Share

Ranjang Kehidupan
Ranjang Kehidupan
Penulis: Miko

Maling di Tengah Malam

“Uhuk-uhuk...”

Terdengar suara tua terbatuk-batuk dari dalam kamar. Malam itu pukul sembilan, suasana sepi, hanya terdengar suara deru mesin kipas angin dan televisi dari ruang tengah. Tidak ada yang memperhatikan televisi itu, hanya nyamuk-nyamuk yang sesekali hinggap di layarnya.

“Ibu sakit lagi, Dek?” tanya Rania pada adiknya.

“Iya, Kak. Sudah dua hari ibu batu-batuk terus,” jawab Asya, adik Rania.

Mereka berdua sedang berada di depan televisi yang menyala, suaranya lirih, terkalahkan dengan dengung mesin kipas angin.

“Besok kamu bawa ibu ke puskesmas, iya, Dek!” perintah Rania. Memang Rania sendiri sejak pagi harus menyibukkan dengan diri. Pagi sampai siang kuliah, sedang sore sampai malam harus menjaga sebuah toko buku, bergantian dengan shif pagi.

“Tidak mau, Kak, ibu. Aku tadi pagi sudah ajak ibu ke puskesmas, katanya tidak usah,” jelas Asya.

“Sudah kamu belikan obat?” tanya Rania.

“Sudah, Kak. Sudah di minum juga sama ibu!”

Kehidupan mereka memang sederhana. Rania harus menjadi tulang punggung keluarga sekaligus menjadi seorang mahasiswi pada salah satu kampus di Surabaya. Baginya tidak ada hari untuk berlibur kecuali hari Minggu. Itu pun hanya dari kampusnya, tidak dari pekerjaannya menjaga toko buku.

“Aku mau tidur dulu, Kak.” Asya bangkit dari tempat duduknya semula. Rania memandangnya sekilas lalu kembali menatap layar ponselnya. Hampir setiap hari membuka g****e, media sosial, dan yang ia cari adalah kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan tambahan. Dia bepikir, mestilah kerja yang ia jalani sekarang ini tidak akan mencukupi kehidupan ke depannya, mengingat adiknya akan lulus SMA, dan harus kuliah. Demikian juga dengan ibunya, sering sakit-sakitan dan Rania setidaknya harus mempunyai tabungan untuk biaya pengobatan mendadak.

Berkali-kali ia mendaftar kartu prakerja, namun tidak ada yang pernah berhasil cair. Berkali-kali pula ia mengirimkan surat lamaran kepada beberapa perusahaan, namun pihak takdir belum menaruh hati kepadanya, tidak ada yang menerima sama sekali. Beberapa kali ia juga mengikuti survei online, namun nyatanya tidak ada yang membayarnya. Pernah berpikir untuk menanam saham pada aplikasi saham online, namun ia berpikir dua kali, terlalu besar resikonya dan uangnya juga tidak berlebih. Jadilah ia hanya menjadi penunggu toko buku dan mencari pekerjaan lain yang belum ketemu.

“Semoga Tuhan selalu bersamaku!” ujar Rania kepada dirinya sendiri, sebagai penyemangat langkah hidupnya.

Klontang...

Tiba-tiba terdengar suara benda terjatuh dari depan rumah, samar-samar Rania mendengarnya.

“Apa itu?” Rania beranjak dari tempat duduknya, berjalan mendekati jendela depan. Jantung Rania jedag-jedug membayangkan apa yang akan terjadi kepadanya. Samar-samar dia membuka kelambu penutup, dan di sana, di halaman rumah ada sosok hitam berdiri sempoyongan. Sepertinya itu adalah orang mabuk yang tidak sengaja memasuki halaman rumah Rania.

Ternyata salah, orang itu bukan orang yang salah memasuki halaman, tapi dia adalah orang yang sengaja memasuki halaman rumah Rania. Kali ini orang di luar sana menghadap ke arah pintu rumah, mengamati, seperti menunggu sesuatu. Rania semakin khawatir dan takut akan apa yang saat ini terjadi.

Lima menit berlalu, Rania masih siaga mengawasi orang di luar dari jendela yang disingkapkan kelambunya. Orang di luar tampak berjalan mendekati pintu, dari seberang jalan menyusul seseorang lagi, mengenakan pakaian serba hitam. Akhirnya Rania memutuskan untuk menelepon salah satu teman lelakinya, yang tidak begitu jauh dari rumahnya.

Syukurlah, teman lelaki yang dimaksud Rania masih belum tidur.

“Kenapa malam-malam seperti ini telpon, Ran? Mengganggu orang main game saja!” Suara dari seberang telepon.

“Jon, kamu bisa ke sini sekarang, gak? Aku sedang ada masalah, cepat!” ujar Rania dengan suara setengah berbisik.

“Masalah apa?” tanya Joni, belum menangkap maksud Rania.

“Di halaman rumahku ada dua orang, dan sepertinya itu orang jahat, sepertinya mereka perampok!” kata Rania menjelaskan.

“Baik, aku akan ke rumahmu sekarang!” Joni lalu mematikan telepon sepihak.

Hati Rania sedikit lega. Dia bisa bernapas lega dengan akan datangnya Joni, dengan harapan akan membantu dirinya.

Lima menit berselang, tidak ada suara motor datang, hati Rania kembali gelisah. Kembali ia mengintip jendela, dan dua orang itu tengah duduk di bawah jemuran, seperti menunggu waktu yang tepat.

Telung... telung...

Handphone Rania berbunyi, dan itu adalah panggilan dari Joni.

“Lama sekali kamu, Jon!” Rania berbisik, tidak sabaran.

“Sabar! Aku sudah ada di depan rumahmu. Di mana dua orang yang kamu maksud?” tanya Joni.

“Di bawah jemuran, sepertinya mereka tengah menunggu waktu yang tepat untuk melakukan aksinya!” ujar Rania menjelaskan.

“Baik, aku akan menghajar dua orang itu!” Joni tanpa berpikir melangkah menuju halaman rumah Rania.

Dia tidak sendirian, bersamanya ada dua teman yang akan membantu. Rania mengintip dari jendela yang disingkapkan kelambunya.

“Hai, sedang apa kalian di sana?” tanya Joni setengah berteriak.

Dua orang itu kaget, langsung berdiri menyambut kedatangan tiga orang dari jalanan.

Dua orang itu saling berpandangan, lalu salah satunya menjawab, “Kami hanya numpang lewat saja!” katanya.

“Halah!” Joni sok jagoan. “Apakah kalian tidak berniat merampok?”

“Bukan, tidak. Kami tidak berniat merampok sama sekali,” katanya.

“Halah, tidak akan pernah ada perampok atau maling yang mengaku!” ujar Joni lagi, beringas, merasa mereka lebih banyak jumlahnya.

Dua orang itu saling berbisik, seperti merencanakan sesuatu. Setelah selesai, mereka tertawa sinis dan menghadap kepada tiga orang di depannya.

“Apakah kalian bertiga yakin akan menang melawan kami?” tanya dia sinis. “Apakah kalian mengira bahwa tiga orang akan mampu melawan dan mengalahkan kami?”

Joni dan kawan-kawannya sedikit tegang, tidak mengira bahwa perampok itu akan berani berkata demikian. Memang, sebenarnya Joni dan kawan-kawan tidak biasa bertarung, bahkan nyaris tidak pernah. Sehingga, ketika mendapatkan gertakan sedikit saja langsung mengkerut.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
awal yang bagus.. boleh kasih tau akun sosmed ga ya soalnya pengen aku share ke sosmed trs tag akun author :)
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status