Share

Ranjang Perkawinan
Ranjang Perkawinan
Penulis: Stary Dream

Minta Jatah

Penulis: Stary Dream
last update Terakhir Diperbarui: 2025-10-22 22:33:59

"Aku nggak mau melayanimu!" Ucap Bening sambil menepis tangan suaminya yang mulai membelainya.

Bukannya merinding, Bening malah risih. Dia bahkan menggeser tubuhnya sedikit lebih jauh.

"Sudah dua minggu aku nggak dapat jatah, Bening!" Yang benar saja.

"Apa kamu nggak lihat aku lagi ngapain?" Bening sampai mendelik kesal. Anaknya yang berusia 7 bulan ini sedang menyusu, tapi suaminya malah datang ingin meminta jatah. Lelah ini belum mendapatkan pelampiasan untuk beristirahat. Suaminya malah main ingin kuda-kudaan saja.

"Ah, kamu ini! Terus saja kamu menolakku! Nanti aku cari perempuan lain baru tahu rasa kamu!" Iman jadi kesal.

"Ya.. cari aja sana wanita yang mau menuruti nafsu besarmu!"

Iman langsung keluar dari kamar anaknya dan pergi ke kamarnya sendiri.

Dua minggu! Ya Tuhan.. Iman ini pria produktif. Umurnya baru 30 tahun ini, gairahnya sedang menggelora. Tapi ia tak bisa menyalurkan hasratnya karena Bening yang selalu menolak.

Ada saja alasannya. Lelah! Ngantuk! Lampu merah! Hijau! Kuning! Banyak sekali sampai Iman hapal.

Tubuh ini lelah karena pekerjaan diluar, dia juga butuh recharging energy  salah satunya dengan mengeluarkan sesuatu dari dalam sini. Tapi, Bening terus-terusan menolak.

Terpaksa Iman menarik guling dan mendekapnya erat. Baru saja ingin memejamkan mata, Raka memanggil.

"Ayah.. Raka mau tidur sama ayah.." anak laki-laki berusia 3 tahun ini masuk ke kamar orang tuanya.

"Sama bundamu aja lah!" Sahut Iman malas.

"Bunda lagi nyusuin adek.."

Tak tega juga Iman mendengar suara rengekan anak sulungnya. Di usianya yang 3 tahun, Raka harus berbagi kasih sayang orang tuanya dengan adiknya yang baru lahir.

Raka yang terbiasa tidur dipelukan Bening, mengalah demi adiknya. Itulah dia selalu mencari ayahnya untuk bisa menemaninya tidur.

"Ya sudah. Sini.. tapi jangan banyak drama. Ayah capek!" Iman lalu membantu Raka naik ke atas ranjang dan tidur bersamanya.

Sudah tujuh bulan ini, Bening pindah ke kamar anaknya. Bukan tanpa alasan sebab Riki anak kedua mereka tak kuat akan dingin dari AC ruangan, sementara Iman tidak bisa tidur kalau hanya dengan kipas angin. Terpaksa Bening mengalah pindah ke kamar sebelah. Dia akan kembali jika Iman meminta dilayani saja.

Tapi dua minggu ini, Bening tak menempati ranjang perkawinan ini. Kesibukannya bekerja, mengasuh dan juga urusan rumah membuatnya lupa kalau ada hal lain dari suaminya yang harus dilayani.

"Ini bekal makanmu, mas." Bening menaruh kotak makan di dalam tas suaminya. "Hari ini pulang jam berapa?"

"Jam 5 mungkin. Kenapa?" Tanya Iman sambil menyesap kopinya.

"Bukannya cuma ngajar 3 mata kuliah hari ini?"

"Ada dosen lain yang berhalangan hadir, jadi makul ku dimajukan."

Bening menghela nafas panjang sembari melihat kedua putranya yang tengah bermain. Riki sendiri sudah pandai merangkak walau usianya baru 7 bulan.

"Apa yang kamu cemaskan sih? Kita sudah punya pengasuh."

"Iya. Tapi Inah itu baru 18 tahun, mas. Aku masih ragu apa dia bisa dipercaya atau nggak."

"Ya udah, pas jam makan siang kamu pulang dulu ke rumah." Iman mencoba memberi solusi.

"Kenapa nggak kamu aja yang pulang mas? Sekalian ngecek anak-anak. Kampus ke rumah kan cuma berjarak 15 menit." Balas Bening. Sementara tempat kerja Bening dengan rumah bisa memakan waktu 1 jam, apalagi ketika macet.

"Banyak urusan, sayang! Gimana sih kamu ini!" Iman sampai berdecak.

"Ya sudah.." sahut Bening mengalah. Hari ini dia akan meninggalkan anak-anaknya full seharian dengan pengasuh.

Bening dan Iman memiliki latar belakang pendidikan yang sama tapi tempat bekerja yang berbeda. Bening sendiri guru bahasa di sekolah menengah pertama. Berstatus pegawai negeri.

Sementara suaminya adalah dosen statistik di fakultas kesehatan, masih berstatus tenaga kontrak.

Keduanya memiliki anak laki-laki dua orang dengan hitungan 4 tahun menikah. Dalam artian, Bening langsung hamil ketika sudah menikah.

Rumah ini juga baru jalan 4 tahun cicilannya. Itupun dibayar memakai gaji Bening sesuai dengan perjanjian mereka.

Oleh karena sudah ada Riki yang tak mungkin bisa dibawa bekerja. Bening memperkerjakan seorang pengasuh bernama Inah. Sebenarnya ibunya Inah yang dari kampung yang akan menjadi pengasuh anak-anaknya. Berhubung ibunya Inah sakit, jadilah Inah yang menggantikan.

"Aku pergi!" Iman menuju dua putranya lalu menciuminya. Begitu juga Bening yang menyalimi suaminya dengan takzim.

"Jangan terlalu capek hari ini." Iman mengingatkan.

"Nggak janji kalau soal itu."

Bening harus mengajar pagi sampai sore, pulangnya mengurus anak dan pekerjaan rumah yang tiada henti. Dia tidak bisa berjanji kalau tidak kelelahan.

Setelah Iman pergi ke kampus. Pukul 8, Inah tiba ke rumah. Bening sendiri sudah sedari tadi menunggunya.

"Lama banget, nah. Kan mbak bilang jam setengah 8 udah disini!" Gerutu Bening.

"Maaf, mbak.. bangun kesiangan." Inah sampai menyengir.

"Ya udah, kamu ambil alih anak-anak dulu. Mbak mau mandi."

Bening menyerahkan Riki di gendongan Inah. Tubuh ini sudah bau asap dapur, ia sudah gerah ingin mandi. Segudang aktivitas sudah menunggunya hari ini.

"Inah. Makanan anak-anak sudah di bawah tudung saji. Kak Raka makannya omelet, Riki nasi tim. Kalau kamu mau makan siang, tinggal makan aja. Mbak udah masak." Ucap Bening sambil memakai sepatu kerja.

"Baik, mba. Hari ini mba pulang jam berapa?" Tanya Inah sambil bermain dengan kedua buah hati majikannya.

"Jam 5 mungkin baru sampai sini. Mas iman juga. Kamu jaga anak-anak, ya. Hape stand by karena mbak mau video call."

"Siap!" Inah memberi hormat.

Bening berpamitan pada kedua anaknya dan seperti biasa Riki akan banyak drama. Masih bayi saja dia tak mau ditinggal ibunya apalagi sudah besar nanti.

Setelah itu, Bening bekerja sampai sore. Begitu juga dengan Iman yang sampai tak lama darinya.

"Siapkan air hangat!" Perintah Iman tanpa menoleh. Padahal Bening baru saja mengambil anak-anaknya dari Inah. Melihat Iman datang, Inah sampai melipir pulang.

"Sebentar. Adek mau nyusu."

"Aku mau mandi sekarang."

Bening menarik nafas panjang lalu menggendong Riki ke dapur. Karena tak ada shower, Bening harus memasak air dulu untuk Tuan Raja yang ingin mandi air hangat.

"Aku mau makan!"

Bening hanya bisa beristighfar. Riki baru saja selesai menyusu dan tertidur, Raka sudah mengomel ingin mandi karena buang air besar di celana. Tapi, suaminya main perintah dan langsung duduk di meja makan sambil bermain ponsel.

"Sebentar! Kak Raka eek." Sahut Bening kesal.

Setelah urusan Raka selesai, barulah Bening melayaninya di meja makan.

Bukannya Bening tak suka melayani suaminya. Sungguh! Tapi selama 4 tahun, mana ada suaminya ini mengambil piring sendiri. Semuanya menunggu Bening, dari menyiapkan piring, menautkan nasi dan lauk itu semuanya Bening yang kerjakan.

"Temani aku makan disini." Perintah Iman.

Bening mengentikan jari yang membuat Iman berdecak. Alarm menyusui berbunyi kencang. Pasti ulah Raka yang menjahili adiknya.

"Aku lihat anak-anak dulu."

Benar saja. Raka yang masih berusia 3 tahun itu menjahili adiknya hingga menangis. Terpaksa, Bening berbaring lagi dan menyusui anak bungsunya.

Selesai menyusui, Bening membereskan bekas makan suaminya sambil makan secara kilat. Setelah itu menyuapi kedua putranya makan malam, mencuci pakaian juga membereskan rumah.

Apa yang dikerjakan Iman? Tidak ada. Dia hanya bermain ponsel. Anak-anak dibiarkannya bermain sendiri hingga seringkali Raka mengadu untuk mengajak bermain bersama.

Sudah jam 9 malam, pekerjaan rumah selesai. Waktunya menidurkan anak-anak. Sepertinya aman karena Iman sudah masuk ke kamar dan menutup pintu.

Sambil melepaskan nafas lega, Bening menidurkan anak-anaknya. Rasa lelah dan kantuk yang datang bersamaan membuat Bening menutup matanya.

Namun, ia terkesiap ketika ada tangan yang membelai tubuhnya.

"Ayo, sayang.. anak-anak sudah tidur." Bisiknya.

Bening mengerjap dan menoleh ke sisinya. Ternyata Riki sudah lepas dari pabrik susunya.

"Aku mandi dulu." Ucap Bening sambil mengaitkan kancing dasternya.

"Nanti aja. Sekalian." Iman menarik tangan Bening menuju kamar mereka. Ia lalu merebahkan istrinya.

"Cepet aja ya, mas." Pinta Bening.

"Belum aja mulai udah minta cepet-cepet aja!"

"Nanti anakmu bangun!"

Iman membelai setiap jengkal tubuh istrinya yang masih tertutup daster itu. Menyentuh satu demi satu bagian sensitifnya.

"Jangan disana. Ingat anakmu masih menyusu!" Bening tak mau kontaminasi mulut Iman yang perokok membuat asam pabrik susu milik anaknya.

Tapi, Iman mana perduli. Dia terus melancarkan aksinya dengan perlahan. Mencoba memancing gairah istrinya yang sudah lama tidak bangkit.

"Cepetan, mas. Jangan lama banget pemanasannya."

"Kamu itu kaku banget sih!" Gerutu Iman. "Santai sedikit."

"Nanti anakmu bangun! Mainnya jadi serba nanggung!"

Yang dikatakan Bening benar. Sudah berapa kali mereka bermain, namun harus diselesaikan cepat-cepat karena ada panggilan darurat dari Riki.

Kalau sudah begini, maka Iman langsung saja ke permainan inti. Baju dirinya juga daster milik Bening sudah jatuh ke lantai. Sekarang tinggal pesawat mau mendarat saja..

"Astaga!" Iman ingin mengumpat tapi itu anaknya sendiri.

Riki menangis kencang dan memanggil 'mama'.

Beningpun langsung mendorong suaminya dan mengambil daster yang tergeletak.

"Salahmu yang kelamaan!"

Bening main meninggalkan suaminya dan menuju kamar tidur anaknya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Ranjang Perkawinan   Ego Tinggi

    Seperti yang diduga, seseorang mengucap salam dari depan. Tanpa melihat Bening sudah tahu siapa yang datang. Bedanya hari ini dia datang sendiri. Tanpa ibu mertua juga mbaknya."Mana mas Iman?" Tanya Ifa, adik Iman yang baru kelas 1 SMA."Memang nggak ada di rumahmu?" Tanya Bening acuh. Dia sedang repot menyuapi Riki makan."Nggak ada. Mana mas Iman?" Tanyanya tak sabar."Nggak tahu. Tadi keluar."Rupanya Iman tak pergi ke rumah ibunya yang hanya berjarak 10 menit dari sini, lalu kemana perginya pria itu."Aduh kemana mas Iman ini!" Ifa jadi merengek."Memang kenapa?" Terpaksa Bening menoleh karena risih mendengar suara rengekan itu."Mau minta uang buat sekolah.""Bukannya ini hari minggu. Ngapain ke sekolah?""Mau ekskul.""Telpon aja mas mu, mungkin beli rokok diluar."Ifa lalu mengambil ponselnya dan menelpon Iman tapi sayang sambungannya tak terangkat."Duh, gimana ini! Mas Iman nggak ngangkat."Bening memilih tak menjawab karena sibuk dengan anak-anaknya. Sedangkan Ifa jadi mond

  • Ranjang Perkawinan   Gairah vs Lelah

    "Tahan.. Tahan.. Iman harus kuat!" Iman tidak boleh goyah hanya gara-gara melihat paha mulus milik pengasuhnya.Astaga! Sudah terlalu lama tidak mendapat jatah membuat benda tumpul ini menantang ketika melihat milik orang lain.Gara-gara inilah membuat Iman jadi sakit kepala. Bermaksud ingin tidur tapi gairahnya bangkit. Nah, lebih baik dia pergi saja ke kampus dan mengerjakan sesuatu.Nanti pulangnya agak sore saja menunggu Bening sampai ke rumah. Sampai senja menyapa, Iman baru pulang. Untunglah sudah tidak ada Inah si pengasuh seksi itu lagi. Tinggal istri dan dua anak super aktifnya saja.Malam ini, Iman bermaksud meminta jatah setelah beberapa hari gagal. Ada saja gangguan.Mumpung ini malam minggu, Iman ingin meminta haknya. Besok libur juga, kan? Kesempatan bangun siang.Berbeda dengan pikiran suaminya, bagi Bening setiap hari itu sama saja. Dia harus bergelut dengan pekerjaan rumah dan pengasuhan. Sudah banyak pekerjaan di sekolah, bukannya berkurang ketika sampai di rumah, be

  • Ranjang Perkawinan   Tumpuan Keluarga

    "Ibu??" Iman keheranan. "Irma? Lah kok malam-malam kemari? Terus kenapa ini pada menangis?"Iman memundurkan sedikit tubuhnya hingga kedua wanita ini bisa masuk."Duduk dulu. Ada apa ini? Terus dimana Ifa?""Ifa tinggal di rumah." Jawab Irma."Ayo cerita. Kenapa ibu menangis begitu?"Wati dan Irma saling melirik, seperti kebingungan siapa yang akan memulai terlebih dahulu. Bening juga keluar dari kamar anaknya. Untunglah Riki tertidur lagi setelah disusui."Ibu, Irma.." sapa Bening dan menyalimi mertua dan adik iparnya. "Apa kabar?""Begitulah, nak." Sahut Wati sedih."Aku buatkan minum dulu." Bening lalu ke dapur untuk membuat minuman, sementara Iman mendesak ibunya untuk bercerita."Ada masalah apa ini? Kenapa ibu sampai menangis begini?" Kalau tidak penting, tak mungkin Wati dan Irma ke rumah Iman malam-malam begini."Suami adikmu ketahuan mencuri.""Hah?" Iman lalu menatap Irma. "Ini beneran? Mencuri dimana?""Mencuri di toko, mas. Kak Cecep ngambil minuman sampai 50 dus terus dij

  • Ranjang Perkawinan   Gagal Lagi

    Sudah satu jam Iman menunggu di kamar, tanda-tanda istrinya muncul belum ada. Ah, terpaksa Iman menyusul kalau begini. Jangan sampai dia kalah lagi dari anak-anaknya.Nasib memiliki dua anak laki-laki, Iman harus rela jika Bening di sabotase kedua anaknya. Sampai iman merasa perhatian Bening terfokus pada anak-anaknya saja. Apalagi Raka dan Riki ini posesif sekali kepada bundanya. Iman saja sering dipukul kalau terlalu dekat dengan bundanya.Iman mengintip dari sela pintu. Ya, Tuhan! Iman sampai mengelus dada. Ditunggu dari tadi di kamar tak kira Bening sudah selesai menyusuinya. Rupanya, Bening malah tidur.Dengan mengendap-endap, Iman masuk. Jangan sampai langkah kaki ini membangunkan dua jagoan, terutama Riki yang level rewelnya sempurna."Ning.. Bening.." panggil Iman menggoyangkan sedikit kaki istrinya.Bukannya bangun, suara dengkuran Bening makin terdengar. Terpaksa Iman memilih untuk memencet jempol kaki istrinya sampai Bening menjerit.Iman melotot! Riki sampai bangun dan men

  • Ranjang Perkawinan   Minta Jatah

    "Aku nggak mau melayanimu!" Ucap Bening sambil menepis tangan suaminya yang mulai membelainya.Bukannya merinding, Bening malah risih. Dia bahkan menggeser tubuhnya sedikit lebih jauh."Sudah dua minggu aku nggak dapat jatah, Bening!" Yang benar saja."Apa kamu nggak lihat aku lagi ngapain?" Bening sampai mendelik kesal. Anaknya yang berusia 7 bulan ini sedang menyusu, tapi suaminya malah datang ingin meminta jatah. Lelah ini belum mendapatkan pelampiasan untuk beristirahat. Suaminya malah main ingin kuda-kudaan saja."Ah, kamu ini! Terus saja kamu menolakku! Nanti aku cari perempuan lain baru tahu rasa kamu!" Iman jadi kesal."Ya.. cari aja sana wanita yang mau menuruti nafsu besarmu!"Iman langsung keluar dari kamar anaknya dan pergi ke kamarnya sendiri.Dua minggu! Ya Tuhan.. Iman ini pria produktif. Umurnya baru 30 tahun ini, gairahnya sedang menggelora. Tapi ia tak bisa menyalurkan hasratnya karena Bening yang selalu menolak.Ada saja alasannya. Lelah! Ngantuk! Lampu merah! Hijau

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status