Share

Naik Tingkat

Author: Zen_
last update Last Updated: 2025-09-29 19:22:31

Angkara segera merobek salah satu sisi pakaian perguruan Arus Hening yang masih melekat di tubuhnya. Dengan cepat ia melilitkan potongan kain itu pada pahanya, menekan luka dalam yang terus mengucurkan darah.

Setidaknya, balutan itu bisa memperlambat keluarnya darah, agar dirinya tidak kehilangan tenaga terlalu cepat.

Di sisi lain, Satria yang sempat berada dalam mode mengamuk mulai tersadar. Matanya perlahan kembali normal, tubuhnya mengecil, dan urat-urat yang semula menonjol kini mereda.

Nafasnya memburu, dada naik turun tak beraturan, keringat bercucuran dari pelipisnya. Ia terlihat kelelahan, namun matanya masih menyala penuh semangat.

“Dia belum juga tumbang?” ucap Satria terengah, menatap Elan yang berdiri tak jauh dari mereka. Meski dadanya bolong ditembus cakar Angkara, sosok bangsawan itu masih berdiri tegak. Tubuhnya memang berlumuran darah, tetapi sorot matanya sama sekali belum menyerah.

Angkara hanya menggeleng pelan, pandangannya tajam. “Pertarungan ini baru saja dimu
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Reinkarnasi Dewa Perang   Kekacauan

    Angkara yang berdiri tegak di hadapan Anantaka tiba-tiba ditarik kasar dari belakang. Kepala dan tubuhnya dihantam keras ke lantai hingga terdengar bunyi “duk” berat. Tangan kokoh Anantaka menekan tengkuknya, membuat wajah Angkara nyaris menempel pada tanah.“Apa yang kau pikirkan, hah?! Berani bertindak kurang ajar di hadapan Yang Mulia Kaisar?!” bentak Anantaka, suaranya bergemuruh memenuhi ruangan.Rasa sakit yang menjalar di seluruh tubuh membuat Angkara mengerang lirih. Luka-lukanya yang belum pulih semakin parah karena benturan itu. Ia menahan napas, darah segar kembali mengalir dari sudut bibirnya dan menetes di lantai.Namun meski tubuhnya lemah, tatapan matanya tetap tajam. “Sialan kau, Anantaka…” desisnya serak. “Lepaskan aku. Satria dalam bahaya. Kalau kau masih punya sedikit akal sehat, sebaiknya kau lepaskan aku sekarang juga… sebelum semuanya terlambat.”Nada ancaman dalam ucapannya begitu jelas, tapi Anantaka sama sekali tak bergeming. Ia sendiri berada di bawah tekanan

  • Reinkarnasi Dewa Perang   Datangnya Kaisar

    “Apa kau sadar, Jaya, bahwa tindakanmu telah menyalahi dekrit kekaisaran?” suara Anantaka menggema tegas, jauh berbeda dari biasanya. “Kau menculik muridku, melakukan praktik terlarang, dan menodai kehormatan perguruan. Kau pikir Sang Kaisar tidak mengetahui semua perbuatanmu itu?”Nada bicaranya tajam, nyaris seperti cambuk yang menghantam keras. Wajah Anantaka yang biasanya tenang kini tampak gelap, matanya menyorot dengan amarah yang ditahan.Jaya, sang instruktur dari Perguruan Naga Emas, hanya terdiam di bawah tekanan itu. Ia tahu betul bahwa tuduhan itu benar adanya. Ia memang bersalah, namun selama ini statusnya sebagai bangsawan kelas satu membuat segala skandalnya tertutupi.Ia berusaha tersenyum tipis, meski getir. “Dan kau, Anantaka,” ucapnya perlahan, “kau pikir kau lebih suci dariku? Kau, anak buangan kekaisaran, bersekongkol dengan praktisi iblis. Apa kau kira Kaisar akan mempercayaimu, jika—”Ucapan itu belum selesai ketika suara mendesing tajam menembus udara. Jarum-ja

  • Reinkarnasi Dewa Perang   Penejelasan

    “Angkara! Jangan bergerak sedikit pun, apa pun yang terjadi!” perintah Kinasih dengan suara tegas, matanya menatap tajam penuh kecemasan. Tangannya masih memegang jarum-jarum pemberian Angkara, menyalurkan tenaga dalam untuk menstabilkan aliran energi di tubuhnya.Namun, sebelum Kinasih sempat melanjutkan pengobatan, Anantaka yang sejak tadi berdiri dengan wajah penuh rasa ingin tahu, melangkah mendekat. Ia tak sanggup menahan rasa penasarannya. “Apa yang sebenarnya terjadi, Angkara?” tanyanya dengan nada datar namun mengandung tekanan. Tatapannya beralih ke arah Satria, tajam dan menusuk. “Dan siapa rekanmu yang aneh ini?” ujarnya dengan nada mencurigakan, seolah siap menghabisi Satria yang masih lemah di sudut ruangan.Angkara hanya tertawa kecil, suaranya serak namun mengandung nada mengejek. “Heh… apa kau sudah lupa percakapan kita beberapa malam lalu, Anantaka? Bukankah sudah kukatakan bahwa aku akan menghancurkan Perguruan Naga Emas? Dan kau membiarkanku tanpa keberatan sedikit

  • Reinkarnasi Dewa Perang   Pengobatan

    Satu per satu rekan Angkara melangkah masuk ke dalam kamar itu. Rio menjadi yang pertama, mengikuti Bima yang tengah membawa baskom berisi air hangat. Setelah mereka, Jagad dan Anantaka menyusul, dan terakhir, Kinasih masuk dengan langkah pelan namun penuh rasa khawatir.Begitu pintu tertutup, suasana langsung membeku. Tak ada sepatah kata pun terucap, udara di ruangan terasa berat, seolah menahan napas melihat pemandangan di hadapan mereka.Di atas ranjang, Angkara terbaring lemas tanpa daya, wajahnya pucat dan penuh bekas darah kering. Di sisi lain, Satria duduk bersandar dengan tubuh penuh luka terbuka, napasnya berat, sedangkan seorang pria yang mereka kenali sebagai instruktur dari Perguruan Naga Emas tampak pingsan, diikat dengan tali energi hitam yang menjijikkan dan berdenyut seperti hidup.Semua mata terarah pada mereka, terutama pada dua sosok yang masih sadar.“Oe… oe… oe… Itu… dia, kan?” Rio akhirnya menjadi orang pertama yang memecah keheningan. Tatapannya berpindah cepat

  • Reinkarnasi Dewa Perang   Luka

    Sang Kaisar melesat menembus udara malam dengan kecepatan luar biasa. Bayangan tubuhnya membelah kegelapan, menyisakan jejak cahaya keemasan samar di belakangnya. Ada firasat buruk yang menekan dadanya sejak ia menyaksikan kehancuran di bagian luar perguruan Naga Emas. Semakin jauh ia melangkah, semakin jelas kekejaman yang terjadi. Di setiap jalan, di antara reruntuhan bangunan, berserakan tulang belulang yang masih berlumur darah, sementara bau anyir logam memenuhi udara.Ketika akhirnya ia tiba di ujung kompleks perguruan, tempat yang dikenal sebagai kediaman para instruktur, tetua, dan ketua perguruan Naga Emas, napasnya tercekat. Pandangan Sang Kaisar membelalak, matanya membulat lebar seolah tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Di hadapannya terbentang tumpukan daging manusia, menumpuk tak beraturan, seolah tubuh-tubuh itu telah dilebur tanpa sisa. Pemandangan itu begitu menjijikkan hingga ia spontan menutupi hidungnya dengan lengan jubah kebesarannya yang berwarna merah ke

  • Reinkarnasi Dewa Perang   Pasca Pertarungan

    “Hey, kau baik-baik saja, Angkara?” tanya Satria dengan suara lemah. Tubuhnya masih kaku, bahkan untuk sekadar menggerakkan jari pun terasa berat.Angkara mengangkat satu tangannya dengan santai. “Aku hanya belum sepenuhnya menyesuaikan diri dengan teknikku sendiri, sele—” Ucapannya terhenti mendadak. Dari mulutnya tiba-tiba memuncrat darah pekat, membuat tubuhnya sedikit terhuyung.“Uakh... uhuk... uhuk...” Ia tersedak, menahan rasa perih yang menyerang dari dalam tubuhnya. Gumpalan darah terus keluar dari bibirnya, tak jauh berbeda dengan kondisi ketua perguruan yang baru saja ia kalahkan.Satria menatapnya dengan wajah cemas sekaligus kesal. “Kau bilang baik-baik saja? Kau terlihat seperti orang sekarat! Tadi kau tampak begitu keren, berdiri gagah di atas naga hitam, tapi sekarang malah memuntahkan darah seperti ikan mati! Sungguh pemandangan yang menyedihkan...” ujarnya sambil berbaring lemas di permukaan kepala naga.Angkara tak menanggapi cemoohan itu. Tatapannya beralih tajam k

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status