Share

Bab 3 Menjadikanya 'Istri'

last update Last Updated: 2024-11-17 00:21:28

Fen Rou mengerutkan keningnya tidak mengerti, baru saja dia hendak membuka mulut untuk bertanya. Xuanqing justru sudah menjauh dan masuk ke dalam kereta kuda.

Ye Xuanqing membawa si perempuan muda ke dalam kereta kuda. Dengan telaten dia mengobati luka-luka ditubuh perempuan itu. Hal pertama yang ada di kepala Xuanqing saat ini hanyalah menyelamatkan nyawa perempuan didepannya.

"Luka-luka separah ini, dia masih hidup saja sudah sangat beruntung." Xuanqing menatap miris ke arah perempuan yang sekujur tubuhnya penuh luka itu.

Setelah menghabiskan waktu kurang lebih dua jam lamanya, akhirnya Xuanqing berhasil menghentikan perdarahan pada luka-luka perempuan tadi. Dia juga memastikan kalau perempuan tadi masih bernafas dengan baik.

"Kita berangkat menuju Kota Shinjing sekarang!" seru Xuanqing begitu dia keluar dari kereta kuda.

"Kota Shinjing, tapi kenapa Adipati? Kita harus segera kembali ke Kota Fanlan bukan?" Tanya Fen Rou memastikan kembali perintah sang Adipati.

Ye Xuanqing menatap datar ke arah penasehatnya. "Fen Rou, jika aku mengatakan untuk kembali ke Kota Shinjing maka kita akan ke sana. Kenapa kau banyak sekali bicara?"

"Bu-bukan begitu Adipati, hanya saja seharusnya kita segera kembali ke Ibu Kota. Jika kita singgah di Kota Shinjing terlebih dahulu, takutnya akan menyita banyak waktu." Fen Rou berusaha menjelaskan situasi. Jujur penasehat itu takut Xuanqing akan melanggar perintah Ibu Suri untuk segera kembali ke Ibu Kota Kekaisaran, yakni Kota Fanlan.

"Lalu apa kau bisa menjamin keselamatan perempuan tadi jika kita memaksakan diri untuk segera sampai di Kota Fanlan? Perempuan itu terluka parah, dan Kota Shinjing adalah kota terdekat yang bisa kita singgahi."

Xuanqing memberikan penekanan pada kalimatnya. Dia juga memberi jeda terlebih dahulu sebelum melanjutkan ucapannya.

"Fen Rou, kau hubungi orang di Kota Shinjing. Beri mereka perintah untuk menyiapkan sebuah kediaman untuk ku," imbuhnya.

Ada banyak tanda tanya dikepala Fen Rou, tapi penasehat itu tak bisa berkata banyak. Dia hanya mengangguk, dan mulai menulis surat lalu mengirimkannya menggunakan jimat pengirim pesan.

Rombongan Ye Xuanqing pun akhirnya sampai di Kota Shinjing tiga jam setelahnya. Mereka semua beristirahat disebuah kediaman yang cukup besar dan nyaman.

"Adipati, ini adalah kediaman paling nyaman di Kota Shinjing. Harap anda menyukainya," ucap Fen Rou ketika mereka semua berhasil masuk.

Xuanqing mengangguk paham, kemudian dia melambaikan tangan pada beberapa pelayan wanita yang memang sudah ada dikediaman tersebut.

"Siapkanlah beberapa pakaian perempuan, pastikan terbuat dari bahan yang bagus dan bawa ke kamar utama!" Perintah Xuanqing tegas.

Para pelayan wanita itu mengangguk patuh, lalu undur diri guna menjalankan tugas. Xuanqing tidak segera masuk untuk masuk ke kamar utama kediaman dan beristirahat. Adipati muda itu lebih dulu membawa turun perempuan yang dia bawa dari Sungai Qilin.

Ye Xuanqing menggendong perempuan tersebut dengan gaya bridal, menggendongnya dengan kedua tangan didepan layaknya pengantin baru. Pria dengan hanfu hitam itu berjalan masuk ke kediaman dan membaringkan perempuan tadi di kamar utama.

Apa yang dilakukan Ye Xuanqing tentu membuat para anggota rombongan bertanya-tanya. Untuk apa semua ini?

"Tuan Fen Rou, apa Adipati terkena sihir siluman? Mengapa tindakannya aneh begini?" Cecar salah satu anggota rombongan.

Fen Rou menoleh, dia memang masih berdiri tepat ditengah-tengah halaman kediaman. Dia benar-benar dilanda kebingungan.

"Ku rasa tidak! Selama ini tidak ada satupun ilusi dari siluman yang bisa mempengaruhi Adipati Muda," jawabnya.

"Lalu apa yang sebenarnya terjadi, mengapa sikap Adipati sangat aneh?" Tanya anggota itu lagi.

"Entahlah, kita hanya bisa melihat dan mengawasi perempuan yang dibawa Adipati. Pastikan dia bukan seseorang yang patut dijadikan musuh," ucap Fen Rou dengan tegas.

"Baik!"

Anggota tadi undur diri, begitu juga dengan yang lain. Mereka semua benar-benar singgah di Kota Shinjing alih-alih berangkat ke Ibu Kota dengan cepat.

Di pagi hari, Xuanqing masih terduduk di sudut ruangan kamar utama. Dia memang tidak tidur dengan pulas semalaman. Sang Adipati Muda itu memang menjaga perempuan yang dia bawa, sehingga terpaksa begadang.

Sementara itu perempuan yang terluka parah mulai menggerakkan tubuhnya. Matanya perlahan mengerjap, menyesuaikan cahaya yang menerobos ke pupil matanya.

"Akh!" Jerit perempuan itu tertahan, dia ceroboh. Baru saja dia hendak bangun dengan cepat sebab menyadari dirinya tengah berada di tempat yang asing.

Mendengar suara perempuan, Xuanqing segera tersadar. Dia duduk dengan tegap dengan pandangan yang menunjukkan keterkejutannya. Perempuan yang dia bawa kemarin sudah sadar, pengobatan yang dia dan tabib berikan telah membuahkan hasil.

"Nona, anda sudah bangun? Tolong jangan memaksakan diri untuk bangkit," ucap Xuanqing sembari berjalan mendekati perempuan itu.

Si perempuan memasang kewaspadaan, matanya bergerak-gerak gelisah ketika melihat Xuanqing mendekat.

"Si-siapa kau?" Tanyanya dengan nada gemetar.

Xuanqing justru tersenyum manis, dia tetap melanjutkan niatnya untuk duduk ditepi ranjang tempat perempuan tadi berada.

"Aku Ye Xuanqing, jangan takut."

Perempuan itu mengerjapkan matanya mencerna ucapan Xuanqing. Kepalanya terasa sangat kosong, dia tidak ingat apapun.

"Apa kau bisa menjawab ku, siapa namamu?" Tanya Xuanqing lagi, kali ini dia bertanya dengan penuh harap.

Perempuan tadi memandang ke arah Xuanqing dengan lebih tenang, tapi tetap waspada. "Aku, Jung Jinsi."

"Lalu kenapa kau bisa ada di Sungai Qilin kemarin?" Tanya Xuanqing lagi, kali ini ada maksud tersembunyi dalam pertanyaannya.

Perempuan bernama Jung Jinsi itu diam, dia tidak dapat mengingat apapun. Alasan mengapa dia ada di tempat yang Xuanqing sebutkan, bagaimana dia bisa terluka, bahkan asal-usulnya tidak bisa dia ingat.

Satu hal yang tidak perempuan itu lupakan adalah namanya sendiri, dia adalah Jung Jinsi. Hanya itu satu-satunya memori yang ada didalam kepalanya.

Melihat perempuan didepannya tidak bisa menjawab, diam-diam seringai kecil muncul di wajah Xuanqing. Dia lalu meraih tangan Jung Jinsi dengan lembut.

"Tidak usah dipaksa jika kau tak ingat. Aku yang bodoh karena bertanya banyak hal padamu," ucapnya.

Jinsi membenarkan ucapan Xuanqing dalam hati. Dia memang tak bisa menjawab pertanyaan Xuanqing, meski terdengar sederhana. Tapi Jinsi merasa tak nyaman, kenapa laki-laki ini tiba-tiba menggenggam tangannya?

'Apa aku punya hubungan dekat dengannya, kenapa dia terlihat mengenalku dengan baik?' Jung Jinsi membatin, matanya melihat tangan Xuanqing yang masih bertengger diatas punggung tangannya.

Xuanqing melihat arah pandang Jinsi, kemudian dia kembali tersenyum.

"Oh kau merasa tidak nyaman rupanya, maafkan aku yang tidak cermat. Seharusnya aku mengerti keadaan istriku dengan baik," ucap Xuanqing dengan nada yang tenang dan mulai menyingkirkan tangannya.

Mata Jung Jinsi terbelalak sempurna, kata apa tadi yang diucapkan Xuanqing?

"Istri, Siapa istri mu?" Tanya Jinsi dengan polos dan juga terkejut diwaktu bersamaan.

"Tentu saja kau, Jinsi apa kau benar-benar melupakan semua hal. Termasuk aku Ye Xuanqing, suami mu sendiri?" Tanya Xuanqing dengan nada yang cukup meyakinkan.

Jinsi mengatupkan bibirnya rapat-rapat, bagaimana bisa dia melupakan semua hal. "Kau suami ku, benarkah?" Tanyanya.

Xuanqing mengangguk dengan pasti, dia juga tersenyum manis dan menatap Jinsi dengan penuh kasih. Sungguh pandangan yang menyiratkan hubungan suami-istri yang mendalam. Benar-benar sesuatu yang meyakinkan Jung Jinsi saat ini.

"Tentu saja Jinsi, aku suami mu meski kau tak mengingatnya," jawab Xuanqing.

Jinsi tidak bisa berkata-kata, perlahan dia hanya berusaha bangun agar bisa duduk dengan benar. Xuanqing juga membantunya dengan hati-hati.

"Maafkan aku, tidak ada yang bisa aku ingat kecuali nama ku. Jadi ku mohon kau—"

Ucapan Jinsi terpotong, jari telunjuk Xuanqing tiba-tiba bertengger di bibirnya menyuruh Jinsi diam.

"Tidak masalah jika kau tidak ingat, tidak perlu meminta maaf." Xuanqing malah merengkuh tubuh Jinsi perlahan dan memeluknya layaknya seorang suami pada istrinya.

Xuanqing menumpukan dagunya di pundak Jinsi, dia memejamkan matanya dan mendadak gelisah.

"Aku yang seharusnya meminta maaf Nona. Ku harap kau tidak menyalahkan ku saat ingatanmu kembali nanti," batinnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Redemption: Karma & Rasa Sang Pemburu Siluman    Bab 114 Bahaya Paviliun Selatan

    “Tidak mungkin Jinsi, kita harus selesaikan masalah dengan Lu Sangyun juga. Kita tak bisa pergi ke istana sekarang.” Jing Qian jelas menolak. “Tapi kak—” “Dengar Jinsi, istana memang tengah dikepung bahaya. Tapi kau juga jangan lupa bahwa Hei Lian Hua dan Lu Sangyun ada di luar istana. Mereka jauh lebih kuat dan berbahaya ketimbang ibu suri yang diasingkan di istana itu,” jelas Jing Qian lagi. Perempuan siluman rubah ekor tujuh itu mendekat pada Jung Jinsi, mengusap pelan pundaknya dan menatap tenang wajah adiknya. “Begini saja, kau pergilah ke istana sekarang. Lalu aku akan pergi ke biro penangkap siluman untuk menemui Lu Sangyun.” Jing Qian akhirnya mengalah dan memberi jalan tengah terbaik. Untuk saat ini hal ini lah yang paling efektif. “Apa kakak yakin?” tanya Jung Jinsi yang jelas sangat khawatir. Jing Qian malah tertawa kecil mendengarnya, dia malah mencubit pelan ujung hidung Jung Jinsi dengan gemas. “Kau ini, apa kau lupa kalau aku siluman rubah ekor tujuh? aku cu

  • Redemption: Karma & Rasa Sang Pemburu Siluman    Bab 113 Menyelamatkan Darah Kaisar

    Ye Xuanqing berjalan merapatkan diri ke sisi tembok ruang bawah tanah begitu mendengar suara kaki mendekat ke arahnya. Sementara Fen Rou bersembunyi dibelakang tumpukan kayu bakar di ruangan itu sambil berjongkok dan mata yang awas.Melalui pandangan saja keduanya saling berkomunikasi, menunggu siapa yang muncul di ruang bawah tanah selain mereka.“Penjaga tidak mungkin turun ke mari sebelum aku keluar, aku sudah memerintahkan mereka untuk tetap berjaga di pintu masuk.” Ye Xuanqing membatin, menerka siapa yang sekiranya akan muncul dihadapannya.Obor di sisi kanan dan kiri pintu masuk ruang bawah tanah bergoyang pelan tertiup angin yang masuk. Fen Rou menyipitkan matanya, tangannya sudah menggengam erat Tombak Qiankun disisi tubuhnya. “Kalian juga mencari petunjuk segel darah disini rupanya.”Suara perempuan terdengar begitu jelas dari pintu masuk, kening Ye Xuanqing berkerut dalam. Sosok yang baru saja masuk masih belum terlihat wujudnya dan sang adipati masih menerka-nerka siapa so

  • Redemption: Karma & Rasa Sang Pemburu Siluman    Bab 112 Kekhawatiran sang Kepala Keluarga Ye

    Jung Jinsi dan Jing Qian berdiri menghadap sang Tuan Besar keluarga Ye, Ye Qingyu. Pria yang tak lagi muda itu berulagkali menghela nafas panjang. Sang Tuan Besar memang tengah duduk dengan the hiaju yang mengepul hangat dicangkirnya.“Jinsi, aku tahu niatmu baik. Tapi aku juga tidak mungkin mengizinkan mu pergi tanpa pengawasan disaat seperti ini.” Ye Qingyu berkata dengan tenang, namun jelas ada nada kekhawatiran yang dai sembunyikan.“Tuan Besar, apa anda lupa jika aku bukan manusia? Aku siluman rubah ekor sembilan, kekuatan ku cukup untuk melindungi diri,” jawab Jung Jinsi yang jelas keras kepala.“Aku tahu bagaimana kekuatan mu sebagai siluman, tapi aku mengatakan ini bukan bermaksud meremehkan kekuatan mu. Aku mengatakan ini karena aku tahu, akan jadi seperti apa putraku jika perempuan yang dia cintai pergi tanpa pengawasan di saat genting seperti in. lagi pula yang akan kau temui adalah siluman mimpi buruk Lu Sangyun.” Ye Qingyu menatap dalam-dalam ke arah Jung Jinsi dan Jing Q

  • Redemption: Karma & Rasa Sang Pemburu Siluman    Bab 111 Segel Darah

    Ye Xuanqing berjalan dengan langkah yang lebar-lebar saat dia meninggalkan paviliun angin timur, tempat ibu suri diasingkan. Begitu dia keluar, sang Adipati langsung menghela nafas panjang. Tampak sekali lelah setelah mengintrogasi Ibu Suri, Zhao Weini. "Bagaimana Adipati? anda dapatkan sesuatu?" tanya Ming Tian yang lekas berdiri dan menghampiri rekan kultivasinya. Ye Xuanqing diam sejenak, dia mengeraskan rahangnya. Menahan emosi yang membuncah dalam dadanya. "Wanita tua itu jelas masih memiliki rahasia lain dalam rencananya, dan kali ini masalahnya melebar ke mana-mana. Ibu Suri tidak hanya menargetkan Kaisar Zhao Yun Taek!" desis Ye Xuanqing. Kemudian sebuah cahaya muncul di udara dan mendekat ke arah sang Adipati Muda. Ye Xuanqing tahu kalau itu adalah jimat pengirim pesan yang ditujukan padanya. Tanpa banyak bicara Adipati itu langsung menengadahkan tangannya, bersiap menerima jimat tersebut. Ketika cahaya mengenai telapak tangan Ye Xuanqing, seketika ada gu

  • Redemption: Karma & Rasa Sang Pemburu Siluman    Bab 110 Interogasi Ibu Suri

    Gerbang istana dibuka perlahan, Ye Xuanqing bersama dengan Ming Tian dan Fen Rou masuk ke dalam istana sembari menunggang kuda. Barulah saat berada di halam istana, mereka turun dari kuda masing-masing dan menyerahkannya pada penjaga yang ada.Tugas utama sang adipati muda hari ini adalah melihat dan mengintrogasi sendiri Ibu Suri, Zhao Weini. Wanita tua itu sudah terlalu lama diam, dan kekaisaran perlu jawabannya untuk memeberikan hukuman dan menyelesaikan masalah dengan tuntas.“Kita langsung pergi ke paviliun angin timur, Ibu Suri diasingkan di sana saat ini adipati.” Ming Tian berujar pelan, dia memang tahu kondisi terkini dari sang pelaku utama kerusuhan di kekaisaran itu.Ye Xuanqing melirik sekilas ke arah Ming Tian yang memang berjalan dibelakangnya lalu mengangguk. “Ya, kita langsung pergi ke sana sekarang.”Namun baru saja hendak berbelok di koridor, sosok Putri Daiyan sudah muncul. Perempuan itu masih ditemani oleh dua pelayan muda dibelakangnya.“Adipati Ye!” panggil Zhao

  • Redemption: Karma & Rasa Sang Pemburu Siluman    Bab 109 Musuh yang mengetuk pintu

    Cahaya mentari menyelinap lewat celah kisi-kisi jendela, memantul lembut di atas lantai batu giok yang mengilap. Di paviliun utama, aroma teh qianye baru saja dituangkan oleh pelayan.Di kursi kehormatan duduk Ye Qingyu, pemilik wajah tenang namun berwibawa. Pakaiannya sederhana, namun dari cara duduk dan tatapan matanya, jelas bahwa ia adalah seorang yang terbiasa memimpin medan tempur.Di hadapannya duduk Mu Wangyan, Komisaris Perfektur Shinjing. Lelaki itu tampak santun, mengenakan jubah hitam bersulam perak khas pejabat tinggi. Matanya sempit, senyumnya tipis dan tidak pernah benar-benar sampai ke mata.“Sejak kapan komisaris perfektur, Kota Shinjing memiliki hubungan dengan Tuan Besar Ye?” Jung Jinsi yang duduk di sudur paviliun bertanya pada dirinya sambil menyuap buah kering pelan-pelan, seolah tak ikut dalam pembicaraan. Namun dari matanya yang terfokus dan telinganya yang tajam, ia sudah waspada sejak pria itu masuk. Ada semacam tirai tipis yang menghalangi dirinya, sehingga

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status