Home / Urban / Revenge / Di Jual

Share

Revenge
Revenge
Author: Yani Santoso

Di Jual

Author: Yani Santoso
last update Last Updated: 2021-02-02 21:04:48

"Dimana aku ... kenapa aku ada di sini?"

Gadis itu mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan, semua terasa asing baginya.

Karena, ruangan itu bukanlah ruangan tempat terakhir yang dia datangi.

Gendis, nama gadis itu.

Mengerjap-ngerjapkan matanya, sembari mengingat peristiwa terakhir yang dia lakukan.

"Bukankah aku saat ini harusnya berada di rumah, menerima tamu undangan pernikahanku. Kenapa aku ada disini, dan dimana ayah dan ibuku."

Gendis melompat turun dari tempat tidur dan berlari menuju ke pintu, untuk membukanya. Namun gagal.

Ternyata pintu itu dalam keadaan terkunci.

Sementara dia berada di dalam ruangan itu sendiri. Lalu, dimana Dirga?

Laki-laki yang baru saja menikahinya dan berjanji akan membahagiakannya ketika berada di hadapan orang tuanya.

"Dirga ... Dirga ... dimana kamu?"

Panggil Gendis, dia mulai merasa panik. Setelah beberapa saat tidak ada jawaban atau tanda-tanda ada orang lain selain dirinya di sana.

Gendis kembali berusaha membuka pintu, namun usahanya terasa sia-sia. Pintu itu tidak dapat dibuka tanpa menggunakan kunci.

Lalu, gadis itu berjalan menuju tempat tidur dan duduk di sisinya. Dia mulai terisak.

"Bapak ... Ibu ... tolong Gendis," rintihnya. 

Dia memperhatikan baju yang melekat di tubuhnya.

Semua masih lengkap, baju kebaya putih yang dia kenakan ketika ijab kabul dengan Dirga.

Gendis berusaha mengingat-ingat kembali, kejadian disaat dia menikah dengan Dirga.

Saat itu, setelah acara ijab kabul, hampir semua keluarga besar Dirga hadir, termasuk teman-temannya yang dia sendiri tidak kenal.

Hampir semua keluarga Dirga hadir dengan mengendarai mobil.

Namun, ada dua orang tamu yang menurutnya berbeda dengan yang lain.

Tamu itu datang dengan seorang sopir dan mengendarai mobil mewah. Semua teman Dirga sepertinya menaruh hormat padanya.

Tapi, dia tidak begitu mengingat wajah pria tersebut, tapi satu hal yang dia ingat. Pria itu bertubuh gendut dengan kepala sedikit botak.

Setelah para tamu satu persatu pulang, orang tua dan keluarga Gendis pun akhirnya berpamitan pulang, meninggalkan gedung tempat Gendis dan Dirga mengadakan resepsi pernikahan.

Hingga tinggal beberapa orang saja yang masih ada di sana. Termasuk pria gendut dan beberapa orang.

Mereka terlihat sedang membicarakan sesuatu, dan sesekali menatap ke arah Gendis yang duduk di temani oleh seorang keponakan yang menjadi pagar ayu.

Hingga akhirnya, Dirga menghampirinya dengan membawa segelas air minum dan menyerahkan padanya.

"Sayang ... minumlah, kamu pasti haus dan lelah."

Dirga menyodorkan segelas air putih ke tangan Gendis.

Tanpa rasa curiga, Gendis meminum air tersebut hingga habis.

Dirga memperhatikan Gendis yang telah menghabiskan minumnya, lalu tersenyum.

"Pinter." Dirga berkata sambil mengusap pucuk kepala Gendis.

Gendis menepis pelan tangan Dirga, karena merasa risih dengan apa yang dia lakukan. Walau mereka telah resmi menikah, namun mereka tidak saling mengenal sebelumnya. 

"Hei ... kita sudah menikah sayang, jangan memperlakukanku seperti itu," protes Dirga.

"Aku menikahimu karena permintaan ayahku, kamu ingat itu, kan?" 

"Semua akan berubah setelah malam ini, percayalah."

Lalu, Dirga meninggalkan Gendis untuk kembali bergabung bersama teman-temannya. Terlihat mereka tertawa-tawa sambil menenggak minuman.

Di saat yang bersamaan, Gendis merasakan kalau kepalanya tiba-tiba merasa pusing dan seolah berputar.

Dia memejamkan matanya sambil tangannya memegang erat kursi tempat dia duduk.

"Gendis, kamu kenapa?" Tanti, saudara sepupu yang bersamanya saat itu bertanya ketika melihat Gendis seperti mengalami sesuatu.

"Aku tidak apa-apa." Gendis menjawab.

"Kamu istirahatlah, biar Gendis bersamaku." 

Dirga berkata pada Tanti dan menyuruh gadis itu pergi. Lalu, Dirga duduk di sebelah Gendis yang sudah kehilangan separuh kesadarannya.

"Dirga, kamu ...."

Gendis tidak melanjutkan ucapannya, karena semua berubah menjadi gelap.

Namun dia masih bisa merasa, seseorang kemudian membopongnya keluar.

"Apakah aku pingsan, lalu seseorang membawaku ke sini ... tapi, siapa orang yang telah membawaku?"

Gendis berteriak menutup mulutnya begitu menyadari apa yang terjadi dan mengingat sebagian yang dia alami.

Dan disaat bersamaan, seseorang membuka pintu.

Gendis melihat ke arah pintu dengan dada berdebar.

Dan debaran di dadanya meredd begitu melihat siapa yang membuka pintu ruangan itu.

"Dirga!" teriaknya.

Namun Dirga tidak menjawab, dia melangkah mendekati Gendis yang masih mengenakan baju kebayanya.

"Kamu sudah sadar, Sayang ...."

"Apa yang akan kamu lakukan padaku."

Gendis melangkah mundur begitu Dirga mendekatinya.

"Bukan aku yang akan melakukannya malam ini, sayang. Tapi dia."

Seorang pria bertubuh tambun dengan kepala sedikit botak, muncul di belakang Dirga. Dia menyeringai ke arah Gendis.

"A--apa maksudmu, Dirga?"

"Kamu tidak akan menghabiskan malam pertamamu bersamaku, tapi ... dengannya."

"Kamu ... kamu."

"Jadi, menurutlah padanya, dia sudah membayar mahal untuk malam pertama ini."

Gendis merapatkan tubuhnya ke dinding. Sementara, Dirga melangkah keluar dari ruangan itu. Meninggalkan dirinya bersama laki-laki tua yang dia lihat di resepsi pernikahannya

"Tenanglah Manis ... aku tidak akan menyakitimu."

Pria bertubuh tambun itu semakin mendekat ke arah Gendis.

*****

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Lysa_Yovita22
Kasian banget Gendis.
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Revenge   Saling Memaafkan

    "Calon mantu?"Kali ini ayah Gendis yang mengulang kalimat.Dengan pandangan bingung, laki-laki paruh baya itu berdiri, mendekati tamu yang baru datang ke rumahnya.Ditatapnya satu persatu wajah orang-orang yang baru datang ke rumahnya itu."Gendis, apa benar, kamu kenal dengan mereka?" tanya nya.Diarahkan pandangan matanya pada anak perempuannya itu.Gendis mengerjap, merasa bingung harus dari mana dia menceritakan semuanya. Karena sejak kedatangannya kembali ke rumah, belum sempat bercerita pada kedua orang tuanya. Yang mereka tahu, kalau anak perempuannya telah pulang kembali ke rumah dan berkumpul bersama mereka."Bapak, Gendis kenal dengan mereka. Merekalah yang telah menyelamatkan Gendis dari cengkeraman jahat Dirga dan bapaknya," ujar Gendis menjelaskan."Saya Steve, Pak," ucap Steve sambil mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan bapak Gendis.Sejenak merasa ragu, lalu, disambutnya ukuran tangan pemuda jangkung yan

  • Revenge   Menyusul Gladys

    Steve membanting tubuhnya di atas tempat tidur, diembuskan kasar napasnya.Ada rasa kesal sekaligus kesedihan yang bercampur jadi satu.Dibukanya kembali surat yang ditulis Gladys."Bagaimana bisa dia melakukan ini padaku," dengkus Steve.Dia melempar surat itu kasar, lalu menenggelamkan tubuhnya di atas tempat tidur, tatapannya kosong, menerawang menembus langit-langit kamar.Diletakkannya sebelah tangan di atas dahi.Beberapa kali Steve merubah posisi tidurnya, lalu dia bergegas bangkit menuju lemari pakaian, mengganti piyama dengan kemeja lengan panjang, yang digulung hingga bawah siku.Rasa nyeri di perut, tidak dirasakan lagi."Tuan Muda, mau pergi? Biar saya yang nyetir mobilnya," ucap pak Markus, saat melihat Steve berjalan menuju garasi."Tidak usah, Pak. Saya bisa nyetir sendiri," jawab Steve."Tapi Tuan Muda belum sepenuhnya pulih ....""Pak Markus, aku bisa sendiri." Steve menolak."Tapi mau keman

  • Revenge   Gladys Meninggalkan Rumah Steve

    Di dalam kamar, Gladys terduduk lesu.Hati kecilnya ingin sekali tinggal di rumah ini lebih lama, terlebih saat ini sikap Steve tidak sedingin sebelumnya.Namun di sisi hatinya yang lain, keinginan untuk bertemu orang tuanya semakin menggebu, apalagi sudah hampir tiga tahun sejak Dirga membawanya keluar dari rumahnya, belum pernah sekalipun dia bertemu atau sekedar mendengar kabar tentang keluarganya.Cukup lama Gladys terpekur, sesekali matanya menatap langit-langit kamar, lalu kembali menunduk. Beberapa kali dia menarik napas dalam."Dys ... kamu dari mana?" tanya Suli yang baru keluar dari kamar mandi."Oh, aku baru saja dari halaman depan. Menghirup udara pagi," jawab Gladys.Dia kembali menunduk, meremas jari jemarinya, lalu beranjak menuju lemari pakaian. Suli memperhatikan setiap gerak-gerik sahabatnya itu tanpa mengeluarkan sepatah kata."Buat apa kamu mengeluarkan tas itu, Dys? Juga pakaian itu ....?" tanya Suli keheranan saat me

  • Revenge   Maaf

    Steve sudah kembali ke rumahnya, di hari kedua, dia bahkan sudah bisa berjalan-jalan di sekitar rumah, walau sedikit lambat.Namun pagi ini, rupanya ada yang sedang mengganjal hatinya, hingga membuatnya terlihat tidak tenang, wajah dinginnya terlihat sedikit murung.Akan tetapi, dia berusaha untuk tetap bersikap tenang, walau getar-getar di hatinya, membuatnya susah tidur.Beberapa kali dia menarik napas berat, lalu dengan kasar mengembuskannya."Tuan ...."Sebuah panggilan lembut mengagetkan lamunannya, Steve menoleh ke arah suara. Di sana, Gladys berdiri dengan menyembunyikan kedua tangannya ke dalam saku."Gladys, kamu sudah bangun?" tanya Steve."Sudah, Tuan sendiri ... kenapa sudah berada di luar. Ini masih sangat pagi," jawab Gladys.Steve yang mendengar pertanyaan Gladys menjadi sedikit kikuk, lalu dengan cepat dia menjawab, "Oh, aku ingin mencari udara segar. Berbaring di tempat tidur membuatku bosan.""Oh, begitu ..

  • Revenge   Love it or Hate it

    Gladys berlari sepanjang koridor, di belakangnya, Suli dengan napas terengah mencoba mengejar langkah sahabatnya itu.Pikirannya sangat kacau, ketika Roy mengabarkan kalau saat ini Steve tengah menjalani operasi, walaupun Roy juga sudah mengatakan kalau semua baik-baik saja.Kedua wanita itu kemudian masuk ke dalam salah satu ruangan, di mana terdapat dua orang pria berbadan tegap berdiri di dekat pintu.Mereka adalah anak buah Steve yang sengaja ditugaskan oleh Roy untuk berjaga di luar."Steve ... bagaimana keadaanmu?" tanya Gladys begitu dia berada di dalam ruangan."Dia baik-baik saja, operasinya berjalan lancar." Roy yang duduk di kursi sebelah brankar menjawab."Syukurlah." Gladys menarik napas lega sembari mendekat ke arah Steve yang masih terbaring.Gladys duduk di sebelah Roy, sembari meraih tangan Steve."Ouh ... sakit," rintih Steve ketika tidak sengaja Gladys menyentuh bagian tubuh Steve yang terlukan."Maaf, aku

  • Revenge   Sakit Hati Suli

    "Keluar, atau aku akan menyeretmu dari sana!" Gladys kembali berteriak. Suaranya menggema ke seluruh ruangan.Setelah menunggu beberapa saat, tidak ada tanda-tanda ada orang lain di dalam ruangan itu.Gladys berjalan pelan menuju meja, suara sepatunya memaku lantai.Tok tok tok ....Baru beberapa langkah, Gladys berhenti.Dari bawah meja, tampak seseorang berjongkok, lalu perlahan dia bangkit berdiri menghadap arah Gladys.Melihat siapa yang muncul dari balik meja, Gladys tersenyum. Lalu dia berkata."Kita bertemu lagi, Tania. Walau dalam suasana yang berbeda," ucap Gladys."Iya, senang bisa bertemu denganmu lagi, Gendis."Tania berkata sambil merapikan rambutnya, dia berusaha bersikap tenang, namun tetap saja, kegugupan tampak jelas di wajahnya.Tiba-tiba, Suli yang sejak tadi diam di depan pintu, berlari menghampiri Tania, dan tangan kanannya langsung bergerak cepat meninju wajah Tania.Mendapat serangan yang tib

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status