Daniel perlahan-lahan melepaskan tautan bibirnya. Ia menatap Daninda yang masih syok. Lalu mendekapnya erat. "Aku benci dengan kata'teman'yang keluar dari bibirmu.." Daniel mengucapkannya dalam dan penuh perasaan.Daninda bisa menghirup harum pria itu. Kepalanya tepat di dada Daniel. Matanya terpejam meresapi kehangatan dari tubuh Daniel. Tangannya terangkat membalas pelukan itu. Pria ini yang ia rindukan kemarin kini sedang memeluknya. Tidak mau menyia-nyiakan kesempatan. Takut jika saat ini hanyalah sebuah mimpi semata.Daninda menyukainya. Tidak tahu sejak kapan. Pikirannya terus pergi pada Daniel. Seharusnya ia tidak melakukan ini. Benar-benar tidak bisa melakukan ini. Namun perasaannya semakin menjadi ketika pria itu menjauh darinya. Daninda mengenalnya. Daniel sedikit berbeda. Semua momen yang tiba-tiba datang. Hanya pria itu yang hadir dalam hidupnya kini.Bagaimana Daniel memasu
Mengurus toko sendirian ternyata melelahkan. Di tambah ia pun harus menjaga Fahrania. Daninda memutuskan untuk mencari 1 pegawai untuk membantunya. Ia membuka lowongan pekerja dengan membuat pengumuman dengan selembar kertas yang ditempel di pintu toko. Berharap ada yang membacanya. "Rania, kamu jangan lari-lari, sayang. Nanti jatuh!" tegur Daninda yang sedang duduk di kursi kasir seraya menggelengkan kepalanya. Putrinya itu tidak bisa diam sama sekali. Fahrania mungkin bosan setiap hari di toko. Tidak ada waktu untuk bermain dengan anak sebayanya. Si kembar, anak-anak Deira jarang main ke toko. Pintu toko berderit, Daninda mengucapkan, "selamat datang.." sambil menundukkan kepalanya. Ia mengira pembeli. Ternyata Daniel, pria itu berdiri lalu berjalan dengan gagahnya menghampiri Daninda. "Untukmu," Daniel tersenyum sembari menyerahkan sebuket bunga mawa
Daniel senang Daninda mampir ke kantor. Sekretarisnya memberitahu jika kekasihnya menunggu di luar. Ia masih bersama tamu di dalam ruang kerjanya. Daniel langsung mengakhiri pembicaraan itu. Ia sudah tidak sabar bertemu Daninda. Daniel mengantar tamunya keluar. Disana Daninda sedang duduk di sofa. Mereka saling melempar senyuman. Rambut lurus, panjang. Kulit putih dan mata bulan separuh. Semua tentangnya begitu menawan. Apa Daninda peri atau manusia? Itu sampai pada poin dimana Daniel tidak yakin. Ia tidak bisa mengalihkan pandangan darinya. Daninda lebih cantik hari ini, terlalu cantik. Daniel tersenyum kapan pun melihatnya. Hatinya menggelitik. Ini adalah cinta.Daniel menghampiri dan Daninda bangkit dari duduknya. Tanpa di duga Daniel mendekat dan mencium pipinya. Seolah menunjukkan bahwa wanita cantik ini adalah kekasihnya. Daninda terkejut sendiri karena banyak orang disana. Tamu Daniel pun belum pergi. Mereka melotot. Selama ini Daniel tidak pern
Daninda menunggu. Ia duduk menempelkan punggungnya di pintu hingga larut malam. Daniel tidak keluar rumah juga. Ia menangis tersedu-sedu. Menyesali diri. Mengingat bagaimana Daniel memeluknya dengan hangat. Saat ia dulu hanya dipenuhi dengan air mata. Tanpa ia ketahui bahwa Daniel pun melakukan hal yang sama dibalik pintu. Hatinya tidak tega mendengar tangisan pilu tersebut. Tapi ia berusaha menahan diri untuk tidak membuka pintu dan memeluknya erat. Dirinya lebih terluka.Apa hubungan yang mereka jalani selama ini? Sia-sia. Disaat Daniel telah berharap banyak. Ia seolah tiba-tiba di dorong ke jurang yang dalam. Hati Daninda tercabik-cabik karena ulahnya sendiri. Ia sangat menyesal telah bicara seperti itu. Tidak menyangka Daniel datang. Daninda hanya menyelamatkan diri sendiri dengan mengorbankan perasaan Daniel. Ia merasa sangat bodoh sekali. Bagaimana bisa dirinya melakukan hal kejam itu? Menyakiti pria yang dicintainya kini.Daniel datang pada hari-harinya. Yang du
Daninda duduk menunggu Kusuma di Bandara. Kemarin ia kembali ke kantor Daniel untuk meminta alamat orang tua Daniel yang di Amerika pada Sekretarisnya, Siska. Syukurlah wanita itu memberikannya dengan sukarela. Dari kejauhan ia melihat Kusuma dan Deira yang berjalan mendekatinya. Daninda melambaikan tangan. Deira membalas dan memeluknya setelah dekat."Mas, jaga Daninda ya untukku. Kamu anterin sampe rumah Daniel. Pulangnya kamu jemput juga," ucap Deira cerewet."Iya, sayang," jawabnya. Daninda tersenyum. Bersyukur Deira mempunyai suami yang setia. Tidak seperti dirinya. "Ninda, kamu udah tau kan kita di sana cuma tiga hari.""Iya, Mas. Mangkanya aku bawa baju sedikit aja kok. Nggak bawa koper cuma tas ransel.""Ini tiketnya," Kusuma memberikannya pada Daninda."Makasih ya, Mas. Aku nggak tau harus bilang apa lagisama kalian." Daninda memandangi tiket itu dengan haru."Kamu udah aku anggap adik
Kusuma bersama Daniel mencari berkeliling di dekat rumah namun tidak ketemu. Mereka bingung harus mencari ke mana lagi. Tiba-tiba ponsel Kusuma berdering di dalam saku celananya. Melihat ID yang tertera di layar ponselnya. Ia segera menyentuh gambar telepon yang berwarna hijau."Halo, Ninda? Kamu ada dimana??!!" todong Kusuma khawatir. "Oh, begitu.. Ya udah. Yang penting kamu nggak apa-apa kan? Aku segera ke sana.""Ninda, ada di mana?" tanya Daniel cemas setelah Kusuma menutup teleponnya."Di hotel. Dia tadi naik taksi langsung ke hotel katanya." Kini mereka bisa bernapas lega. Dadanya yang tadi terasa terimpit kini mengembang kembali."Aku ikut ke hotel. Aku ingin bicara dengannya," ucap Daniel."Jadi masalah kalian belum selesai?" Kusuma tidak percaya ini. "Kamu menyakitinya?""Aku tidak mau mendengar penjelasannya," desah Daniel jujur. Ia mengusap wajahnya dengan kasar. Kusuma menarik t-shirt nya dan menceng
Pagi itu mentari telah memunculkan jati dirinya. Daninda masih bergelung selimut. Ia merenggangkan otot tubuh sebelum membuka mata. Matanya terbuka sedikit demi sampai menyadari ada sosok lain di sampingnya. Sontak melebar dan berjingkat kaget."Morning," ucap pria itu dengan tersenyum."Daniel.." gumam Daninda gugup. Pipinya merona. Pria itu tidak ragu lagi untuk mengecup keningnya."Aku ingin kita seperti ini setiap hari." Senyumannya membuat jantung Daninda berdetak lebih cepat. Dan bertanya-tanya dalam hati. Apa maksud dari kata-kata tersebut? Daninda berpura-pura tidak mendengarnya. Ia baru menyadari tampangnya jika bangun tidur. Buru-buru bangun dan merapikan rambutnya yang acak-acakan dengan jemari Daniel masih berbaring memperhatikannya. Terdengar suara seseorang mengetuk kamarnya. Ia menoleh pada Daniel. Itu pasti Kusuma. Pria itu tidak tahu jika Daniel menginap. Daninda bangkit dari ranjang. Ia memikirkan cara agar Daniel bersembunyi.&nb
Daniel menjemput Mango di rumah temannya. Ia di sambut gembira oleh Mango. Mereka saling merindukan. Tiap malam tidak pernah lupa untuk video call. Agar Mango tidak merasa kesepian ditinggal jauh. Tapi tidak mengurangi rasa rindu keduanya. "Mango, aku merindukanmu,My girl."Daniel mengelusbulunya. Mango sangatexciteddengan kedatangan pemiliknya. Anjing beras Golden Retriever."Sudah tidak galau sekarang, eum?" tanya teman Daniel, Yudi. Daniel mendongakkan kepalanya sambil tersenyum."Menurutmu?" Daniel tanya balik. Ia kembali mengelus Mango."Tidak, malah aku rasa dapat kabar gembira. Iya, kan?" tanya Yudi seraya mengerlingkan matanya."Ya, kamu benar," sahut Daniel sambil berdiri seraya senyuman yang tidak pernah lepas daribibirnya. "Terima kasih sudah merawat Mango ku dengan sangat baik.""Sama-sama, Romeo jadi tidak sendirian sejak ada Mango." Romeo, anjing milik Yudi, jenis