Share

Perjanjian pernikahan

Esoknya di kantor.

Tidak seperti biasanya, pagi itu El sudah stand by di ruangannya. Rose yang baru tiba kemudian menyapanya dan langsung duduk di tempatnya. Suasana menjadi sangat canggung diantara mereka.

Rose jadi bingung bagaimana dia membicarakan tentang pernikahan itu, tentang dia yang menerima tawarannya tersebut.

"Apa dia berubah pikiran dan tidak tertarik lagi dengan perjanjian itu? Ataukah sudah menemukan wanita lain?" pikir Rose bergelut, tapi dia tidak boleh gagal dalam misi itu.

Bagaimanapun caranya harus menikah dengannya dan mendapatkan kunci itu secepatnya, kalau tidak paman akan menarik Rose dan memberikan misi itu pada Hera.

Rose melirik El, mengintipnya dari ujung sudut komputernya. Pria itu terlihat tenang, tapi entah bagaimana dengan hatinya.

"Hanya setengah tahun, Rose kau pasti bisa." gumamnya dalam hati.

Tak lama Rose berdiri, dengan penuh keyakinan menatap El. El yang melihat sikap aneh Rose hanya melempar tatapan heran padanya.

"Ada apa? Kebelet pipis?" tanyanya.

Rose mengepalkan tangannya, sekarang berlagak bodoh padahal kemarin memohon untuk menikah dengannya. Rose melangkahkan kaki lalu menghampirinya.

Tatapannya semakin serius. Setibanya di depan meja kerja El, dia membungkukkan sedikit badannya dengan kedua tangan menekan meja.

"Ada apa? Kerja belum satu bulan sudah mau ambil gaji?" tanya El lagi, yang paling mengesalkan adalah dia mengatakan hal itu dengan wajah datar. No ekspresi.

Rose mengkerutkan alisnya, menatap El dan dibalas tatapan serupa oleh pria di depannya itu. Saat terpikir akan mengatakan hal itu, tiba - tiba gengsinya muncul.

El tertegun melihat pipi Rose yang merona, dia tersenyum kemudian mendongakkan kepalanya, tak lupa memasang senyum dingin menggoda.

"Kenapa? Apa sudah berubah pikiran dan mau menikah denganku?" tebaknya.

"Huh!" mendengus dengan wajah dingin, Rose menarik tangannya dan melipatnya di depan dada. Bagaimanapun harus tetap mempertahankan gengsinya.

"Hanya setengah tahun 'kan ... Aku~" tiba - tiba Rose menoleh kearah pintu dengan cepat. Telinga tajamnya menangkap suara langkah kaki tengah mendekati pintu.

Benar saja, tak berapa lama pintu terbuka. Ibu Regina, ibu El datang bersama beberapa pelayan wanita membuat mereka berdua terheran.

"Ibu, apa yang kau lakukan di kantorku pagi - pagi begini? Dan ... Apa - apaan ini?" tanyanya mengacu pada para pelayan yang dibawanya.

Entah apa yang akan ibu lakukan tapi kehadirannya pagi itu tidak bisa dipungkiri bahwa dia akan membuat masalah lagi. Tak lama dia menghampiri Rose.

"Aku ingin menemui calon menantuku, hari ini aku ingin mengajaknya untuk memilih gaun pernikahan." ucapnya membuat Rose dan El melotot karna terkejut.

Ibu kemudian memegang pergelangan tangan Rose lalu menariknya "Ayo, setelah memilih gaun masih banyak yang harus dilakukan. Ibu juga akan membawamu menemui seseorang untuk membuat surat undangan pernikahan. Oh ya tentang seserahan, ibu sudah siapkan."

Kenapa jadi begini? Rose belum begitu siap dan ini terlalu tiba - tiba. Tak lama Rose menoleh ke arah El, dia memasang wajah meminta pertolongan padanya.

El menghela nafas kasar "Ibu~ jangan terburu - buru seperti itu. Ini juga masih jam kerja, Rose tidak bisa pergi begitu saja."

"Jam kerja apanya? Setelah menikah Rose akan menjadi Nyonya di kantor ini."

Astaga, Rose benar benar sudah muak dengan situasi saat ini. Jika saja bukan karna misi, dia tidak akan sudi menerima pernikahan itu.

"Bibi." panggil Rose, dia akhirnya membuka mulut.

"Aku ingin memberitahukan sesuatu."

El terkejut mendengar pernyataan Rose, mungkinkah dia akan memberitahukan bahwa hubungan mereka sebenarnya palsu?

"Aku seorang anak yatim piatu, juga bukan dari keluarga terpandang sementara Tuan El sebaliknya. Aku jauh dari kata sempurna untuk type wanita yang pantas bersanding bersama Tuan."

El menghela nafas lega.

Ibu Regina mengelus tangan Rose "Apa yang kau katakan?Aku sama sekali tidak memandang semua itu darimu, asalkan anakku mencintaimu itu sudah cukup."

Rose tertegun, darinya dia merasakan suatu kehangatan yang belum pernah dia rasakan. Tangan lembut yang membelainya itu, begitukah kasih sayang seorang ibu?

"Perasaan apa ini?" batin Rose.

Melihat Rose terdiam, El takut dia akan memberitahukan yang sebenarnya, dia kemudian beranjak dan menghampiri mereka, dia melepaskan tangan ibu yang menggenggam tangan Rose "Ibu pulanglah, kita bicarakan tentang pernikahan lagi nanti." ucapnya.

"Kenapa nanti? El, ibu sudah memberitahu ayah tentang pernikahanmu, jadi semuanya harus segera di siapkan."

"Ibu memberitahu ayah?!" El kembali terkejut, tak lama tangannya menyentuh kepalanya dan memijatnya ringan dengan mata terpejam dan helaan nafas kasar.

"Kenapa, tidak boleh beritahu ayah?"

"Bukan begitu, aku hanya tidak mau mengganggunya dengan masalah ini. Ya sudah bu, biar nanti aku bicara dengan ayah. Sekarang ibu pergilah, Rose harus bekerja."

Ibu tampak tidak puas mendengar ucapan putranya tersebut.

"Rose seorang wanita yang mandiri dan pekerja keras, itu yang aku suka darinya. Jika ibu bersikap seperti ini maka akan membuat orang berpikir Rose menikah denganku hanya demi harta. Sekarang biarkan dia bekerja setidaknya sampai kita menikah."

El mengatakan hal itu sembari melirik Rose dengan senyuman, Rose tahu itu hanya kepalsuan.

"Yang Tuan katakan benar bu, kau bisa percaya padaku." ucap Rose membantu El bersandiwara.

Ibu terdiam sejenak, tak lama menghela nafas panjang "Baiklah jika itu yang kau mau, ibu akan pergi. Tapi hari minggu nanti, ibu akan memanggil seorang designer untuk mendesign gaun pengantin kalian. Jangan menolak!"

"Mm ...."

Setelah itu ibu akhirnya pergi bersama pelayan pelayannya. Tidak menyangka, akan ada hari dimana Rose dibuat repot dalam sebuah misi.

Menikah lebih merepotkan dibandingkan menerima misi membunuh 10 orang. Pikir Rose saat ini. 

Kini tinggal mereka berdua, Rose membalikkan tubuhnya hendak kembali ke tempat duduknya tapi El menahan tangannya.

"Ada apa lagi?" tanya Rose.

"Jadi kau sudah setuju untuk menikah?" tanyanya.

Rose menepis tangan El lalu melanjutkan langkahnya "Bukankah tadi sudah jelas? Tapi jangan besar kepala dulu, aku menerimanya karna kau pernah mengatakan akan menanggung semua biaya hidupku. Dan juga, mari kita buat beberapa perjanjian."

"Hm?"

"Buat perjanjian hitam di atas putih lengkap dengan materai. Cantumkan beberapa point tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan."

El berjalan menuju tempat duduknya.

"Baiklah, kau ingin bagaimana?" pria itu memasang wajah yang sangat menantang, menatap Rose dengan seringai senyum dan tatapan tajam. 

Rose mengambil kertas putih didalam laci meja kemudian menulis sesuatu dengan bolpointnya "Point pertama, pernikahan berlangsung setengah tahun saja." ucapnya.

"Setengah tahun ini, aku pasti bisa mendapatkan kunci itu." gumamnya dalam hati.

"Baiklah, point selanjutnya?" tanya El, wajahnya mulai serius.

"Point kedua, ini yang paling penting. Aku .. Tidak mau .. Disentuh!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status