Share

Rembulan yang Terluka
Rembulan yang Terluka
Author: Nafi Thook

Pedih

Part 1 Pedih

Siapa yang tidak ingin memiliki keluarga harmonis yang diwarnai dengan senyum bahagia, kedua pasangan saling melemparkan kata-kata romantis dan berakhir dengan ciuman dan pelukan. Istri mengantarkan suaminya dengan bergelayut manja pada lengan sang suami lalu berakhir dengan ciuman di kening. Jangankan yang intim seperti itu, sarapan bersama dengan sang suami saja, adalah hal yang mustahil terjadi bagi perempuan berusia 20 tahun yang bernama Feesa.

Nafeesa Candramaya adalah nama perempuan yang dinikahi oleh Angga Dimas Saputra. Pengusaha sukses yang kini telah berusia 28 tahun, karena sebuah fitnah. 

Mereka tanpa sengaja bertemu di sebuah proyek rumah sakit yang belum sepenuhnya jadi. Beberapa warga memergoki mereka dalam keadaan yang tidak menguntungkan. Angga yang saat itu mengunjungi proyek pembangunan rumah sakit, membuka bajunya yang basah karena kehujanan, memerasnya lalu mengibaskan agar airnya sedikit berkurang.

Proyek rumah sakit ini begitu penting bagi kelangsungan usaha Angga, sebab jika dia berhasil, maka seluruh hak waris orang tuanya akan diserahkan kepada Angga. Maka dari itu, Angga selalu memantau proyek itu di bawah pengawasannya langsung. Bahkan dalam satu bulan sekali, dia akan datang memeriksa. Rencananya,  dia akan sampai di tempat itu siang hari, tapi karena sebelumnya terhalang oleh banjir yang melanda satu desa yang dia lewati, maka dia harus memutar arah hingga sampai di sore hari. Dan sialnya, salah satu ban mobilnya bocor, beruntung tempat proyeknya lumayan dekat, dia memilih berjalan setelah mengabari orang-orangnya untuk meminta bantuan. Sambil menunggu, Angga memilih jalan kaki agar bisa sampai di tempat tujuan. 

Dan di saat yang sama.

"Umi, Feesa pergi sebentar untuk mengembalikan buku ya Umi, pumpung hujannya sudah reda." Izin Feesa saat itu. 

"Tapi ini sudah sore lho Nduk. Mbok besok saja," ucap wanita paruh baya yang dipanggil Umi itu. 

"Tapi Feesa sudah janji mau balikin Umi, teman Feesa juga sudah menelpon,  katanya butuh buku itu." lirih Feesa sambil menunduk. 

"Pergilah! Jika kau memang sudah berjanji, sudah seharusnya ditepati." 

"Ajak seseorang bersamamu Nduk!" 

"Sendiri saja ndak apa-apa Abi, biar lebih cepat. Kalau ajak seseorang butuh waktu lagi, jadinya kesorean, lagian tempatnya juga tidak terlalu jauh," tolak Feesa dengan halus. 

"Ya wes, hati-hati di jalan." 

Feesa sudah mengembalikan bukunya dan segera izin pulang dari sang pemilik rumah. 

"Tapi ini mendungnya tebal banget lho, nanti kamu terjebak hujan!" 

"Tidak apa, aku akan sedikit ngebut!" Kekeh Feesa yang ingin segara pulang. Feesa memacu motornya lebih cepat dari biasanya. Meski begitu tetap kalah dengan kuasa Tuhan, Feesa hanya bisa melafalkan doa, memohon perlindungan.

Hingga sampai di dekat bangunan bertingkat yang belum sepenuhnya jadi itu, hujan turun dengan sangat deras, membuat Feesa menepikan motor matic miliknya dan memilih berteduh. Dia menyesal juga kenapa tidak membawa teman tadi, juga tidak membawa mobil agar terus bisa jalan. Dan lebih ceroboh lagi, mantel pun tidak dia bawa. 

Lama menunggu, hujan belum juga berhenti, dari dalam bangunan, Feesa mendengar suara kucing yang tiada henti bersuara. Sepertinya kucing itu dalam masalah. Feesa menajamkan telinganya di antara suara hujan yang mengganggu, dia mencoba mencari sumber suara, semakin masuk ke dalam bangunan bertingkat yang belum rampung itu. Seekor anak kucing tengah menjilati kakinya yang berdarah, kucing itu juga nampak kurus dan kotor. Feesa mengelusnya lembut, penuh dengan tatapan iba. 

"Kau kasihan sekali!" Feesa mengambil sapu tangan dari dalam tasnya, lalu dia membalut kaki kucing itu dengan telaten, berharap bisa menahan rasa sakit bagi si kucing. Setelahnya, dia mengambil camilan potato yang ada di dalam tas. Feesa tersenyum melihat kucing itu makan dengan lahap. "Kau pasti sangat kelaparan ya!" 

Setelah beberapa lama, Feesa berinisiatif untuk membawa kucing itu pulang. Dengan hati-hati Feesa menggendong kucing itu dan mendekapnya, hangat! Kucing itu menggeliat semakin merapatkan tubuhnya, kemudian terlihat mulai terlelap. Feesa tersenyum bahagia. Tanpa dia sadari, jika sebenarnya dia tersesat dalam bangunan itu. 

"Dimana pintu keluarnya tadi ya? Kenapa aku bisa lupa?" Feesa mulai kebingungan, sedangkan hari semakin petang. Feesa tetap semangat mencari jalan keluar, hingga menemukan sebuah lorong yang terlihat lebih terang. Feesa segera menuju ke sana. Tapi belum mencapai ujung, dia berteriak saat tubuhnya bertabrakan dengan seseorang yang tak lain adalah Angga. Angga belum sempat mengenakan kemejanya yang basah oleh air hujan. Bahkan dia hampir membuka celana panjangnya, namun keburu Feesa menabrak dirinya. 

Lantai yang dipijaki ternyata lumayan licin, karena tetesan air yang berasal dari pakaian Angga.  Angga yang tidak siap dengan keadaan, ikut terpeleset dan bahkan tubuhnya menimpa tubuh Feesa. 

"Aauwwwhh!" Benturan tak sengaja itu membuat keduanya berada dalam posisi yang membuat siapa saja bisa salah paham. Dan benar, tak berapa lama derap langkah samar-samar terdengar. Tapi sebelum keduanya tersadar, sorot lampu dan kamera membuat mereka lebih terkejut. 

"Kalian berdua telah melakukan tindakan asusila!" 

"Ternyata benar kabar itu, tempat ini sering digunakan untuk berbuat mesum." 

"Ya, kabar itu benar!" 

"Perempuan itu berteriak tadi, pasti pemuda itu yang memaksa." 

"Ya! Aku juga dengar!" 

"Ya!" 

"Ya, kita harus mengambil tindakan!"

"Kita arak saja mereka!" 

"Tidak! Bapak-bapak saya tidak melakukan apapun!" Angga mencoba membela diri. 

"Jangan mengelak kamu! Sudah ketahuan masih saja berkilah!" 

"Tapi Pak! Say_"

"Sudah, bawa saja mereka!" 

Feesa tidak mampu bicara ataupun sekedar membela diri, bibirnya kelu sebab shock dan panik dengan situasi sulit yang tidak pernah dia duga sebelumnya. 

"Nikahkan saja mereka, agar tidak menjadi contoh yang buruk bagi masyarakat." 

"Ya!" 

"Sabar semuanya, saudara-saudara. Masalah ini biar saya yang urus. Saya akan bertanggung jawab penuh untuk menyelesaikannya. Saya pastikan kejadian ini tidak terulang kembali. Silahkan saudara-saudara pulang. Sudah waktunya sholat magrib tiba. Jadi, sebaiknya bubar!" 

Tentunya setelah mengamankan tersangka dalam ruangan yang berbeda. Ibu kepala desa yang bijak itupun langsung menyembunyikan Feesa. Terlebih lagi, Feesa adalah anak dari orang dihormati di desa itu.

Beruntung para warga menghormati kepala desa mereka yang terkenal berkharisma dan bijaksana itu. Para warga akhirnya bubar tanpa disuruh dua kali. 

"Apa kau yakin kepala desa bisa menyelesaikan masalah ini?" 

"Kita percaya saja padanya, apalagi kepala desa kita selalu bijak dalam mengambil keputusan." 

"Tapi siapa perempuan itu? Apakah salah satu santriwati Kyai Harun?"

"Entahlah, saya kurang jelas melihatnya, gadis itu terus menunduk dan menutup wajahnya dengan hijab." 

"Pasti dia malu, pakai hijab kok berbuat mesum."

"Belum tentu! pasti pria bejat itu yang memaksa, bukankah gadis itu berteriak tadi."

"Ya! Lihatlah, dia sudah membuka pakaiannya. Dia juga sudah mulai membuka celananya." 

"Tapi sepertinya dia bukan warga sini!" 

"Sudahlah, sebaiknya kita pulang saja. Bukankah nanti ada kunjungan calon Bupati kita yang berwibawa itu?" 

"Ya kau benar! Pak Reno akan hadir dalam pengajian nanti malam."

"Pak Reno akan mencalonkan diri lagi!" 

Tanpa mereka ketahui, jika Reno adalah ayah dari pria yang baru saja mereka tangkap. 

To be continued.

Takdir Tuhan siapa yang tahu. Jodoh bisa bertemu kapan saja dan dimana saja. 

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Ditarina
Pumpung = selama = selagi
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status