Share

Titik Terang

Arav adelard adnan, sehari sebelum tiba hari pertunangan itu, meminta untuk bertemu denganku setelah dia kembali dari luar negeri. Tentunya aku sangat senang, karena bisa bertemu kembali dengan dia setelah waktu yang cukup lama.

Sedangkan di lain sisi, aku yang berpikir, keputusannya untuk menemuiku adalah untuk saling melepaskan kerinduan di antara kami berdua. Mungkin inilah waktu yang tepat.

Aku yang sangat senang bertemu dengan Arav, ia langsung memelukku dengan hangat waktu itu.

Namun aku merasa ada yang janggal dari itu, baru pertama ini aku merasakan tangannya bergetar.

“Mereka siapa?”

“Apakah mereka pasangan?”

“Lelaki itu tampan juga. Tapi sayang, ya?”

Terdengar suara berisik yang bisa kami dengar dengan jelas di sekitar kami.

Dalam pertemuan itu, tidak ada kendala dan masalah sama sekali? Walaupun sedikit banyak orang yang memperhatikan kami? Namun selama bersama dengan Arav? Kami sudah terbiasa mendengar hal yang seperti itu.

“Riska ...! santai saja. Biasanya kan juga begini, kan.” 

Arav yang berada di depanku itu, memegang kedua tanganku sembari mencoba memberi pengertian. Sementara aku yang selalu malu jika bertemu Arav.

”I-iya, Mas! Ti-tidak masalah kok?” jawabku merasa sedikit tenang.

Bahkan tidak jarang, walaupun kami sedang bersama? Ada saja orang yang meminta untuk berkenalan. Jika tidak kepada mas Arav? Ya kepadaku.

Pernah juga ada kejadian yang cukup lucu saat itu. saat kami sedang berbincang, seorang lelaki juga pernah menghampiri meja kami sambil meminta sesuatu.

“Maaf kakak? Maukah kakak memberikan Nomor ponsel kakak?”

Tanpa basa-basi langsung ke intinya, aku suka lelaki seperti itu.

Sementara tidak lama dari itu.

”Saya belum pernah seperti ini sebelumnya. Biasanya orang yang pertama mengajak saya. Tapi melihat Anda? sepertinya saya sangat tertarik. Maaf kakak! Boleh saya meminta berkenalan.”

Kini, seorang wanita yang menghampiri kami. Dengan suara yang memikat, sambil menyerahkan ponselnya tanpa memperdulikan aku yang berada di sana.

Dengan spontan karena bingung. Aku langsung saling bertatapan dengan mas Arav.

Melihat kami yang begitu? Lelaki dan gadis itu baru menyadari suatu hal.

“Oh maaf? Saya tidak tahu ternyata Anda berdua sedang berkencan.”

gadis yang tadinya meminta berkenalan itu pergi meninggalkan kami.

“Sepertinya kalian sedang serius ya? Maaf? Saya hanya berusaha mencoba.”

Sambil menggaruk-garuk kepala lelaki itu berjalan mundur merasa malu.

Kejadian seperti ini sudah biasa bagi kami berdua, jika bukan kepada Arav? Ya hal itu juga terjadi padaku. 

Entah kenapa orang selalu mengira bahwa kami ini hanya kakak dan adik. Entah dari segi mana mereka menilai kami! Tapi kami tidak ambil pusing dengan itu.

Sebenarnya pertemuan kali ini entah bisa dibilang kencan atau tidak? Sebab? Aku hati kecilku merasa mungkin ini adalah pertemuan yang terakhirnya untuk kami berdua. Itu terlihat dari awal, Arav seperti sedang bimbang akan sesuatu, yang berusaha ia tutupi dariku.

“Sebelumnya aku ingin meminta maaf? Aku tidak tahu harus memulai ini dari mana,” ucap Arav tiba-tiba.

“Maaf tiba-tiba mengatakannya secara sepihak? Aku tidak berharap kamu mau memaafkan aku,” lanjutnya dengan menatap mataku.

DEG! Hatiku seperti teriris mendengar itu. Walaupun aku tidak tahu apa maksudnya berbicara begitu. Namun batinku seperti merasakan sesuatu yang sakit. Bahkan ini terlalu sakit.

"Maaf Mas? Saya harus ke belakang sebentar," ucapku sambil bergegas berjalan.

Tidak lama berlalu saat akan keluar dari toilet? Di depan pintu keluar entah ini kebetulan? Aku bertemu dengan salah satu gadis yang berada di sekitar kami berdua tadi.

Ternyata sejak pertama melihat kami, dia memperhatikan secara diam-diam dan mengikutiku dari belakang.

“Oh maaf? Saya sedang buru-buru.”

Gadis itu sengaja menyenggol bahuku dan lalu berjalan dengan perasaan tidak bersalah.

Namun aku tidak menghiraukan itu dan langsung pergi sambil menahan sedikit rasa sakit karena tidak ingin mencari masalah.

Walaupun aku tahu dia sedang mencari masalah denganku. Dan itu benar saja? Setelah itu dia menghampiriku lagi.

“Kamu sepertinya tidak menerimanya ya? Aku tahu kok! Perempuan yang pura-pura baik seperti kamu ini hanya bisa sembunyi dibalik pria yang kamu manfaatkan bukan?”

Wanita itu dengan tatapan tajam sambil memegang tanganku yang tidak membiarkan aku pergi begitu saja.

Aku tidak tahu dimana salahku, sehingga dia berbuat begitu kepadaku.

Saat aku ingin melepaskan genggaman tangannya yang begitu kuat? Tiba-tiba datang seorang wanita paruh baya menghampiri kami.

"Permisi nona-nona cantik? Bisakah Anda memberi jalan untuk wanita yang tua ini untuk lewat,” ucapnya.

Melihat gadis itu yang seperti tidak ingin melupakanku begitu saja? Wanita itu pun melakukan sesuatu.

“Oh iya! Siapa lelaki tampan itu? Sepertinya dia sedang berjalan ke arah sini,” gumamnya sambil melihat arah luar.

Walaupun wanita itu sedang bergumam, tapi itu bisa kami dengar sehingga membuat gadis itu melepaskan genggamannya.

Aku hanya mengira itu mas Arav? Mungkin karena aku terlalu lama di sini? Sehingga membuat dia cemas dan ingin memastikan aku karena khawatir.

“Ingat!  urusan kita belum selesai? Ini hari keberuntunganmu?” ucap wanita itu setelah melepaskan tangannya, lalu bergegas pergi.

Setelah aku keluar? Namun aku tidak melihat ada siapapun disana? Setelah aku berjalan menuju meja, aku masih melihat mas Arav duduk sambil menungguku. 

Namun di pintu keluar aku melihat wanita yang di toilet tadi tersenyum kepadaku. Sambil menurunkan kacamatanya? Dia sedikit memberi senyuman kepadaku lalu pergi begitu saja.

“Sedang melihat apa?” Mas Arav yang tiba-tiba sudah ada di depanku.

“Ti-tidak ada Mas? Bu-bukan apa-apa kok,” jawabku dengan perasaan bingung.

Setelah beberapa saat kami berbicara? Mas Arav masih ingin menjelaskan sesuatu denganku? Dimulai dari obrolan ringan, sampai ke obrolan yang serius.

Namun? Saat mas Arav ingin berbicara serius? Ponselnya berbunyi karena pesan masuk.

“Maaf Ris? Aku akan mematikan ponselku?” tutur Mas Arav sambil mengambil ponsel yang ada di saku nya.

“Tidak apa kok Mas? Coba dilihat dulu? Siapa tahu itu pesan penting,” jawabku.

Namun entah apa yang tertulis dalam pesan itu? Seketika wajah mas Arav berubah seperti ingin marah? Namun dia tidak tahu ke mana harus melampiaskan amarahnya.

“Ma-maafkan aku Riska?” ucap mas Arav sambil berdiri.

“Lho! kok tiba-tiba? Ada apa memangnya Mas?” tanyaku penasaran.

Tanpa mengatakan apa pun? Mas Arav langsung bergegas pergi begitu saja meninggalkanku sendiri di meja itu.

Aku yang saat itu masih bingung apa yang sebenarnya terjadi dengan mas Arav yang tega berbuat begini? Sifatnya yang tiba-tiba aneh membuatku bertanya-tanya.

”Aku mencintai kamu bukan karena kamu yang bagaimana? Tapi karena aku merasa bahagia saat bersamamu?”

Mas Arav yang tiba-tiba kembali sambil memelukku dengan hangat.

“Sebenarnya ...! kaulah alasan aku untuk tidak percaya pada cinta lagi,” lanjutnya sambil menahan air matanya.

Setelah melepaskan pelukannya? Dengan tergesa-gesa mas Arav kembali pergi begitu saja.

Sementara aku yang masih duduk diam di meja itu? Hanya bisa termenung sambil menundukkan kepala.

Aku tidak begitu paham dengan maksud mas Arav yang berkata begitu kepadaku?

“Aku pikir! aku telah kehilangan sesuatu selama ini? Namun aku baru sadar? Ternyata, bahkan aku tidak pernah mendapatkannya,” gumamku sambil mengingat semua kejadian yang pahit ini.

Tidak lama berselang? Aku dikejutkan oleh ponselku yang berdering.

“Siapa yang mengirim pesan ini.”

Namun! Pesan itu malah membuat aku semakin bertambah sakit hati? Belum cukup dengan semua ini. Hati ini terasa sesak tidak karuan. Seolah dunia berhenti berputar? Hanya untuk menertawakan keadaanku.

“Maaf kan aku Riska? Aku bukanlah orang yang mampu mengubah racun menjadi madu? Karena aku tidak bisa mengubah cinta kita, yang bahkan jauh dari kata, RESTU.”

Mas Arav yang mengirimkan pesan itu semakin membuat sakit hati.

Semua ini semakin menjelaskan bahwa? Aku mulai paham dengan semua ini. Aku tahu bahkan dunia saja tidak ingin melihat aku bahagia.

Namun ...! aku  harus bangkit? Karena semua ini akan berlalu singkat untuk menghabiskan waktu bersama orang-orang yang menghisap kebahagiaan dariku.

“Terima kasih atas selama ini Mas! Ayu tahu Mas harus mengambil keputusan yang berat. Namun? Ayu baru sadar? Bahwa kepergian Mas adalah caraku untuk merawat kesetiaan pada kesepian ini,” balasku melalui ponsel.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status