Share

Dibalik Titik Terang

Tahukah kamu? Apa hal yang paling menyakitkan dalam pengkhianatan? Itu adalah sesuatu yang datang dari orang terdekatmu? Bukan dari musuhmu. Memaafkan orang yang kita kenal? Rasanya lebih sulit dibandingkan memaafkan musuh.

"Maaf ya tuan putri ...! Diriku akhirnya bisa sampai setelah melewati berbagai rintangan hanya untuk demi dirimu.”

Kakak perempuanku yang tiba-tiba saja berada di belakangku.

“Sumpah Riska? Macetnya sangat parah,” lanjutnya sambil membuka tasnya.

“Tidak usah lebay gitu deh kak? Bilang saja kalau memang terpaksa?” jawabku dengan cemberut.

Melihatku yang seperti itu, kakak langsung menyadari satu hal.

“Hai Riska Claudya Ayuniara? Terkadang setiap aku berharap dari bangunku? Dan tidak mengingat apapun  tentang adikku yang jelek ini.”

Sambil bangun kakak secara tiba-tiba mencubit pipiku.

“Tadi, saat waktu mau masuk? Kakak lihat Arav keluar terburu-buru! Seperti sedang dikejar sesuatu. Kalian bertengkar?” tanya Claisya penasaran.

“Ti-tidak kak! Kami baik-baik saja,” jawabku pelan.

Claisya yang awalnya curiga hubungan kami yang tidak baik-baik saja? Dan ia tahu bahwa aku tidak ingin menceritakan masalah ini untuk sekarang.

“Riska! Ingat ini baik-baik? Semua ini akan berakhir karena sesuatu yang dipendam? Sementara yang lain siap untuk memulai,” tegas Claisya menatap mataku dengan tajam.

“Kamu tidak akan pernah kehilangan dengan mencintai? Kamu akan selalu kalah dengan menahan diri. Ingat itu,” lanjutnya sambil menepis dahiku dengan jari tangannya.

“Aww ...! ihh kakak kebiasaan deh? Suka begitu kalau melihat aku sedang kesal.”

Sambil mengusap dahiku dengan perasaan kesal. Sebenarnya itu tidak sakit? Tapi entah kenapa rasanya tanganku ingin mengusapnya dan itu membuat perasaanku sedikit membaik.

Setelah melihat keadaanku sekarang? Pada Akhirnya Claisya tidak lagi memperpanjang pertanyaannya? Dan kami pun langsung pergi dari tempat itu.

Walaupun? Ada sebagian orang yang melihat kami dengan tatapan puas dan ada juga yang tidak peduli. Namun kami tidak menghiraukan itu dan bergegas pulang.

Namun sesampainya di tempat parkir? Claisya melihat Arav sedang berbicara dengan seorang perempuan. Jelas ia melihat mereka seperti sedang bertengkar.

“Jelas tentu aku akan menentang ini semua! Bagaimana aku akan menghabiskan waktu dengan orang yang tidak kucintai.”

Suara Arav yang sedang marah terdengar samar dari kejauhan.

Di tengah pertengkaran itu Arav yang tiba-tiba melihat ke arah kami? Mata Claisya sempat bertatapan dengan Arav. Sampai pada akhirnya? Arav menarik tangan perempuan itu masuk mobilnya dan langsung pergi begitu saja.

Saat aku ingin melihat arah keributan itu? Clasiya langsung menarik tanganku untuk cepat-cepat berjalan ke arah mobil. Dia seperti tidak ingin aku tahu kejadian itu, dan tentunya itu membuat aku semakin terpukul.

“Ternyata selama ini dia hanya memberikan harapan palsu,” gumam Claisya dengan sedikit amarah. 

“Dan dengan bodohnya? Kami mudah percaya dengan itu,” lanjutnya dengan suara serak yang bergetar.

Mendengar itu! Tentunya aku penasaran? Apa yang membuat kakak berbicara seperti itu.

Saat aku berbalik ke belakang? Tidak ada siapa pun di sana.

“Kakak membicarakan apa?” tanyaku penasaran.

“Ti-tidak kok? Entah kenapa ingin berbicara saja? Sudah, lupakan itu dan ayo kita berangkat.”

Sambil menyalakan mobil, jawab Claisya dengan muka yang seperti orang menyesali sesuatu.

Di tengah perjalanan menuju pulang? Masih ada pertanyaan yang mengganjal pikiranku. Entah kakak yang tidak tahu atau tidak ingin membahasnya denganku. Aku tidak ingin membuat dia tersinggung dan salah paham.

“Kak ...?” tanyaku dengan ragu.

“Iya! Ada apa sih? Penumpang mohon untuk tenang di tempat! Karena sopir Anda sedang fokus menyetir,” jawabnya sambil bercanda.

Sepertinya dia tahu aku ingin berbicara serius dengannya? Tapi dia memilih untuk menghiraukannya, namun ia tidak bisa mengelak lagi sekarang. Dengan tenang aku tetap ingin memastikan suatu hal dari dia.

“Kak! MISALNYA ...! Ketika seseorang berbohong pada kakak? Dan berselingkuh. Bahkan di depan mata kakak. Apakah kakak akan tetap mempertahankan perjuangan yang selama ini kakak pertahankan?” tanyaku pelan dengan nada datar.

Seketika Claisya sempat terdiam membisu? Raut wajahnya langsung berubah ketika aku menanyakan hal itu. Seperti yang kuduga? Dia tahu akan sesuatu dan ingin menyembunyikannya dariku.

“Huhh ...! Riska? Jangan membuang waktumu hanya untuk melihat kembali apa yang telah hilang dari dirimu! Ingat? Maju terus! Hidup ini tidak akan berarti jika kamu berjalan mundur.”

Dengan tegas Claisya menghela nafasnya sambil memegang kepalanya seperti orang sedang tidak karuan. Sembari berusaha untuk tetap tenang menjawabnya.

“Asal kamu tahu dek? Putus hubungan memang menyakitkan? Tetapi kehilangan orang yang tidak menghargai dan menyayangimu! Sebenarnya itu adalah keberuntungan untukmu,” lanjutnya sambil menjalankan mobil dengan menahan air matanya yang hampir keluar.

Aku yang saat itu harus percaya atau tidak? Hanya terdiam sambil memandang keluar di balik kaca mobil serta menyandarkan kepalaku. 

Karena pada kenyataannya itu semua akan terjadi. Bahkan jika waktu bisa kuputar kembali? Aku tetap tidak bisa mengubah kenyataan ini.

“Satu hal yang paling menyesakkan jiwaku ialah harus berpura-pura? Dengan ikut bahagia ketika melihat orang yang dicintai harus dimiliki orang lain.” Sejenak terlintas sesuatu di pikiranku.

“Hah ...! bahkan aku tidak begitu yakin? Yakin bisa mengingat rasanya tidak hancur berkeping-keping.”

Sambil perlahan mataku terpejam karena kelelahan memikirkan yang terjadi.

Aku melihat merpati putih seperti salju. Namun sayapnya berwarna merah akibat tertembak peluru? Merpati itu terjatuh tepat di bawah jendela kamarku. 

Kamar yang bagaikan dilupakan sinar matahari seperti tahanan. Darahnya yang menetes berbercak di antara bulunya yang seperti salju? Seolah berkata ingin mengepak angin dengan bebas untuk yang terakhir kalinya.

“Hei salju? Dengan begitu mudahnya kau membuat aku cemburu begini? Saat terluka! Tuhan langsung memberimu pertolongan.”

Perlahan aku memangku merpati itu sambil mengobati lukanya.

Melihat merpati yang tidak berdaya itu? Apa yang harus aku lakukan? Seolah perasaan ini telah menjadi sebongkah batu sedingin es. Di atas ragaku yang seperti telah mati ini? Hanya mataku saja yang belum mati menyaksikan semua ini.

Claisya adelia. Gadis seusiaku itu adalah kakak perempuanku. Sedikit tomboy, humoris, peduli denganku, dan selalu terlihat kuat di hadapanku. Walau usia kami yang sama? Yang kutahu dia adalah bagaikan sosok seorang ibu di mataku.

Teman bertengkarku, teman terbaikku, bahkan dia selalu mendahulukan dan memilih mengalah jika untukku. Satu hal yang pasti? Sejak kecil! Hanya dia yang boleh membuat aku menangis? Dan akan marah jika orang lain menyakitiku.

Namun ...! berbeda dengan yang dulu? Untuk kali ini, bukan menangis karena bertengkar? Tetapi, menangis yang bahkan air mata ini sudah tidak bisa keluar lagi.

Sebab! Clasiya Adelia? Iya. Dialah perempuan yang akan bertunangan dengan Mas Arav Adelard Adnan. Cinta pertamaku.

Aku tidak bisa menyalahkan siapa pun. Sebab? Aku tidak bisa menyalahkan orang ketika aku kecewa! Tapi aku menyalahkan diriku sendiri karena mungkin terlalu berharap akan sesuatu yang belum pasti.

Sambil duduk aku membuka diary, mengambil pena dan menulis isi hatiku saat ini.

“Teruntuk masa laluku? Berhentilah untuk menepuk punggungku. Sebab aku tidak ingin melihat ke arah belakang lagi. Sungguh? itu membuat aku seperti rencana cadangan untukmu! Dan yang pastinya, sebagai pilihan kedua.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status