarang giliranku menyerang, tahanlah jika kalian mampu!” Joni memanas-manasi mereka.

“Silakan! Silakan menyerang kami jika mampu!”

Wus...

Satu pukulan Joni mengenai ruang kosong. Dua teman Joni datang membantu, memukul dengan tangan mengepal keras. Namun sayang, dua pukulan sekaligus itu hanya mengenai ruang kosong, tidak mengenai sasaran sama sekali.

Wus...

Satu pukulan lagi dari Joni mengenai ruang kosong.

Wus...

Satu pukulan Joni ditepis oleh perampok yang berkulit hitam legam, dia memelintir balik tangan Joni. Joni meringis kesakitan, tidak tahan denga pelintiran yang menyakitkan itu.

Tiba-tiba teman Joni yang berambut gondrong maju dan langsung menendang keras-keras salah satu perampok yang memelintir

Bruk...

Tendangan itu benar-benar keras, sampai dia terjengkang ke belakang. “Bangsat! Kau benar-benar membuatku marah!” katanya sembari berusaha bangun dari jatuhnya.

Teman Joni yang lain maju, menendang keras-keras kepala orang yang masih setengah berdiri itu.

Bruk...

Benar-benar tendangan yang keras, orang itu tampaknya tidak bisa menjaga keseimbangannya, kepalanya pusing. Dia sekarang duduk lemas. Satu temannya kebingungan, tidak mungkin dia sendirian melawan tiga orang yang ada di depannya.

“Kalian pergi atau kami akan mengirim kalian ke neraka?” Joni mengancam.

Dua temannya tersenyum sinis, ternyata Joni hanya besar bicaranya saja, batin mereka. Joni maju ke depan, maksudnya adalah untuk mempermalukan para maling itu lebih jauh. Tapi sebuah kejadian yang tidak terduga, tidak ada yang menyangka bahkan Joni sekalipun. Perampok yang sekarang terduduk lemas tiba-tiba mengayunkan pisaunya.

Sut...

Pisau itu menancap tepat di perut Joni, dia meringis menahan sakitnya tusukan. Dua temannya tertegun, bingung dengan apa yang akan mereka lakukan. Dua perampok itu pergi setelah melukai Joni, mereka sudah puas dengan hal itu.

Darah mengucur seperti air, dua teman Joni masih kebingungan dengan apa yang akan mereka lakukan. Terdengar pintu dari dalam rumah terbuka, dan yang keluar adalah Rania. Dia sudah mengerti dengan apa yang terjadi.

“Cepat ambil motor!” perintah Rania kepada salah satu teman Joni.

Salah satunya langsung berlari keluar halaman rumah, mengambil motor yang diparkir di tepian jalan. Rania mengangkat tubuh Joni dengan bantuan salah satu temannya, teman satunya lagi mengemudikan motor. Satu motor digunakan untuk tiga orang, Rania duduk di jok paling belakang. Rania berusaha menenangkan Joni.

“Kamu pasti kuat, Jon!” ujar Rania.

“Iya, aku masih kuat, aku belum menikah!” sahut Joni dengan suara lemahnya.

Seandainya keadannya berbeda, maka Rania akan menjitak kepala Joni demi mendengar kata-katanya barusan.

“Ke rumah sakit sekarang!” ujar Rania.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status