Share

Bab 2

"tapi sepertinya mereka tidak akan datang karena cara mereka menjawab dan memandangiku sangat berbeda. Mereka sepertinya tidak ingin datang dan tidak ingin mengakui Nona Lilac sebagai Pimpinan Perusahaan kita," ucap Samuel lesuh. 

"Oh begitu, hmm! Tapi tandatangan mereka sudah kamu dapatkan?" Memeriksa berkas yang lainnya.

"Iya," kata Samuel.

"Nggak apa-apa. Kembali saja dulu ke sini. Itu urusan nanti," jawab Imelda.

Pukul 9 pagi.

Suara burung di pagi hari seperti biasa memberikan harapan baru kepada Lilac. Dari jendela kamarnya ia memandangi burung-burung menari. Nampak burung-burung itu ada yang sedang mandi di satu wadah yang di dalamnya terdapat air. 

Biasanya wadah itu digunakan oleh para pelayannya untuk menyiram bunga. "kenapa pelayan yang biasanya menyiram bunga nggak aku lihat ya?" tanyanya dalam hati.

"eh! Baru aku sebut. Panjang umur," gumamnya lagi sambil tersenyum.

Lilac memerhatikan pelayan itu yang berjalan menuju tempat wadah si burung yang sedang mandi. "syukur burung itu udah terbang. Kasihan banget lagi enak-enakan mandi malah diganggu."

Ila yang sedari tadi memerhatikannya pun bertanya "nona ada apa?" tanyanya.

"nggak kok." Tersenyum ke arah sumber suara.

"nona sarapan dulu!" kata Ila Pembantu yang bertugas hari ini.

"terima kasih. Oh iya sepertinya saya baru melihat kamu?!" Lilac memperhatikan pembantu baru itu sambil melahap bubur ayam yang disuguhkan untuk dirinya.

"iya, Nona. Saya pekerja baru yang di rekrut oleh Bu Imelda," jawab Ila sambil tersenyum percaya diri.

"oh begitu ya. Semoga betah ya kerja sama saya," kata Lilac dengan tatapan sayu.

Lilac telah bersiap untuk menemui dokter yang di panggil oleh Imelda. 

"Kenapa aku malas banget ya? Rasanya pengen tiduran aja." Memandangi kasurnya yang empuk.

"Nona, Dokternya udah ada di ruang tengah, ayo Nona!" ajak Imelda sembari membuka pintu kamar Lilac.

Dengan malasnya Lilac menuju ke ruang tengah. Ketika memasuki ruang tengah, Ia kaget dengan sosok yang akan memeriksa tubuhnya.

"mas Rasyid? Betulkan Mas Rasyid?" ucap Lilac memastikan apa yang ada di depan matanya.

Rasyid adalah kakak senior satu organisasinya saat masih kuliah di Semarang. Lilac sangat bersyukur bisa mengenalnya. Saat masa-masa kuliah dulu beliau sering membantu Lilac.

"ya Tuhan! Hei! Udah lama banget nggak ketemu ya Lilac. Terakhir kita ketemuan itu tahun 2013," kata Rasyid sambil senyum manis.

Beberapa sepersekian detik Rasyid melihat lekat-lakat gadis cantik anan imut yang ada di depannya.

"iya, gimana kabarnya?" tanya Lilac penasaran sambil tersenyum.

Ia memperhatikan pria bertubuh tegap itu dengan seksama. 

"gue baik kok. Ayo! aku periksa kamu!" Rasyid menyuruh Lilac untuk duduk di depannya.

"Degh..degh..degh." detak jantung Lilac berdegup kencang. "aduh! Tolong dong jantung dikondisikan!" pintanya dalam hati. Lilac terlihat gugup bila berhadapan dengan Rasyid.

"kok aku kayak gini sih? Nggak boleh gugup, nggak boleh takut!"

Wajahnya mulai memucat, bibirnya pucat pasih dan keringatnya mulai mengalir keluar dari pori-porinya.

"jangan takut! Aku nggak suntik kok Lilac," ucap dr Rasyid sambil tersenyum.

Setelah beberapa menit, dr Rasyid memberitahukan kepada Imelda bahwa Lilac mengalami depresi karena shock atas peristiwa yang Lilac alami.

"terus apa obatnya?" Tanya Imelda.

"nanti saya resepkan ya, Imelda, Kamu datang besok pagi!" 

Kemudian dr Rasyid memandangi Lilac dengan tatapan sedih. Lilac tersenyum kemudian berkata:

"kenapa Dok melihat saya seperti itu?" tanya Lilac.

"nggak kok, oh iya besok aku mau ajakin kamu makan, kamu mau nggak?"

"Boleh. Jam berapa?"

"Ba'da Isya ya," 

"Ok,"

Kemudian dr Rasyid pamit pulang. Tidak lupa ia membelai kepala Lilac dan berkata. "Lilac, kamu yang kuat! Tetap semangat dan banyak kok yang sayang sama kamu,"

Lilac hanya tersenyum mendengar ucapan sahabatnya itu.

Lilac dan dr Rasyid telah bersahabat sejak duduk di bangku kuliah. Namun pertengahan tahun 2013 penyakitnya kambuh sehingga aktifitasnya terganggu.

Di tempat lain.

Gedung itu tidak terurus nampak banyak tanaman merambat menguasai bangunan tua itu. Sudah lima belas tahun tidak ada aktivitas di sana semenjak sepeninggalan pemilik gedung itu.

Bangunan itu berdiri di atas bukit dan dikelilingi oleh pepohonan yang rimbun, saat pagi hari nampak asri dan sejuk tetapi ketika  malam menjelang suasana menjadi sunyi senyap hanya ada suara jangkrik dan tangisan anjing liar.

Pemilik gedung tua meninggal dunia karena sakit sehingga diwariskan kepada anaknya.

Namun, tidak difungsikan secara maksimal. Sekarang gedung itu terkenal angker, banyak penampakan makhluk astral lalu-lalang di sekitar gedung itu.

Tetapi bagi Imelda gedung itu adalah tempat yang tepat untuk menghabisi seonggok daging beserta jiwa yang bersemayam dalam raga yang telah ia siapkan.

Semenjak kehadiran Imelda gedung itu menjadi tambah mencekam. Ia menggunakan gedung itu untuk menyiksa orang-orang yang diculik.

"Aagrh!" Suara jeritan bersahut-sahutan.

"Jawab! Kenapa kamu bisa berada...!" Bentak seorang pria yang menjadi algojo di salah satu ruang penyiksaan yang telah Imelda siapkan.

"Aagrhh! Ampun! Ampun Pak!" suara jeritannya memenuhi ruangan itu.

Bau darah, nanah dan bau busuk dari mayat para korban menyatu dan menyengat masuk ke rongga hidung.

Imelda dengan tatapan intimidasi melewati tumpukan mayat-mayat bercampur manusia yang hidup itu dengan santai.

Selain itu bagi orang-orang yang ia culik. Mereka merasakan kengerian yang sangat mengerikan bila Imelda berada di gedung itu.

"kau sudah mendapatkan bukti?" tanya Imelda kepada anak buahnya.

"belum Bu,"

"Berikan pelayanan ekstra untuk dia!" perintah Imelda sambil menunjuk pria bersimba darah yang bergelantungan di dinding.

"Siap, Bu!" 

Kemudian algojo itu mulai memukuli pria yang di duga adalah dalang pembunuh Tuan dan Nyonya besar yang tak lain dan tak bukan adalah orang tua Lilac.

***

Ila sedang membersihkan perabot di ruangan tamu, lalu Lilac berkata:

"Ila, dimana Imelda? kok dari tadi saya tidak melihat dia?"

"Ia sedang mengambil obat Nona,"

"Oh gitu. Tolong kasih tahu dia beliin saya somay ya?!" Menaiki tangga menuju lantai dua.

Ila memerhatikan Lilac menaiki tangga ke lantai dua dengan tatapan kosong. Ia lalu berkata "Bu, anda tadi di cari sama Nona Lilac.

"Saya ... 

Bersambung.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status