Home / Rumah Tangga / Rayuan Mantan Kekasih Suamiku / Bab 7. Menantu Buat Malu

Share

Bab 7. Menantu Buat Malu

Author: Angsa Kecil
last update Huling Na-update: 2025-01-18 20:21:44

"Mau ke mana, Kamu? Nggak usah pergi! Di belakang saja?" 

Wanita paruh baya itu menekan bibirnya dengan tatapan intimidasi. Dia mencegat agar Rania tidak sampai keluar menemui tamu. Ya, dia Puspa, ibu mertua Rania.

Rania diam sebentar, tidak mungkin dia mengatakan kamu mau pergi. Apalagi menyusul suaminya yang sedang bersama wanita lain.

"Aku mau menemui Ayah, Bu. Disuruh menemui beberapa orang. Katanya mau dikenalkan sebagai menantu." Rania tidak berbohong karena memang kenyataannya seperti itu.

Puspa tertawa kecil remeh dengan wajah kecut. "Kamu? Mau dikenalkan? Untuk apa? Cuma buat malu Krisna dan kami saja."

"Tapi aku kan istri sah Mas Krisna. Bukankah wajar jika aku dikenal oleh keluarga besar? Banyak yang belum tahu aku istrinya Mas Krisna." 

Puspa, ibu mertua Rania mendesah kesal. "Kamu ngerti nggak?! Yang hadir di acara ini adalah orang-orang kaya di daerah sini. Mending kamu tidak usah menyapa mereka. Kasihan Krisna kalau orang-orang kaya itu tahu istrinya seperti ini. Level kampungan. Kalau kamu merasa memang istrinya Krisna, harusnya bisa mikir. Jaga nama baik suamimu dengan tidak menampakkan diri! Memangnya kamu nggak sadar kenapa selama ini Krisna tidak mengajakmu ke acara teman-temannya? Dia malu, Rania. Pendidikanmu saja tidak sepadan. Kasihan anakku apes dapat istri kaya kamu. Jangan sampai punya anak, karena aku yakin pernikahan kalian tidak akan lama lagi."

Malu? Benarkah suaminya malu bersanding dengannya selama ini? Pantas suaminya tidak mau mengakuinya kemarin dan belum pernah mengajaknya ke acara teman.

"Pendidikan bukan segalanya, Bu. Aku mungkin hanya lulusan SMA, tapi yakin bisa mendukung Mas Krisna dengan caraku."

Puspa mendekatkan wajahnya ke Rania, suaranya lebih rendah menekan. "Caramu? Caramu hanya akan membuat malu. Mau bilang kamu istri yang tidak punya prestasi dan cuma bisa cuci baju, setrika dan cuci piring? Rania ... Rania ... Tidak ada tempat untuk orang seperti kamu di hadapan tamu-tamu penting."

"Tapi, Bu-" Terpotong. Rania kalah cepat soal silat lidah dengan mertuanya.

"Nggak ada tapi!" Puspa melotot tajam.

Ponsel Rania bergetar di tengah perdebatan. Ada notifikasi, dia meliriknya.

[Bu Rania, saya masuk rumah makan, wajib pesan makan. Nanti dibayarin ya. Saat lihat sekarang Pak Krisna sedang ngobrol sama wanita itu. Saya rekam ya, Bu. Cepat datang. Ngobrolnya soal cerita saat mereka pacaran.]

Deg! Hati dan pikiran Rania semakin tak karuan. 

'Aku harus cepat ke sana, bagaimanapun caranya!' batin Rania.

"Ran, ngapain bengong? Cepat ke belakang!"

Di sisi sana, seorang wanita datang dengan tatapan nyalang pada Rania. Winda-kakak kandung Krisna datang. Dia memakai kebaya putih dengan tatanan rambut terurai. Cantik memang, tapi wajahnya selalu kecut pada Rania.

"Ada apa sih, Bu? Aku lihat Ibu masuk nggak keluar-keluar. Ternyata lagi sama Rania. Kenapa dia malah ada di sini sih, Bu? Harusnya masuk ke mana kek, bikin malu aja." Winda memicing tak suka pada Rania.

"Win, dia mau keluar sapa tamunya Ayah. Apa itu masuk akal?" Puspa tersenyum remeh dengan mata membola.

"Aku cuma mau ketemu Ayah. Mau dikenalkan sebagai bagian dari keluarga—"

Belum sampai Rania menyelesaikan kalimat, Winda sudah menarik tangannya dengan kasar, menyeretnya ke belakang.

Bukk! Rania dihempas ke tembok hingga wanita itu meringis menahan nyeri.

Rania menarik nafas dalam-dalam. Sebisa mungkin menggali kekuatan untuk melawan mereka. "Aku harus ketemu Ayah, Bu, Mbak Winda."

"Udah, nanti bilang aja kamu pusing. Nggak usah banyak protes! Dijelasin kok ngeyel terus. Apa kamu nggak lihat, semua sodara Krisna itu sarjana dan kerja kantoran. Kalau kamu keluar dengan penampilan seperti ini terus bilang istrinya Krisna, mau ditaruh di mana wajah adikku? Makanya mikir. Jadi istri jangan egois. Jaga nama baik suami. Jangan sampai dia malu. Apalagi kamu cuma lulusan SMA di sekolah biasa." Winda menekan telunjuknya pada dahi Rania.

Rania tercengang. Kata-kata itu sungguh sangat menyakitkan, tapi kali ini tidak terasa. Bukan karena bak jadi makanan sehari-hari, pikirannya yang terus terpaku pada suaminya. Sedang apa? Kenapa malah di rumah makan? Bukannya tadi bilang wanita itu sakit? Dia ingin cepat ke sana. Tapi bagaimana cara melepas diri?

"Mikir apa lagi? Mau nagis? Jangan bikin gaduh! Ini acara keluarga besar kami, jangan buat malu!" Mertua itu menunjuk sengit ke wajah Rania. Dia melihat mata berkaca-kaca Rania.

Rania meremas dua sisi bajunya dengan senyum getir. Melawan mertua dan iparnya saat ini tidaklah mungkin. Dia tarik nafas sedalam-dalamnya agar rongga dada tak terlalu sesak.

"Aku tahu tidak punya gelar tinggi seperti kalian, tapi aku bukan wanita rendahan seperti yang Ibu dan Mbak Winda kira. Aku memang mencintai Mas Krisna dan akan melakukan yang terbaik untuknya. Tapi sebaliknya ... aku tidak akan diam saja jika siapapun merusak ketulusanku."  

'Termasuk Mas Krisna sendiri. Aku akan tidak akan diam seperti wanita bodoh!' imbuh Rania dalam hati.

Winda tertawa sinis. "Cinta? Kamu pikir cinta bisa membuatmu layak berdiri di samping Krisna? Kamu harus sadar diri. Kamu cuma anak kampungan miskin yang bikin malu."

Rania mengeratkan dua rahangnya, menahan air mata yang hampir jatuh. "Aku mungkin anak miskin, tapi bukan berarti tidak berharga. Dan apa salahnya dengan lulusan SMA? Banyak lulusan SMA yang berpenghasilan lebih dari sarjana."

"Terus kamu udah bisa lebih dari sarjana? Cih, kamu sudah bisa sepertiku punya penghasilan sendiri?" Winda terkekeh remeh.

Rania terdiam.

"Dengar, Rania. Kamu itu sudah beruntung bisa nikah sama adikku yang lulusan universitas besar di ibu kota. Jadi jangan banyak tingkah. Sok sokan mau nyapa tamu segala. Sepertinya kamu lupa ngaca sebelum datang kemari."

Rania menghembus nafasnya dari mulut. Perasaannya semakin tidak tenang memikirkan suaminya. "Sekarang biarkan aku temui Ayah, Mbak."

Rania yang hendak bangkit kembali didorong Winda ke tembok.

"Budek ya? Disuruh di sini saja ngeyel. Kamu itu nggak pantes buat Krisna. Bagai langit dan bumi. Sekarang jangan bikin malu keluargaku. Di sini aja. Dan inget, jangan ngadu sama Ayah kalau mau tetap jadi istri Krisna!" sentak Winda.

"Tapi, Mbak-"

"Emang susah ya ngomong sama orang bego."

Rania sudah tak bisa lagi membendung desakan keinginan untuk bisa menyusul suaminya. 

Winda mencengkeram bahu Rania dengan kasar. "Yang aku tahu, kamu nggak pantas ada di sini. Ayo, ke dapur saja. Itu tempat yang pantas untukmu. Masak dan cuci piring. Jangan coba-coba keluar lagi. Awas, sampai aku melihatmu keluar! Sekalian aku lempar kamu dari keluarga Krisna."

Dengan paksa, Winda menyeret Rania ke dapur, tempat di mana orang sedang sibuk memasak dan cuci piring. "Ikut ke belakang! Dasar ipar nggak bisa mikir!" omel Winda.

"Mbak, Win!" Rania kaget.

Puspa menepuk-nepuk tangannya dengan senyum lebar. Lalu berbalik kembali ke depan.

Winda mendorong Rania ke meja, melemparkan kain lap ke arahnya. "Mulai sekarang, ini tugasmu. Nggak usah sok mau kenal sama tamu. Kamu nggak lebih dari pembantu di sini."

"Mbak Winda, aku udah ditunggu Ayah."

"Ehm, ibu-ibu, aku bawa orang yang akan bantu masak di sini. Kalau banyak cucian, jangan sungkan suruh dia bantu. Dia datang memang khusus buat bantu di dapur."

Rania tersenyum getir. Dia tidak disebut anggota keluarga, malah bak pembantu. Biarlah untuk kali ini. Tidak harus melawan gonggongan dengan gonggongan agar menang. 

Padahal sebagian besar sudah tahu kalau Rania itu menantunya pak Agung.

Winda langsung keluar dengan senyum lebar. "Beres! Keluargaku selamat dari pencorengan nama baik."

--------

Di rumah makan.

"Sungguh pas niat datang aku nggak tahu kalau kamu udah nikah, Kris. Aku datang ke kota ini karena ngerasa nggak punya selain kamu. Keluargaku sedang seperti itu, aku juga sedang sakit. Dengan kondisiku seperti ini, gimana aku harus hidup sendiri tanpa kamu?"

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Yati Syahira
hadeeh masih sanggup di anggap bodoh dan diremehin
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Rayuan Mantan Kekasih Suamiku   Bab 90. Sebuah Ketulusan.

    Dalam hitungan menit, Krisna sudah membawa Rania dalam mobil dan siap ke rumah sakit terdekat.Sepanjang perjalanan, Krisna menggenggam tangan istrinya erat. Wajahnya tegang.Sesampainya di rumah sakit, mereka langsung ditangani cepat. Krisna memayao dokter. "Bagaimana kondisi istri saya, Dok? Ada apa? Apa ada yang serius?"Dokter tersenyum tenang. "Tenang, Pak. Istri Bapak sehat. Dan ... selamat. Istri Anda hamil. Untuk lebih lanjutnya silakan ke dokter obgyn."Krisna terdiam. Mulutnya terbuka tapi tidak ada suara yang keluar. Seolah otaknya butuh waktu untuk mencernanya. Lalu perlahan, wajahnya berubah. Mata melebar. Rania tak bisa berkata apa-apa lagi. Dia diam memegang perutnya. Tanpa suara air matanya menetes begitu saja. Akhirnya dia bisa hamil lagi."Hamil?" Jantungnya berdetak sangat kencang. Akhirnya, yang dia tunggu tiba juga.Dokter mengangguk. "Tidak perlu terlalu khawatir soal mual pagi. Itu wajar. Tapi harus banyak istirahat."Setelah kepergian dokter."Aku hamil, Ma

  • Rayuan Mantan Kekasih Suamiku   Bab 89

    "Nggak ada toleransi lagi. Ayah sudah lelah melihat tingkahmu tiap hari. Emangnya ayah nggak tahu apa yang kamu lakukan selama ini di luar. Pamitnya cari kerjaan tapi kamu cuma nongkrong sama teman yang biasanya. Mau jadi apa kamu kalau terus kayak gini.""Aku tahu Ayah membenci anakmu ini. Tapi setidaknya jangan menyiksa anak dengan menikahkan sama pria kampungan. Mau ditaruh di mana mukaku ini, Yah!" teriak Winda."Ayah nggak peduli. Kamu nikah sama pria pilihan ayah atau kamu urus hidupmu sendiri sana.""Mas, jangan keterlaluan!"Agung tidak mendengarkan lagi protes istri dan anaknya.Rania dan Krisna yang kebetulan berkunjung, saling berpandangan. Saat mereka masuk rumah langsung disuguhi perdebatan itu."Mbak Winda, tenanglah. Ayah punya alasan sendiri melakukan hal itu. Lagi pula apa salahnya menikah dengan pria dari kampung, tapi bertanggung jawab. Dan tidak semua pria dari kampung itu miskin dan kumal." Rania menyembunyikan senyum tipisnya."Aku nggak butuh nasihatmu, Rania! I

  • Rayuan Mantan Kekasih Suamiku   Bab 88

    Belum sampai Krisna menjawab, dua polisi datang. Satu dari mereka mengeluarkan berkas sambil menatap langsung ke arah Ane."Saudari Ane. Kami dari kepolisian. Berdasarkan laporan dan bukti yang sudah kami terima, Anda kami tetapkan sebagai tersangka dalam beberapa tindak pidana."Ane melangkah mundur, panik. "Apa-apaan ini?"Veni langsung gelisah takut."Anda diduga terlibat dalam upaya penganiayaan berencana terhadap saudari Rania, termasuk insiden keguguran yang terjadi akibat racikan obat yang Anda kirim melalui perantara. Anda juga terlibat dalam upaya penculikan secara tidak langsung dengan menjebak korban ke hotel. Malam ini, Anda juga mencoba menjebak suami korban, pak Krisna dalam upaya pencemaran nama baik."Polisi lainnya mengambil borgol dari pinggang."Saudari Ane, Anda berhak didampingi pengacara. Tapi malam ini, Anda kami tangkap dan akan dibawa ke kantor kepolisian untuk pemeriksaan lanjutan. Kami mohon kerja sama Anda."Ane berontak. "Kalian semua gila! Ini jebakan!

  • Rayuan Mantan Kekasih Suamiku   Bab 87

    Krisna bersandar sambil memegang keningnya, memejamkan mata, seperti halnya orang ngantuk dan lemas. Kepalanya pelan tertunduk di sofa empuk.Tak butuh waktu lama, suara langkah pelan masuk ke ruangan. Dia Veni dan Ane."Kena sekarang. Lakukan tugasmu selanjutnya, Veni.""Siap. Aku senang melakukannya."Ane tersenyum sinis berdiri menatap Krisna yang tergeletak.Lalu, ada seseorang lagi yang masuk dan memindahkan Krisna ke atas ranjang. Ane keluar dan menyerahkan sisanya pada Veni. Dia akan mengawasi dari luar.Kini, Veni itu mendekat, makin mendekat. Langkah heels nya nyaris tak terdengar.Tubuh Krisna yang tampak tertidur membuat Veni makin percaya diri. Dia duduk di sisi ranjang, tangannya mulai meraih kerah jas Krisna, lalu bersiap berbaring ke ranjang di sisi Krisna.Baru satu sentuhan, lengan Krisna langsung menangkap pergelangan tangannya."Aku tidak suka disentuh oleh wanita murahan.""Kamu-" Veni terperangah, langsung bangkit dan mundur dua langkah. Matanya membelalak meliha

  • Rayuan Mantan Kekasih Suamiku   Bab 86

    "Aku nggak akan macam-macam. Aku cuma pengen pastikan kamu aman sampai rumah. Krisna nggak bisa dihubungi kan?"Rania menggigit bibir. Jawaban itu tepat sasaran. Krisna memang belum membalas pesan, belum juga mengangkat telepon. Hatinya makin tidak tenang.Dan kenapa Adrian bisa tahu? Semua makin janggal di hatinya."Tolong jangan buat situasi makin rumit, Drian.""Percaya sama aku sekali ini aja. Aku cuma pengen kamu selamat. Nggak lebih."Rania terdiam. Lalu membuka ponsel. Mengetik pesan singkat ke suaminya. [Aku bareng Adrian. Ban mobilku kempes, Mas. Dan ke mana orang-orangmu saat ini? Kenapa semuanya hilang?]Terkirim. Tapi belum dibaca."Jadi ikut denganku, kan?"Rania menatap Adrian sesaat lalu mengangguk pelan.Adrian mendekat dan memayungi tubuh Rania. Mereka berjalan pelan menuju mobil. Langkah kaki berirama dengan gemuruh hujan.Rania hanya diam, kaku. Jarak tubuh mereka dekat, tapi rasa asing membentang seperti jurang tak kasatmata.Saat hampir sampai mobil, sepatu Rania

  • Rayuan Mantan Kekasih Suamiku   Bab 85

    "Restoran sepi bingung, giliran ramai juga bingung. Kamu maunya apa, Jeng," ucap Indra sambil mendecih."Maunya kamu mingkem, Dra. Biar aku bisa fokus pakai indra ke sebelas. Ada yang nggak wajar sama semua ini soalnya."Rania menatap sekeliling. "Itu juga yang bikin aku bingung. Review restoran ini sebelumnya jelek banget. Dan usaha perbaikan baru saja dimulai. Tapi sekarang? Tiba-tiba banyak orang makan sambil selfie."Indra menyikut lengan Ajeng pelan. "Fix. Ini settingan Adrian, temanku yang terlalu tulus dan baik hati dan nggak nuntut balesan. Pasti pelanggan bayaran. Nih orang terlalu niat."Ajeng mengangguk cepat. "Yakin, Adrian. Bisa jadi Kang Mas Krisna. Kan dia udah jadi sweet banget sekarang."Indra mendesis. "Kamu tim Krisna sekarang? Aku tim Adrian."Lalu, Ajeng menoleh pada Rania. "Gila sih kalau semua ini emang hasil karya suamimu. Dia keren, Ran. Maksud aku, suami kamu tuh bukan tipe asal janji. Dia kerjain semua dengan detail. Meski nyebelin, tapi tobatnya beneran."I

  • Rayuan Mantan Kekasih Suamiku   Bab 84

    Krisna tersenyum tipis. "Aku nitip Rania sementara padamu. Cuma ini rencana yang bisa menyelesaikan singkat. Kita ringkus dia pakai rencana jebakannya."Adrian tersenyum tipis. "Pokoknya aku nggak janji bisa tahan diri, tahan hati di depan istrimu. Lagian kenapa juga kamu minta bantuan musuh cintamu. Nggak takut resiko istrimu aku culik?""Ane sedang mengincarmu. Dan aku lebih percaya sama kamu saat ini. Lakukan semua sesuai rencana kita.""Hish! Terserah kamu. Aku hampir gila sejak kemarin kamu datang. Ditambah kamu menyuruhku mendampingi Rania soal restoran. Argh! Gimana kalau aku kerasukan iblis terus jadi perebut istri orang?" Adrian meneguk cepat minuman di depannya.Lalu, Krisna berdiri dan berjalan ke dekat kursi Adrian. "Kamu memang nggak ada jaminan bisa tahan diri, tapi aku sangat percaya sama istriku. Dia nggak mungkin mau menerimamu." Diiringi tawa renyah.Adrian sontak berdiri dan menendang kaki Krisna. "Hish! Licik! Nggak menghormati sad boy. Aku ini sad boy terhormat. S

  • Rayuan Mantan Kekasih Suamiku   Bab 83. RMKS

    Langkah Krisna pelan. Tangan hangatnya menutup mata Rania dari belakang.“Sebentar lagi, sayang. Jangan curi-curi intip,” bisiknya lembut.Rania tertawa kecil. “Kenapa harus ditutup segala? Aku jadi penasaran, Mas.”“Pokoknya lihat saja nanti. Jangan penasaran.”Dia membawa Rania melewati kamar. Pelan-pelan menuju balkon yang pintunya sudah terbuka. Udara malam menyambut, angin tipis membawa aroma bunga segar dan suara gemericik air dari kolam kecil di halaman bawah.Ketika sampai di ujung balkon, Krisna berhenti.Tangannya perlahan turun dari wajah Rania. “Sekarang boleh lihat.”Rania mengedarkan pandang. Napasnya tertahan. Bibirnya langsung melengkungkan senyum.Balkon itu sudah berubah. Lampu-lampu kecil bergantung dari atap kayu, berkelip cantik. Di tengah, ada meja kecil bulat dengan dua piring yang sudah tertata rapi. Lilin aromaterapi menyala di tengah. Di sisi lain balkon, kursi didekor dengan selimut tipis dan bantal lembut. Langit malam memayungi segalanya—bintang tersebar s

  • Rayuan Mantan Kekasih Suamiku   Bab 82.

    "Bagaimana soal pria ponakanmu yang katanya sabar, tapi tegas itu, Bayu?" tanya Krisna."Dia setuju saja kalau dijodohkan, tapi yang pasti harus tinggal di kampung dan hidup seadanya. Dia nggak mau tinggal di kota. Dan pekerjaannya kasi tukang bengkel."Krisna tersenyum lebar. "Kita lihat nanti dulu."------Plakkk! "Dasar anak nggak tahu diri!"Tangan Agung sudah melayang lebih dulu sebelum pikirannya sempat mencerna. Pipi Winda memerah seketika.Winda memegang pipinya. Mata membelalak antara syok dan amarah.“Kamu menamparku, Yah?! Hanya karena PEREMPUAN ITU?” Teriakan Winda melengking, membuat Puspa reflek berdiri dari sofa.Puspa mendekat cepat, memeluk bahu putrinya. “Apa-apaan, Mas? Kamu gila?! Dia anak kita sendiri! Kamu nggak bisa seenaknya tampar Winda!”Agung melotot. “Karena anakmu ini nggak pernah tahu diri! Sudah kubilang jangan ganggu Rania lagi! Kamu pikir aku nggak tahu semua yang kamu lakukan, Win?! Kamu pikir aku buta?!”“Sudah cukup, Mas!” Puspa menepuk bahu Winda

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status