“Sistem…lakukan sesuatu….”
Tubuh Liora terangkat, lilitan tanaman sihir mencekik lehernya. Penglihatannya mulai kabur. Bandit berwajah luka mendekat dengan senyum kemenangan.
“Dua burung sekali tangkap, harta dan kekuatanmu akan menjadi milikku. Pengorbanan rekan-rekanku tak sia-sia.”
Liora mulai kehilangan kesadaran.
Namun, angin tiba-tiba berhembus liar, tajam. Sebuah cahaya melintas, dan dalam sekejap menancap di bahu pria itu.
“ARGHHH!”
Tubuhnya terpental, menghantam pohon dan terguling menjauh. Lilitan tanaman di leher Liora mengendur, membuatnya jatuh tersungkur, terengah-engah. Sementara Kael, yang tergantung, dibebaskan oleh tiupan angin lembut.
“SIAPA KAU!” raung bandit itu, matanya liar menatap sekitar.
Tombak yang tadi menancap di tubuhnya melayang kembali di udara lalu jatuh ke tangan pemiliknya.
Dari balik pepohonan, sosok pria muncul. Rambut pirang berkilau, mata biru tajam seperti langit musim panas. Jubah biru tua berkibar bersama hembusan angin.
“Orang sepertimu tak pantas menyentuh tanah ini,” ucapnya tenang, namun suaranya menggema penuh tekanan.
Bandit itu menggertakkan gigi. Tanaman sihir di sekelilingnya menggeliat, semakin pekat, sihir kegelapan menjalar ke tanah.
Namun pria misterius hanya mengangkat tombaknya. Udara seolah mengerut. Angin berputar cepat.
“Vortex Edge.”
Seketika badai kecil tercipta, memutar tajam seperti pisau. Tanaman sihir yang menyerang tercabik dalam satu tebasan angin. Pusaran itu menghantam bandit tepat di dada, teriakannya menggema sebelum tubuhnya hancur menjadi debu, lenyap ditelan udara.
Liora membeku. Dadanya naik turun. Yang ia lihat barusan… bukan sihir biasa.
Tiba-tiba. jendela sistem muncul di hadapannya.
Sistem
[Selamat! Anda telah menemukan Aelric Skywarden - Ksatria Penjaga Kebebasan]
[Enam penjaga dunia]
Liora tertegun. Aelric Skywarden? Karakter legenda dalam game. Pemimpin Ordo Ksatria Pelindung yang menghilang setelah perang besar bertahun-tahun lalu.
Dan kini… ia berdiri di hadapannya nyata.
Mata biru Aelric menatapnya tajam. “Siapa namamu?”
“Ah… aku… Liora,” jawabnya gugup. Ia memilih nama aslinya. Menyebut “Lyara” akan membawa resiko besar.
Pandangan Aelric masih menusuk, seolah membaca hingga ke dasar jiwanya. Tapi begitu melihat luka di bahu Liora, ekspresinya berubah. Ia menoleh ke langit.
“Aetherwing.”
Langit berpendar. Seekor burung raksasa bersinar turun dari awan, berbulu putih keemasan, mata bercahaya lembut. Aetherwing melayang anggun, kemudian mendarat di pundak Aelric.
“Aetherwing, Sembuhkan mereka.”
Aertherwing melangkah mendekat. Sayapnya mulai bersinar, memancarkan cahaya keemasan yang hangat. Aura penyembuhan itu menyelimuti Liora dan Kael. Rasa sakit mereda, luka menutup, dan tubuh terasa ringan kembali.
Liora memandang Aelric, penuh rasa terima kasih. Ia membungkuk. “Terima kasih..
Aelric menatapnya, sorot matanya yang biru membuat Liora merasa dirinya akan ketahuan.
“Siapa namamu?” tanyanya suaranya tenang namun penuh kewibawaan.
Liora tersentak. “Ah..Aku…Liora,” jawabnya cepat, berusaha menyamarkan kegugupannya. Dia memilih nama asalnya dengan sengaja, memakai nama Lyara akan membawanya dalam bahaya.
Tatapan Aelric tidak pernah lepas dari Liora. Ada sesuatu di balik sorot matanya masih curiga dengannya. Namun, saat melihat luka di bahu Liora, dia segera memutuskan lebih baik melakukan penyembuhan.
"Aetherwing” panggil Aelric dengan suara tenang.
Dari langit, muncul beast berbentuk burung dengan bulu putih berkilau keemasan, memancarkan aura agung yang membuat siapa pun kagum. Aetherwing mengepakan sayapnya perlahan, melayang anggun sebelum mendarat di dekat tuannya. Mata tajamnya yang bercahaya lembut menunggu perintah tuannya.
“Aetherwing, Sembuhkan mereka.” kata Aelric sambil menunjuk Liora dan Kael yang terluka.
Aertherwing melangkah mendekat. Sayapnya mulai bersinar, memancarkan cahaya keemasan yang hangat. Aura penyembuhan itu menyelimuti Liora dan Kael. Rasa sakit di bahu Liora perlahan menghilang, digantikan oleh sensasi damai dan segar. Luka di bahunya perlahan tertutup sempurna, tanpa meninggalkan bekas.
Liora memandang Aelric, penuh rasa terima kasih. Ia membungkuk. “Terima kasih. Tanpa bantuanmu, kami mungkin sudah tidak bernyawa.”
Aelric mengangguk kecil. “Panggil saja aku Aelric dan beastku Aetherwing.”
“Baik, Aelric.”
Mata Aelric mengeras. “Apa yang kalian lakukan di Hutan Terlarang?”
“Kami mencari tanaman obat,” jawab Kael, cepat. Ia menunjukan beberapa daun dari tasnya.
”Hutan ini bukan untuk mencari obat biasa. Banyak yang tersembunyi di balik pepohonan…termasuk sihir kegelapan yang meracuni tanah ini.
Liora menunduk. “Maaf…”
Langit mulai berubah jingga.
“Kalian harus segera pergi.” kata Aelric. “Bahaya jika ada di Hutan Terlarang di malam hari.”
Liora ragu sejenak. “Tapi.. bolehkah aku membalas kebaikanmu?”
Aelric mengeluarkan selebaran kertas sihir yang bersinar samar. “Kalau begitu datanglah ke Desa Talewind. Kita akan bertemu lagi.
Liora menerima kertas itu, matanya melebar. Peta bergerak perlahan di permukaan menunjukan tujuan yang ingin mereka datangi.
“Terima kasih…”
“Berhati-hatilah.”
Mereka berpisah.
Liora dan Kael berjalan perlahan hingga menemukan tempat aman untuk merapal mantra teleportasi. Saat lingkaran sihir menyala, Liora melirik kertas di tangannya dan Aelric kembali terlintas dalam benaknya.
Tepat sebelum sihir membawa mereka pergi, sistem kembali muncul.
Sistem
[Misi Baru: Lindungi Aelric Skywarden untuk menghentikan kehancuran Desa Talewind.]
[Waktu tersisa: 6 hari]
Liora terdiam. Nafasnya tercekat.
“Kehancuran Desa Talewind…?”
Namun sebelum ia bisa berpikir lebih jauh, mantra teleportasi menyala terang dan mereka menghilang, meninggalkan hutan yang mulai dipenuhi suara-suara aneh dari balik gelapnya dedaunan.
Catatan:
Maphir: Artefak kertas sihir yang berfungsi sebagai alat komunikasi ajaib yang bisa menampilkan peta yang ingin dituju, dan mengirimkan pesan jarak jauh.
Bab 1-9 di revisi. Selamat membaca dan suka👋
Perlahan, angin kencang dengan salju menjadi badai ganas, menggulung langit kelabu dan membekukan nafas siapapun yang berdiri disini. Ini bukan sekedar badai biasa tapi kemarahan dari Fronstntra.Dua matanya yang membara membelah kabut, menatap tajam ke arah mereka yang berdiri di hadapannya.“Kemurahan hatimu, Cael…. telah membawa kehancuran ini! Sudah kuperingatkan kau!”Cael mengepalkan tangan, rahangnya mengeras. Dia tahu, semua ini adalah buah dari keputusannya sendiri. “Saya… akan bertanggung jawab, Sang Naga.”Ysirth mengeluarkan tawa panjang, bergema hingga puncak gunung yang jauh. Suaranya mengguncang salju.“Ha..Ha…Ha.. Tanggung jawab?”Badai makin menggila. Liora yang berdiri di sisi Cael menatap sosok naga itu dengan tajam. Namun, saat matanya bertemu dengan tatapan biru Ysirth, sejenak waktu terasa seperti terhenti.“Zuko…” suara naga itu menggelegar, menyebut nama yang membuat mereka menegang.“Kau akan menerima hukuman atas kematian Lore.”Cael membatu.Lore yang menjag
Happy Reading ❄️Aelric berteriak, “Lioraaa!!”Tanpa sadar, Liora mengalirkan elemen Electro dari dalam tubuhnya. Pedangnya berubah memancarkan cahaya ungu menyala.Dalam satu tebasan cepat, ia membelah serangan es yang meluncur ganas ke arahnya. Retakan es menyebar di udara menjadi serpihan debu putih.Dari kejauhan, Cael menyipitkan mata, terkekeh. “Huh, keren juga. Tapi aku tidak akan kalah.”Ia melompat turun dari punggung Row dengan kelincahan khasnya, elemen icy mulai berputar di sekelilingnya.Liora melirik ke arahnya, senyum tipis muncul di bibirnya. “Kalau begitu, waktunya kita tunjukkan siapa yang sebenarnya berkuasa di medan ini.”Tanpa aba-aba, Blizzenok melolong dan meluncurkan serangan es ke arahnya. Bongkahan es sebesar manusia ditembakkan, memecah tanah. Liora melesat ke kanan, lalu ke kiri, menghindari setiap serangan dengan gerakan yang lincah dan berani. Saat satu serangan nyaris mengenainya, ia meloncat tinggi, mengalirkan elemen Electro ke pedangnya hingga bilahny
Cael dengan hati-hati memasukkan bunga Cryzale ke dalam ramuan yang sedang mendidih. Aroma manisnya menyebar di gubuk kecilnya, mengisi udara dingin dengan harapan yang hangat. Dengan cepat, ia melumuri ramuan itu ke seluruh tubuh ayah Erdo, yang terbaring membeku dalam keheningan. Seketika, cahaya biru berkilau memancar dari tubuh Erdo yang pucat, dan perlahan-lahan, warna kehidupannya kembali pulih.“Ughh... Aku di mana?” suara ayah Erdo terdengar lemah, tetapi penuh kebingungan.“Ayah..”Erdo memeluk ayahnya dengan penuh kebahagiaan, air mata mengalir di pipinya. Ramuan yang Cael berikan telah menghapus kutukan yang mengikat ayahnya, mengembalikan harapan yang hilang.“Terima kasih, Tuan Cael.” ucap Erdo, suaranya bergetar penuh rasa syukur.Namun, Cael hanya mengangguk acuh, wajahnya kembali dingin dan tak terbaca. “Kalian harus pergi dari sini, Liora,” katanya, nada suaranya tegas.“Tuan Cael, Anda harus kembali ke desa,” pinta ayah Erdo, gelisah, matanya penuh harap.“Tidak. Ram
Di puncak tebing berselimut salju, seorang pria bertopeng berdiri membisu, menatap ke bawah. Di bawah sana, kawanan Blizzenok bersorak liar, menikmati pesta dingin mereka dengan raungan yang menggema di udara. Angin membawa tawa dan teriakan mereka, tetapi Maltherio hanya menatap, muak karena harus tetap diam.“Berapa lama lagi kita hanya akan menonton?” gumamnya kesal, suaranya penuh ketidakpuasan. “Ayolah, Zuko. Sudah waktunya membuat sedikit kekacauan, bukan?”Anak laki-laki berjubah dengan kepala tanduk rusa perlahan menatap Maltherio. Ia melepas penutup kepalanya, memperlihatkan mata emas yang menyala di tengah badai salju, seolah menyimpan kekuatan yang tak terduga.“Diam,” ucap Zuko dingin, suaranya seperti salju yang jatuh perlahan, menambah ketegangan di antara mereka.Maltherio mendengus, topeng di wajahnya menyembunyikan senyum miring. “Kau tahu aku tak suka dipaksa menunggu. Kekacauan... adalah permainan yang lebih mengasyikkan daripada hanya diam melihat kawanan Blizzenok
Happy Reading ❄️Liora menghentikan langkahnya. Matanya menyipit, berusaha menangkap suara itu.“Aelric… kau dengar itu?”Aelric menoleh. Ekspresinya menegang.“Ya, aku mendengarnya.”Di kejauhan, bayangan gelap mulai terlihat di balik kabut. Para monster sedang mengelilingi sesuatu, gerakan mereka lincah dan penuh ancaman. Liora menahan nafas, jantungnya berdegup kencang.Lima monster kristal salju berdiri mengelilingi sesuatu di tengah lingkaran mereka. Tubuh mereka transparan, berkilau seperti pecahan kaca, memantulkan cahaya bulan yang redup.“Aertherwing, lihat dari atas!” perintah Aelric tegas, suaranya penuh otoritas.Burung besar itu langsung mengepakkan sayap emasnya dan terbang menembus hawa dingin, menghilang ke dalam kabut.Beberapa detik kemudian, Aertherwing kembali turun, wajahnya serius. “Ada anak laki-laki di sana. Ia terjebak... oleh Blizzenok.”Liora menegang. “Blizzenok?”Aelric tidak menjawab. Ia sudah menarik tombaknya, melempar dengan kekuatan mana penuh ke arah
Liora menatap kastil megah di halaman belakang Duke, dikelilingi oleh rimbunnya pepohonan yang menjulang tinggi. Saat gerbang besi perlahan terbuka dengan derit berat, hawa dingin dan misterius menyambut mereka. Langkah kaki mereka menggema di halaman belakang yang luas, menciptakan suasana yang penuh harapan dan ketegangan.“Jika ini dunia nyata,” pikir Liora, “kastil ini sudah pasti aku jadikan latar utama dalam novel.”Baginya semua terasa terlalu sempurna untuk dianggap nyata, terutama sosok karakter game Aelric, Roderick, dan sang Duke sendiri. Mereka bukan hanya berkarisma, tetapi juga tampak menakjubkan dalam kenyataannya.Di depan pintu belakang kastil, Aelric berdiri dengan Aertherwing, burung itu bertengger tenang di pundaknya. Di sebelahnya, Duke Vireon dan Theo menyambut mereka dengan senyum tipis.“Selamat datang, Liora,” ucap Duke Vireon, suaranya dalam dan penuh wibawa.“Terima kasih, Yang Mulia,” balas Liora, sedikit membungkuk dengan rasa hormat.Ia membalas senyum Ael