Share

05. Pertemuan

Richard membuka matanya dengan cepat, nafasnya sudah tidak teratur, bahkan detak jantungnya berdegup sangat kencang.

Mimpi itu lagi.

Mimpi yang bersarang di dalam ingatan Richard, karena itulah dia selalu ingin menghilangkan semua mimpi buruk dan teka-teki yang ada di kepalanya.

Richard menatap kearah jendela ruang kerjanya, dia tertidur karena terlalu kelelahan.

Setelah ia mengetahui bahwa orang yang menabrak Kirana hanyalah orang biasa, dan tidak ada hubungannya dengan semua ini.

Richard pun berdiri, lalu melangkah keluar dari ruang kerjanya, tapi matanya menangkap seorang gadis yang tengah memasak makanan untuk sarapan.

"Kirana?"

Richard berjalan menuju meja makan yang sudah ada beberapa masakan Kirana.

"Maafkan aku Kirana, tadi malam aku benar-benar gak bisa mengendalikan diriku," ucap Richard menyesal, dia tahu bahwa Kirana sedang berpura-pura tegar.

Kirana tak menjawab apapun, dia masih fokus memasak dan selalu menghindar kontak mata dengan Richard.

"Aku tahu kamu butuh waktu." Richard perlahan berdiri dan mau meninggalkan meja makan.

"Mandilah, aku sudah menyiapkan air panas, kamu bekerja keras tadi malam," ucap Kirana yang membelakangi Richard.

Richard pun tersenyum tipis, walau agak bersalah karena menyakiti Kirana, tapi Kirana masih baik hati kepadanya.

Dia pun melangkahkan kaki menjauhi Kirana, tapi langkahnya terhenti ketika mendengar suara dering telfon di sakunya.

"Nomor baru?" batinnya ketika menatap ponsel yang ia genggam.

Tak menunggu waktu lama, Richard pun mengangkat telfonnya. Namun dia tak mendengar suara apa-apa.

"Halo."

Hening, tak ada suara sedikit pun di balik ponselnya.

"Jangan mengganggu waktu saya."

"Richardo Elios."

Gerakan Richard terhenti saat dia hendak mematikan telfonnya, dia kaget suara yang ia benci memanggil namanya.

"Brengsek." Richard mengepal kedua tangannya, dia benar-benar sudah sangat emosi.

"Tenang dulu, aku cuman ingin menanyakan kabarmu, aku rindu padamu Richard."

"Jangan sebut namaku, dengan mulut kotormu."

"Ah sorry, bagaimana kalau Richo."

Richard langsung diam mematung, dia kaget dengan orang yang menelfonnya itu. Bagaimana dia tahu nama kecil Richard, padahal hanya Amanda ibunya yang tahu nama panggilnya.

"Brengsek! Siapa kau?"

"Eh? Emang namamu Richo?"

"Bacot anjing, Kau siapa brengsek!"

"Maaf kak, telfonnya salah sambung."

Panggilan pun di matikan, Richard mengacak rambutnya frustasi, dia ingin membanting ponselnya, tapi dia ingin melacak nomor yang baru saja menelfonnya.

"Aku akan menemukanmu pembunuh sialan!"

Di kediaman Hernandos, mereka kedatangan tamu yang tak di undang, tentu saja hal itu membuat wajah Justin menjadi emosi, karena bertemu dengan orang yang tak ia suka.

"Mau apa kau datang kemari?" tanya Justin kepada pria berjas hitam yang tengah meminum winenya.

"Apakah aku tidak punya hak untuk datang kesini?" tanya Pria itu membalikkan situasi.

"Bukankah urusan kita sudah selesai, kenapa kau datang lagi kesini, Jakson Wijaya."

"Tenang saja, aku gak akan lama, aku cuman ingin melihat pria kecilku." Jakson berdiri dan menatap bingkai keluarga Hernandos.

"Dia tidak lagi keluarga denganku."

Jakson tertawa renyah. "Aku tau kok, karena itulah situasi akan menjadi sangat indah untuk di nikmati."

"Penyakitmu kambuh lagi," ucap Justin yang pria yang di depannya, seperti psikopath.

"Hahahaha ... aku selalu bersemangat dengan anak itu, Richardo Elios." Jakson tertawa dengan keras sampai mengelilingi ruang kerja Justin.

"Kalau kau sudah tidak ada waktu, kembalilah ke tempatmu." Justin tak mau panjang lebar, karena dia sudah tau psikopath di depannya ini sangat berbahaya.

Mata Jakson menatap sebuah kamera kecil di samping pojok kas, dia pun berjalan dan mengambilnya.

"Licik sekali," gumamnya dan langsung menghancurkan kamera itu dengan sekali genggam.

Keynest langsung terjatuh dari kursi, dia tidak menyangka bahwa pria itu mampu mendapati kameranya yang sangat tersembunyi.

"Apa hubungan ayah dengan pria itu?" batin Keynest ketika mengingat percakapan dua teman lama yang baru berjumpa itu.

Dari pertemuan dua orang itu, membuat Keynest makin penasaran dengan kejadian yang sebenarnya. Selain ingin balas dendam kepada Richard, dia juga ingin memecahkan siapa di balik pembunuhan ibunya Richard.

Sedangkan dalam perjalanan, terlihat Richard mengendarai mobil dalam kecepatan yang sangat tinggi.

Richard turun dari mobilnya, lalu berjalan cepat menuju kantor, dia masuk tanpa membalas salaman dari para pekerja kantor.

Langkah kaki Richard membawanya sampai di depan ruangannya, tak menunggu lama, dia pun masuk kedalam.

"Arnold, apa kau sudah berhasil memecahkan kodenya?" tanya Richard yang baru saja masuk.

"Nomor yang baru saja kau kirim kodenya makin di perumit, bahkan temanku yang di china kewalahan dengan kode peretasnya," jawab Arnold yang masih menatap layar komputer dengan serius.

"Sial!" Richard menendang meja kantornya, dia makin emosi dengan orang yang selalu menerornya itu.

"Apa yang dia bicarakan tadi?" tanya Arnold.

"Dia tahu namaku waktu kecil, padahal hanya ibuku saja yang tahu namaku, bahkan si kakek Justin pun tak tahu nama panggilku."

"Sepertinya dia berbahaya Richard, kita harus hati-hati."

Richard dan Arnold langsung menyibukkan diri mereka dengan beberapa berkas dokumen dan beberapa link peretas kode.

"Mau sembunyi di manapun, aku akan menemukanmu brengsek." batin Richard.

.

.

Di sebuah bangunan kosong, terlihat beberapa tiga orang berjubah yang tengah duduk mengintari meja kotak panjang di depan mereka.

"Apa kau baru saja menelfon Richard?" tanya pria yang memakai topeng monyet.

Pria yang memakai penutup jubah, serta topeng hitam di kepalanya itu, mengangguk dengan pelan.

"Kau masih saja mengisengi anak itu, Master Black." Seorang wanita ikut menimpali percakapan dua orang itu, wanita yang memakai topeng dengan gambar monster merah.

"Apa kini kau merasa kasihan pada anak itu? Monster Momy."

"Diam kau Monkey."

Mereka bertiga asik berbincang-bincang. Dari arah tangga terlihat seseorang datang dan mengalihkan tatapan mereka.

"Halo Jakson," ucap Monkey sembari berdiri lalu memberikan salam.

Jakson tersenyum, lalu membalas jabat tangan Monkey, dia lalu berjalan dan duduk di samping Master Black.

"Apa kalian sudah memikirkan rencana itu?" tanya Jakson.

Master Black tersenyum manis. "Tenang saja, aku sudah menyiapkan banyak hal untuk, Richardo Elios."

Bersambung...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status