Share

Bab 3

"Saya segera pulang." Mengganti pakaiannya yang terkena cipratan darah lalu membakarnya bersama dengan mayat yang telah ia siksa.

Dalam perjalanan ke Kediaman Bima Aryadikta.

"Bagaimana mungkin setelah sebulan lebih gue cari tahu siapa dalang dari peristiwa naas itu gue tidak temukan satu petunjuk mengarah ke si Pelaku?" gumamnya dengan mengkerutkan kening.

Imelda membuka kembali ingatannya, menghubungkan satu peristiwa dengan peristiwa yang lain.

Ia seakan mencari benang merah dalam kumbangan lumpur yang menjijikan.

"Sial!" hardiknya. "Hm! Kayaknya gue harus .... " ucapnya terpotong. Dia kemudian mengintip di jendela mengamati sekitar gedung.

Dia pun telah melakukan intisipasi agar rencananya tidak terbongkar dan di endus oleh pihak ketiga.

Kemudian ia masuk ke dalam mobil berwarna biru, mengendarai mobil drngan kecepatan standar.

"Sepertinya ada yang terlewat. Tapi apa?" Menyetir sambil memperhatikan sekitarnya.

Nampak pohon-pohon nan rimbun menghiasi dan berjejer rapi di samping jalan beraspal itu.

"Ada satu keping pazzel yang belum ku temukan," gumamnya.

Lengah dan tenang dirasakan tapi bagi Imelda kelengaan ini adalah sebuah ancaman bagi dirinya.

"Sepertinya gue harus konsultasi dengan seseorang," 

Di saat bersamaan ia tidak menyadari ada seseorang yang mengintainya dari kejauhan.

"Hum." Tersenyum melihat Imelda masuk dalam perangkapnya.

"Oh, ternyata kamu menggunakan gedung lama itu untuk mencari tahu dalang yang sebenarnya. Tetapi sayang sekali, kamu tidak akan berhasil." Melihat laptop yang menampilkan gambar sebuah gedung tua tempat Imelda menyekap orang-orang yang ia culik.

Setelah beberapa menit ia berhenti di sebuah gerai yang pemilik gerai itu adalah sahabatnya sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Atas.

Dan di sana pula makanan yang dinginkan Lilac tersedia.

Ketika memasuki gerai seorang pria bertubuh besar tinggi semampai dengan wajah oriental sambil tersenyum menghampirnya.

"Hai, Imelda gimana?" 

"Hei, gue mau beli somai buatan chef loe Rasyid, Lilac udah terlanjur jatuh cinta sama somai buatan dia." Menunjuk seorang chef.

"Hahahaha. Gitu. Ok. Mau berapa tusuk?"

"Kasih aja tiga puluh tusuk deh. Supaya dia puas!" 

"Hahaha banyak banget!" Berjalan bersama-sama menuju chef yang di maksud.

"Gimana dengan rencana loe?" tanya Rasyid tenang, berjalan pelan menyelaraskan langkah kakinya dengan Imelda.

"Gue dapat jalan buntu. Bagusnya apa ya? Terobos atau cari jalan lain?" Meminta saran Rasyid.

"Kasar banget! Kalau kamu cari jalan lain di khawatirkan jalan lain itu buat loe game over lebih baik loe cari tangga untuk melewati tembok itu." Tersenyum.

"Iya sih. Loe udah punya tangga?"

"Iya." Jawab Rasyid.

"Cepat banget?!" Imelda tersenyum bahagia mendengar jawaban Rasyid.

"Iya dong. Kan loe pernah cerita di klinik gue dulu. Jadi gue udah perkirakan akan ada sesuatu. Dan ternyata betul kan?"

Kemudian mereka berdiskusi mencari cela agar dapat menemukan dalang dari peristiwa itu.

"Gua nggak tahu harus ngomong apa lagi sama loe karena loe udah bantuin gue." 

"Loe sendirian sekarang. Pak Samuel belum balik ke Indonesia. Jadi wajar aja gue bantuin loe. Nanti pembersihan Pak Samuel yang beresin heheheh," 

"Hehehehe. Iya ( membayangkan wajah Samuel sambil tersenyum ) beliau kalau masalah pembersihan udah ahlinya,"

"Ah! Satu hal lagi loe harus hati-hati karena bisa jadi orang itu sedang mengawasi kita," kata Rasyid.

"Iya, gue akan berhati-hati," 

"Pak Samuel kapan balik ke Indonesia?"

"Bulan depan. Ia lagi mengurus persiapan untuk Nona Lilac. Karena tahun depan Nona akan menjabat sebagai Direktur Utama perusahaan," 

"Lilac. Semoga mentalnya kembali kuat," Harap Rasyid.

"Gue kasihan sama anak itu di usia yang begitu belia dia harus menghadapi ujian dan beban yang berat,"

"Tenang aja dia punya kami sebagai support system dan tamengnya," 

"Emang nggak salah alm. merekrut kalian menjadi tangan kanan Lilac," 

Setelah itu Imelda pamit pulang, sesampainya ia memberikan pesanan Lilac. 

"Yeii! Terima kasih Imelda," kata Lilac sambil memeluk erat Imelda. "Oh iya sebentar ba'da isya temanin saya jalan-jalan sama dr Rasyid yah?" 

"Iya," jawabnya singkat.

***

Sepuluh tahun lalu Imelda dan Samuel di rekrut oleh kedua orang tua Lilac, banyak tes yang mereka jalani untuk sampai menjadi tangan kanan Lilac.

Kedua orang tuanya itu telah mempersiapkan segalanya untuk Lilac, mereka seakan-akan mengetahui bahwa ajal mereka akan segera tiba.

Dan semua bawahan tidak menyadari sikap aneh Tuan dan Nyonya besar mereka.

Setelah kejadian naas itu, pemakaman kedua orang tua Lilac diadakan secara tertutup, sikap dan perilaku Lilac berubah seribu derajat. 

Dia menjadi pendiam, dingin dan sorotan mata yang kosong dan tajam. Air matanya telah habis yang tersisa darinya adalah keinginan untuk menemukan pelaku dan memasukkannya ke dalam penjara.

Lilac yang biasanya adalah anak yang ceria, cerewet dan semangat berubah menjadi anak yang pendiam. 

Hal itu sudah di prediksi oleh semua bawahan orang tuanya. Setelah beberapa bulan banyak anak buahnya yang ingin memberontak dan tidak ingin di pimpin oleh anak kecil.

Bagi mereka Lilac hanya anak gadis manja yang taunya cuman menghabiskan uang orang tuanya.

Sebagian lagi masih memegang sumpah setia mereka kepada alm. Tuan dan Nyonya besar mereka yaitu orang tua Lilac termasuk Imelda dan Samuel.

"Kenapa kita harus dipimpin sama anak kecil? Lihat saja tingkahnya," kata seseorang yang memprovokasi yang lain.

Mendengar ucapan itu sebagian dari bawahan Bima menelan mentah-mentah tanpa memikirkan sumpah jabatan yang mereka gigit dengan gigi mereka.

Mereka semua bersuara. Kemudian terdiam ketika Lilac muncul dari pintu masuk.

"Wah! Ternyata ada kecoak kecil yang masuk ke sarangku." Mata yang tajam dan dingin seperti es melihat bawahannya yang jadi pemicu keributan.

Semua terdiam dan menunduk, tiba-tiba suasana menjadi mencekam, kemudian Lilac berkata "Sebaiknya kita apakan laki-laki berbaju hitam bergaris itu?" Menunjuknya dan memerintahkan Ibrahim untuk menyeretnya ke depan Lilac.

Dengan tatapan intimidasi pria itu ketakutan setengah mati, keringatnya bercucuran membasahi tubuhnya.

"Imelda, buang kecoak ini dari sini!"

Kemudian Imelda memerintahkan pelayan untuk menendang keluar pria provikator itu.

Ketika ia sudah berada di luar, Lilac mengambil senapan yang terpajang di ruangan itu lalu menembak pria itu.

"DOOR" 

Nyaris saja kepalanya pecah seperti balon yang di tusuk oleh jarum.

"Shit!" hardik Lilac.

Pria itu terkejut hampir saja kepalanya hilang dari tubuhnya,  ia kaget dan duduk di tanah karena ketakutan lalu berlari sekuat tenaga dari halaman rumah Lilac.

Lilac berbalik dan menatap semua bawahannya yang hampir memberontak. 

"Siapa lagi yang ingin menjadi kecoak disini? Semua terdiam. "Kalian pikir saya akan mengadu kepada Imelda dan Samuel? Hm! Saya bukan anak manja yang akan merengek di ketiak orang. Saya hanya terperangkap dalam tubuh anak kecil." Melihat tangannya dan mengepalkannya.

"Jangan pernah ulangi kesalahan lagi. Kalian telah ... 

Bersambung.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status