Share

Pernikahan

Part 2  Pernikahan

Pov (Angga)

Dipaksa menikah dengan seseorang yang sama sekali tidak dikenal, bagaikan mimpi buruk bagiku. Istri yang sama sekali tidak memiliki tipe atau kriteria yang pernah ada dalam kamus hidupku. Terlebih lagi, dia mau menikah denganku sebab harta orang tuaku, tentu saja itu alasannya. Entah bagaimana caranya, wanita itu berhasil membuat orang tuaku simpati dan bahkan menyerahkan semua harta warisan atas namanya. Sebagai anak satu-satunya, tentu saja aku tidak terima. 

Bahkan orang-orang dengan sok tahunya memuji perempuan itu. Pasti dia memiliki rencana licik agar bisa menjadi bagian dari keluarga ini. Apalagi papa adalah Bupati kaya raya yang baik hati, disegani dan sayangi semua orang. Siapa yang tidak ingin menikah dengan pria kaya dan memiliki kedudukan yang membuat siapa saja menunduk hormat kepadanya. 

Bahkan saat itu, aku tidak memiliki kesempatan untuk menjelaskan atau bahkan hanya sekedar membela diri. 

"Pa, aku tidak melakukan apapun kepada perempuan itu. Ini semua hanya fitnah. Atau mungkin akal-akalan dia untuk menjebak ku. Itu hanya sebuah kesalahpahaman. Wanita itu licik Pa, pasti dia hanya ingin harta kekayaan kita saja." 

Plakk

"Pa, tolong jangan menggunakan kekerasan." Mama terlihat panik. Tapi juga tidak mau membatalkan pernikahan ini. 

"Ma, percaya kepadaku, dia perempuan tidak benar! Aku tidak melakukan apapun."

"Angga, mama dari tadi diam bukan karena tidak mendengar. Kau selalu saja menjelek-jelekkan gadis itu. Dia gadis baik-baik, mama sangat tahu bagaimana watak dan perilakunya, jadi mau tidak mau, kau harus menikah dengan Feesa." 

"Tapi, Ma! Angga tidak mencintainya!"

"Mama dan Papa juga tidak saling mencintai sebelumnya, tapi seiringnya waktu, kami saling memahami dan mencintai, bahkan kami tidak bisa dipisahkan."

"Dia tidak seperti Ma_"

"Cukup Ngga, selama ini kami selalu menuruti kemauanmu, setidaknya kali ini saja turuti keinginan kami. Ini juga demi nama baik keluarga ini. Foto kamu bahkan sudah beredar di medsos, setidaknya jika kamu benar-benar menikah, maka nama baik keluarga kita bisa diselamatkan. Dan kita bisa meminta Kyai Harun untuk konfirmasi masalah ini, agar posisi papa tetap aman. Papa harus memenangkan pemilu kali ini, agar proyek kita berjalan sesuai rencana."

"Tidak! Angga hanya ingin menikah dengan gadis yang Angga cintai. Angga hanya mau menikah dengan wanita yang mampu membuat hati Angga bergetar pada pandangan pertama." 

"Mau sampai kapan? Bahkan di usiamu yang ke 28 tahun ini, tidak pernah sekalipun kau membawa atau berhubungan dengan seorang gadis." ucap mama yang memang benar adanya. Tidak ada satupun gadis yang mampu membuat jiwaku tersentuh. 

"Pokoknya kau harus menikah dengan Feesa. Papa akan wariskan semua harta kita kepadanya."

"Lihatlah, bahkan papa juga sudah terperangkap dalam kelicikan gadis itu. Dia seperti jalang yang hanya ingin harta papa!" 

Plakk

Lihatlah, bahkan orang yang paling sayang kepadaku, telah menamparku dua kali dalam satu kesempatan. Betapa liciknya gadis itu dalam melancarkan rencananya. Aku bertekad akan membongkar akal busuk wanita itu. 

"Kalau bicara jangan sembarangan kamu, Ngga! Dia wanita baik-baik. Feesa adalah putri Kyai Harun. Mereka adalah orang-orang alim yang memegang teguh prinsip agama dengan benar." Orang yang tidak pernah membentakku, kini malah dengan sadisnya menamparku. Bukan perih di pipi yang aku benci. Tapi rasa perih hati ini yang membuat aku terluka, kebencian akan hadirnya gadis itu semakin meningkat. Orang tuaku tidak percaya kepadaku hanya karena perempuan itu. Sumpah demi apapun, aku tidak akan sudi menganggap perempuan itu ada. 

"Wanita macam apa dia Pa. Dia yang menjebak ku aku yakin itu. Lagian aku akan menikah hanya dengan orang yang aku cintai."

"Apa! Wanita yang kamu cintai? Apa seperti kekasihmu yang kabur bersama pria lain itu?" 

"Dia bukan kekasihku Ma! Dia kekasihnya temanku, tapi_! Sudahlah, kenapa harus bahas masalah itu lagi?" Aku jadi semakin kesal karena masa itu adalah masa yang paling aku benci. Temanku salah paham denganku, aku bertengkar hebat karena gadis matre tidak tahu diri yang memfitnahku menggoda dirinya. Padahal saat itu, gadis itulah memintaku untuk mengantarkan dirinya. Menyebalkan, kenapa seakan semua wanita itu rumit dan penuh tipu daya. 

Pernikahan pun terjadi tanpa bisa lagi aku hindari. Semua demi nama baik papa. Ada beberapa oknum yang sengaja membocorkan informasi itu, hingga kemungkinan besar, nama ayah akan tercemar, akan berpengaruh buruk bagi jabatannya. Bahkan mungkin berakibat fatal bagi pemilu yang kedua kali ini. Selain itu, aku juga tidak mau wanita itu menikmati semua harta papa tanpa susah payah. Enak saja! Aku akan membuat perhitungan dengannya. Biarkan dia menikmati harta itu, tapi tidak dengan kasih sayang. Pasti dia akan berbuat ulah jika kekurangan uang. Jadi jalan terbaik adalah, membuatnya hidup nikmat bergelimang harta, setelah dia terlena, baru aku akan melemparkannya ke jalanan. 

Saat pertama satu atap dengan wanita yang orang bilang istriku, ah, iyalah! Dia istriku, entah kenapa saat ijab aku lancar sekali mengucapkannya. Otakku memang terlalu cerdas.  

Masih dengan kekesalan  aku melempar koper miliknya di bawah tangga. Siapa  sudi tidur satu ranjang dengannya. Aku buat peraturan yang membuat jarak diantara kita. Rasa muakku mengalahkan peraturan hubungan rumah tangga yang semestinya. Kuucapkan kata caci dan maki tanpa mau tahu bagaimana reaksinya. Hemm sepertinya dia cukup penurut. 

Setiap pagi, dia menyiapkan semuanya untukku, tetap saja, aku enggan membuka hati untuknya. Aku masih yakin, dia pasti hanya ingin harta saja.

"Mas, sarapannya sudah siap." Mendadak telingaku berdenging sakit. Wanita ini benar-benar membuat mood  pagiku menghilang.

"Hemmh! Pergilah, lakukan tugasmu dengan benar. Bersihkan rumah." Bukankah dia sudah aku gaji, tidak ada salahnya kan dia melayaniku dan membersihkan rumah. Aku bahkan tidak pernah tahu bagaimana wajahnya. Menatapnya pun enggan, bahkan jangan harap, agar dia tahu bagaimana bencinya aku padanya. 

"Biarkan saya melayani Anda." 

Kekeh juga rupanya. Pelayan memang seharusnya melayani sang majikan bukan. Aku tersenyum sinis membuang muka ke arah lain. 

"Pergilah! Aku bisa makan makan sendiri. Kenapa peduli kepadaku, mau mengambil perhatian? Aku tidak akan tertarik dengan wanita murahan seperti dirimu!" Meski aku bentak, masih saja dia bertahan. Aku baru sadar, ternyata semua orang bisa melakukan apapun hanya untuk harta. 

Cukup cekatan juga dia melayaniku. Bagus! Setidaknya dia bisa berguna. Kulirik wajahnya yang terus saja menunduk, dan pakaian itu, entahlah, bagaimana dia bisa menutup seluruh tubuhnya begitu. Pasti tubuhnya gendut dan jelek, membayangkannya saja aku bergidik ngeri. Tidakkah Mama lebih selektif dalam memilih menantu, setidaknya yang berkelas dan elegan. 

Sejak saat itu, aku lebih memilih sibuk bekerja dan bekerja. Dan bahkan  menginap di  kantor. Atau sesekali berkumpul bersama teman-teman, nongkrong di bar. 

"Kenapa Bos? Sudah menikah kok mukanya kusut gitu, harusnya muka bos tuh seger, berseri-seri, ini malah. Kayak baju belum disetrika saja." 

Dialah Viki asisten pribadiku. 

"Mungkin nggak dapat jatah ya Bos, palang merah, makanya kurang semangat!" Ini sekretaris bar-bar dengan baju kurang bahan. Untung otaknya pintar, kalau tidak, mungkin sudah aku buang ke laut. 

"Keluar!" 

To be continued.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status