MasukSudah satu jam Iman menunggu di kamar, tanda-tanda istrinya muncul belum ada. Ah, terpaksa Iman menyusul kalau begini. Jangan sampai dia kalah lagi dari anak-anaknya.
Nasib memiliki dua anak laki-laki, Iman harus rela jika Bening di sabotase kedua anaknya. Sampai iman merasa perhatian Bening terfokus pada anak-anaknya saja. Apalagi Raka dan Riki ini posesif sekali kepada bundanya. Iman saja sering dipukul kalau terlalu dekat dengan bundanya. Iman mengintip dari sela pintu. Ya, Tuhan! Iman sampai mengelus dada. Ditunggu dari tadi di kamar tak kira Bening sudah selesai menyusuinya. Rupanya, Bening malah tidur. Dengan mengendap-endap, Iman masuk. Jangan sampai langkah kaki ini membangunkan dua jagoan, terutama Riki yang level rewelnya sempurna. "Ning.. Bening.." panggil Iman menggoyangkan sedikit kaki istrinya. Bukannya bangun, suara dengkuran Bening makin terdengar. Terpaksa Iman memilih untuk memencet jempol kaki istrinya sampai Bening menjerit. Iman melotot! Riki sampai bangun dan menangis karena Bening main menjerit di telinga anaknya. Alamat gagal lagi. Iman memilih menyingkir, malam ini Bening milik anak-anaknya. Seperti biasa, hampir setiap hari kecuali libur Bening akan bangun pukul 4 subuh. Mengurus rumah, memasak sarapan, bekal makan dan juga makan siang si kecil. Iman bangun dengan wajah mengkerut. Matanya sembab karena mengantuk. Melihat body istrinya yang masih aduhai setelah melahirkan, naluri Iman bangkit lagi. Dia lalu mendekatkan dirinya dan memeluk Bening dari belakang. "Eh!" Bening sampai terkejut. "Mandi dulu sana!" "Pengen, sayang! Tega banget kamu ninggalin aku semalam." "Bukan salahku, mas. Anak-anakmu tahu sendiri gimana, kan?" Iman mencium bahu hingga leher istrinya. Tak lupa tangannya yang lincah meraba-raba tubuh bagian depan. Bening menurunkan tangan suaminya. "Mas.. aku lagi masak!" Masalahnya Bening sedang menggoreng ayam kentucky permintaan Raka. "Sebentar aja.." pinta Iman begitu memohon. Bening tampak berpikir. Sebenarnya dia ingin juga, tapi sering kali kalah akan rasa lelahnya. "Ya sudah bentar aja!" Bening mematikan kompor dan ikut suaminya ke kamar. Tak perduli aroma tubuh yang asam karena baru bangun tidur, Iman pokoknya harus menuntaskan hasratnya segera. "Jangan lama-lama!" Bening mengingatkan. Kalau sudah begitu, Iman main cepat saja. Mumpung masih subuh, sinyal ini begitu kuat. Apalagi aroma tubuh istrinya seperti candu. Daster Bening kembali dibuka. Ia dibaringkan perlahan, Iman langsung masuk ke leher istrinya yang berkeringat karena pagi-pagi harus berkutat di dapur. Tak lupa, Iman menyentuh dua pabrik susu milik Raka. Minta sedikit saja untuk melepaskan dahaganya. Bening yang tak sabaran menyuruh suaminya langsung masuk ke permainan inti saja. Iman pun manut dan memulai permainan. Sedang enak berayun bersama istrinya, suara tangisan Riki terdengar. Heran! Riki ini selalu bisa mengendus bau kemesraan orang tuanya. "Mas.. Riki nangis!" Tepuk Bening menyadarkan suaminya yang sedang asik berayun. "Biarin aja!" Ayolah, sedang nikmat ini. Iman mana mau melepasnya. Tak tertahan, suara tangisan Riki berubah menjadi jerit histeris hingga Raka ikut terbangun dan memanggil ayah bundanya. "Anak-anak, mas!" Sudah, Bening tidak tahan kalau begini. Yang tadinya nikmat jadi sakit karena ada gangguan. Bening segera memakai dasternya, menggendong Riki yang menangis sembari ke kamar mandi membersihkan pabrik susunya. Baru setelah itu, Bening menyusui putranya. "Selalu begini!" Gerutu Iman kesal. Padahal ia belum mengeluarkan sesuatu, tapi karena gangguan ini terpaksa ia harus memutusnya. "Gagal lagi!" Desah Iman. Lebih baik dia menyegarkan diri saja mumpung adzan belum berkumandang. Pukul 7 pagi, Bening merasa biasa saja. Sementara, Iman kesal. Ditegur oleh anaknya sedikit dia malah naik darah. "Kenapa ayah marah-marah?" Tanya Bening keheranan. "Anakmu itu! Ayahnya lagi sarapan malah sibuk bertanya!" "Kak Raka cuma tanya apa yang ia nggak ngerti, yah." Raka tadi bertanya pada Iman mengenai kartun yang ada di televisi. Tapi, Iman malah menghardiknya. Suara tangis Riki terdengar, Iman sampai memegang telinganya menahan kesal. "Riki itu kenapa sih? Nangis aja terus!" "Kurang tidur dia. Makanya rewel." Jawab Bening sabar. "Tapi sepanjang waktu dia rewel!" Bening menghela nafas sambil menatap suaminya. Dirinya juga masih berkutat mengurus Riki sambil menyiapkan bekal makanan. "Nih, pegang dulu!" Bening menyerahkan Riki ke pangkuan ayahnya. "Aku mau ngajar, Bening!" "Sebentar aja. Aku kebelet.. nanti dia nangis kalau nggak di gendong." Iman pasrah lagi kalau begini. Sementara, Bening langsung ke kamar mandi untuk mengeluarkan hajatnya. Riki sendiri langsung diam dalam gendongan ayahnya. Bahkan ia tertawa sambil menepuk-nepuk tangannya. "Nah.. kalau begini kan enak ngeliatnya.." ucap Iman sambil mengecup pipi anaknya. "Kamu lebih ganteng kalau senyum daripada nangis nggak jelas." Melihat adiknya yang tertawa dalam gendongan Iman, Raka mendekat dan ikut bermain. Ketiganya lalu bermain dan tertawa bersama. Suara salam terdengar, rupanya Inah sudah datang. "Pagi sekali, tumben!" Seru Iman. "Iya. Kemarin mbak Bening minta aku datang lebih cepat." "Nih! Ambil Riki. Aku mau kerja!" Inah mengambil Riki dalam gendongan Iman hingga jari keduanya saling bersentuhan. Mau tak mau, Iman menoleh pada gadis remaja ini. Ibarat mangga, Inah ini sedang ranum-ranumnya. Apalagi setelan pakaian Inah hanya kaos dan celana pendek selutut saja. Jadi menonjolkan bagian-bagian yang tak seharusnya. Astaga! Apa yang barusan Iman pikirkan? Dia sampai menggeleng. Oleh karena sudah lama tak mendapat jatah, mata Iman melihat kemana-mana. "Aku pergi dulu. Kasih tahu sama mbakmu." Iman langsung mengambil tas kerja dan menuju pintu keluar. Hari ini, Iman akan mengajar lagi sampai sore. Seperti itu setiap hari, Iman dan Bening kembali bertemu di sore hari. Itupun Bening yang tak langsung istirahat karena harus menyelesaikan urusan rumah. Sebagai catatan, Inah hanya bertugas sebagai pengasuh. Jadi dia tak mau ikut campur jika rumah ini babak belur seperti kapal pecah. Jadilah, Bening yang mengurusnya setelah pulang mengajar. Malam yang harusnya hangat karena diisi oleh mengobrol dan canda tawa anak-anak seringkali teralih oleh kesibukan masing-masing. Iman yang tenggelam di ponselnya juga Bening yang sibuk di urusan dapur. "Mulai bulan depan, aku nggak ngajar lagi hari sabtu." Ucap Iman sambil menunggu Bening menyiapkan makan malam. "Kenapa, mas?" "Perkuliahan sekarang sampai jum'at aja. Tapi dipadatkan sampai malam." "Begitu rupanya." Bening memberikan satu piring nasi lengkap dengan lauk pauknya. "Berarti bagus dong, mas. Hari sabtu kamu bisa mengasuh anak-anak.." "Terus kerjaanmu apa Ning kalau aku yang mengasuh anak-anak?" "Aku kan mengajar mas hari Sabtu." Jawab Bening tak habis pikir. "Suruh Inah aja, lah! Buat apa dia dibayar kalau nggak bisa ngasuh." Bening mendengkus. "Ya. Tapi kamu liat-liatin pekerjaannya.." "Aduh, Bening! Merepotin banget pake mau diliatin segala. Aku juga mau istirahat." "Ya sudah kalau begitu.," Bening hendak pergi dari dapur namun langkahnya tertahan. "Kenapa?" "Jangan lupa malam ini. Kasian barangku nanti berkarat kalau dia lama nggak disentuh." Bening sampai tertawa mendengarnya. "Aku tidurin anak-anak dulu." Untunglah Raka dan Riki bisa diajak kerjasama, keduanya tidur lebih cepat dan terlihat pulas. "Coba dari dulu begini, bunda juga bisa istirahat cepet, nak.." Bening tersenyum melihat anak-anaknya yang sudah tertidur. "Ya ampun.. aku lupa kalau ada bayi besar satu lagi yang harus diurus." Anak mertua itu memang bayi yang paling cerewet. Dia bilang Riki itu rewel padahal sebenarnya dialah yang paling rewel. Sebelum ke kamar suaminya, Bening membersihkan miliknya dulu. Sampai disana, Iman sudah siap berperang. "Anak-anak udah tidur?" Tanya Iman. "Kalau belum tidur nggak mungkin aku datang kesini." Bening masuk ke pelukan suaminya dan Iman yang mulai mengecupi seluruh wajah istrinya. Kecupan itu makin turun ke bagian bawah ke tempat dimana ia akan menanamkan saham disana. "Sayang.. kamu bau banget!" "Bau apa sih?" "Ikan asin!" "Males, ah!" Bening jadi tersinggung lalu terduduk, segera saja Iman menahan tangannya. "Jangan marah, sayang.." "Abisnya mas gitu. Punyaku dihina-hina. Baulah, hitamlah!" Ucap Bening merajuk. "Ya memang kenyataannya begitu jadi gimana? Tapi kan tetapku pakai, sayang.." bujuk Iman. Jangan sampai gagal lagi malam ini. "Nggak ah! Buat insecure aja!" "Jangan coba lari lagi dong! Mumpung anak-anak tidur." Pinta Iman memelas. "Ya kamu, sih! Kalau mau punyaku nggak bau dan hitam, makanya kamu kasih uang biar aku bisa ke salon buat perawatan!" Kini Bening jadi mengomel. "Ya ampun jadi melebar kemana-mana. Udah lah.." Iman mendorong lagi tubuh istrinya hingga terlentang dan hendak menaikinya. Namun baru saja tangan Bening melingkar di leher suaminya, suara ketukan pintu terdengar keras. "Siapa itu yang bertamu malam-malam?" Tanya Bening keheranan. "Astaga! Ada aja gangguan.." Iman lalu bangkit dan memakai pakaiannya. Begitu juga Bening yang langsung masuk ke kamar anak-anaknya. Masalahnya ketukan itu begitu kuat, pasti bisa mengganggu dua jagoan yang tengah tertidur lelap. "Awas aja kalau nggak penting!" Iman menggerutu sambil membuka pintu. Namun, ia terkejut mendapati dua wanita yang berada di depannya. "Ibu?? Irma?" "Iman.." lirih ibunda dengan beruraian air mata.Seperti yang diduga, seseorang mengucap salam dari depan. Tanpa melihat Bening sudah tahu siapa yang datang. Bedanya hari ini dia datang sendiri. Tanpa ibu mertua juga mbaknya."Mana mas Iman?" Tanya Ifa, adik Iman yang baru kelas 1 SMA."Memang nggak ada di rumahmu?" Tanya Bening acuh. Dia sedang repot menyuapi Riki makan."Nggak ada. Mana mas Iman?" Tanyanya tak sabar."Nggak tahu. Tadi keluar."Rupanya Iman tak pergi ke rumah ibunya yang hanya berjarak 10 menit dari sini, lalu kemana perginya pria itu."Aduh kemana mas Iman ini!" Ifa jadi merengek."Memang kenapa?" Terpaksa Bening menoleh karena risih mendengar suara rengekan itu."Mau minta uang buat sekolah.""Bukannya ini hari minggu. Ngapain ke sekolah?""Mau ekskul.""Telpon aja mas mu, mungkin beli rokok diluar."Ifa lalu mengambil ponselnya dan menelpon Iman tapi sayang sambungannya tak terangkat."Duh, gimana ini! Mas Iman nggak ngangkat."Bening memilih tak menjawab karena sibuk dengan anak-anaknya. Sedangkan Ifa jadi mond
"Tahan.. Tahan.. Iman harus kuat!" Iman tidak boleh goyah hanya gara-gara melihat paha mulus milik pengasuhnya.Astaga! Sudah terlalu lama tidak mendapat jatah membuat benda tumpul ini menantang ketika melihat milik orang lain.Gara-gara inilah membuat Iman jadi sakit kepala. Bermaksud ingin tidur tapi gairahnya bangkit. Nah, lebih baik dia pergi saja ke kampus dan mengerjakan sesuatu.Nanti pulangnya agak sore saja menunggu Bening sampai ke rumah. Sampai senja menyapa, Iman baru pulang. Untunglah sudah tidak ada Inah si pengasuh seksi itu lagi. Tinggal istri dan dua anak super aktifnya saja.Malam ini, Iman bermaksud meminta jatah setelah beberapa hari gagal. Ada saja gangguan.Mumpung ini malam minggu, Iman ingin meminta haknya. Besok libur juga, kan? Kesempatan bangun siang.Berbeda dengan pikiran suaminya, bagi Bening setiap hari itu sama saja. Dia harus bergelut dengan pekerjaan rumah dan pengasuhan. Sudah banyak pekerjaan di sekolah, bukannya berkurang ketika sampai di rumah, be
"Ibu??" Iman keheranan. "Irma? Lah kok malam-malam kemari? Terus kenapa ini pada menangis?"Iman memundurkan sedikit tubuhnya hingga kedua wanita ini bisa masuk."Duduk dulu. Ada apa ini? Terus dimana Ifa?""Ifa tinggal di rumah." Jawab Irma."Ayo cerita. Kenapa ibu menangis begitu?"Wati dan Irma saling melirik, seperti kebingungan siapa yang akan memulai terlebih dahulu. Bening juga keluar dari kamar anaknya. Untunglah Riki tertidur lagi setelah disusui."Ibu, Irma.." sapa Bening dan menyalimi mertua dan adik iparnya. "Apa kabar?""Begitulah, nak." Sahut Wati sedih."Aku buatkan minum dulu." Bening lalu ke dapur untuk membuat minuman, sementara Iman mendesak ibunya untuk bercerita."Ada masalah apa ini? Kenapa ibu sampai menangis begini?" Kalau tidak penting, tak mungkin Wati dan Irma ke rumah Iman malam-malam begini."Suami adikmu ketahuan mencuri.""Hah?" Iman lalu menatap Irma. "Ini beneran? Mencuri dimana?""Mencuri di toko, mas. Kak Cecep ngambil minuman sampai 50 dus terus dij
Sudah satu jam Iman menunggu di kamar, tanda-tanda istrinya muncul belum ada. Ah, terpaksa Iman menyusul kalau begini. Jangan sampai dia kalah lagi dari anak-anaknya.Nasib memiliki dua anak laki-laki, Iman harus rela jika Bening di sabotase kedua anaknya. Sampai iman merasa perhatian Bening terfokus pada anak-anaknya saja. Apalagi Raka dan Riki ini posesif sekali kepada bundanya. Iman saja sering dipukul kalau terlalu dekat dengan bundanya.Iman mengintip dari sela pintu. Ya, Tuhan! Iman sampai mengelus dada. Ditunggu dari tadi di kamar tak kira Bening sudah selesai menyusuinya. Rupanya, Bening malah tidur.Dengan mengendap-endap, Iman masuk. Jangan sampai langkah kaki ini membangunkan dua jagoan, terutama Riki yang level rewelnya sempurna."Ning.. Bening.." panggil Iman menggoyangkan sedikit kaki istrinya.Bukannya bangun, suara dengkuran Bening makin terdengar. Terpaksa Iman memilih untuk memencet jempol kaki istrinya sampai Bening menjerit.Iman melotot! Riki sampai bangun dan men
"Aku nggak mau melayanimu!" Ucap Bening sambil menepis tangan suaminya yang mulai membelainya.Bukannya merinding, Bening malah risih. Dia bahkan menggeser tubuhnya sedikit lebih jauh."Sudah dua minggu aku nggak dapat jatah, Bening!" Yang benar saja."Apa kamu nggak lihat aku lagi ngapain?" Bening sampai mendelik kesal. Anaknya yang berusia 7 bulan ini sedang menyusu, tapi suaminya malah datang ingin meminta jatah. Lelah ini belum mendapatkan pelampiasan untuk beristirahat. Suaminya malah main ingin kuda-kudaan saja."Ah, kamu ini! Terus saja kamu menolakku! Nanti aku cari perempuan lain baru tahu rasa kamu!" Iman jadi kesal."Ya.. cari aja sana wanita yang mau menuruti nafsu besarmu!"Iman langsung keluar dari kamar anaknya dan pergi ke kamarnya sendiri.Dua minggu! Ya Tuhan.. Iman ini pria produktif. Umurnya baru 30 tahun ini, gairahnya sedang menggelora. Tapi ia tak bisa menyalurkan hasratnya karena Bening yang selalu menolak.Ada saja alasannya. Lelah! Ngantuk! Lampu merah! Hijau







