Share

Sylvina cemburu

El menatap Rose yang bisa - bisanya berekspresi datar setelah mengatakan hal itu. Sebagai pria yang nyaris sempurna dari segala sisi, pertama kali baginya mendapatkan tawaran konyol seperti itu.

Bagaimana tidak? Ratusan bahkan ribuan wanita harus bersusah payah melakukan segala cara untuk bisa naik ke ranjang pria muda nan mapan tersebut, tapi lain lagi dengan gadis di depannya itu?

"Gadis yang sangat menarik." batinnya sambil tersenyum menyeringai. Tak lama dia mengulurkan tangannya, mengajaknya saling berjabat tangan sebagai tanda terjalinnya kesepakatan.

"Perjanjian hitam di atas putih lengkap dengan materi akan segera aku siapkan. Untuk pernikahannya akan diadakan satu pekan dari sekarang." ucapnya.

"Aku ingin acara yang sederhana dan tidak diumumkan pada publik." Rose menyambut uluran tangan El yang besar dan kekar.

"Setuju!" ucap mereka bersamaan. Tercapailah kesepakatan perjanjian pernikahan, dari pernikahan tersebut keduanya mendapatkan keuntungan tersendiri.

El benar - benar ingin tahu, sampai mana Rose mempertahankan gengsi dan jual mahalnya tersebut. Tak lama dia melepaskan tangannya lalu membalikkan badan, kemudian kembali ke kursi kepresedirannya. Dia menghela nafas lega, akhirnya masalah yang satu itu sudah dia atasi.

Hari berlalu begitu cepat, senja hampir dilahap kegelapan dan El baru selesai dengan pekerjaannya. Dia harus segera pulang dan memberitahukan hal itu pada ibunya.

Di kediaman besar Andrean. 

El turun dari mobil, berjalan menuju pintu dengan disambut beberapa pelayan rumah. 

"Tuan muda, anda sudah pulang." sapa seorang kepala pelayan rumah, ia menyambut El dan membantunya membawakan tas kerjanya.

"Hm. Dimana ibu?" tanyanya sambil menole mencari ke semua sudut ruangan megah tersebut.

"Nyonya ada di kamar." balasnya. 

El melangkahkan kakinya menuju beberapa anak tangga, hendak pergi menemui ibu di kamarnya. Namun belum berapa langkah tiba - tiba seseorang datang dan langsung memeluknya.

Semerbak wangi rambut panjang berwarna coklat dengan bando purple bertengger di kepalanya tercium oleh El, tak lama gadis itu mendongakkan kepalanya.

"Welcome Home." ucapnya lembut disertai senyuman yang begitu hangat.

"Hm. Sekarang sudah boleh lepaskan, Sylvani." balas El, dia tak kalah lembut dengan gadis tersebut.

Gadis bernama Sylvani itu malah mengeratkan pelukannya dan kembali membenamkan wajahnya disana "Tidak mau, Mama bilang kau akan menikah, berarti nanti ada wanita lain dan aku tidak bisa peluk lagi." 

Cemburu kah? El lantas mengelus rambut Sylvani, "Oh? Apa kau cemburu?" tanyanya, tanpa ragu Sylvani mengangguk dengan begitu semangat menandakan bahwa dia benar - benar cemburu. 

El terkekeh, lucu sekali kecemburuannya itu.

"Sylvani!" tiba - tiba terdengar suara ibu berteriak begitu lantang, mereka sontak menoleh ke atas. Ibu menatap tidak senang pada apa yang Sylvani lakukan pada El, dia kemudian menuruni anak tangga, menghampiri mereka.

Sylvani yang ketakutan langsung bersembunyi dibelakang tubuh El "Ibu jangan marah - marah." ucap El menenangkan ibunya.

"Diam! Kesini gadis nakal! Jangan peluk - peluk kakakmu lagi, sebentar lagi dia akan menikah dan mempunyai wanita lain. Jadi berhenti bermanja padanya."

"Aku tidak mau kakak menikah! Tidak mau!" teriak gadis berumur 15 tahun tersebut. Putri bungsu sekaligus adik kesayangan El, dia sangat dimanjakan olehnya.

El menghela nafas kasar "Ibu sudahlah, anggap saja ini yang terakhir sebelum aku menikah."

"Hah?" mereka berdua terkejut.

"Dia sudah setuju untuk menikah?" mata ibu berbinar - binar.

"Benar." balas El. Ibu sangat senang, tapi tidak dengan Sylvani. Dia melepaskan pelukannya lalu pergi meninggalkan mereka, dia marah, dia tidak mau ada wanita lain di sisi kakaknya itu.

Setelah itu ibu mengajak El ke ruang keluarga, ibu dan El membahas tentang pernikahan itu bersama - sama. El memberitahu ibu tentang Rose yang yatim piatu dan hidup sebatang, ibu tidak mempermasalahkan hal tersebut.

"Jadi pernikahannya dilaksanakan sepekan lagi? Aah aku akan mempersiapkannya. Mengundang tamu - tamu besar dan akan di siaran dibeberapa stasiun televisi swasta."

"Ibu." panggil El, "Lina ingin acara yang sederhana dan tidak dipublikasikan." tambahnya.

"Eh? Kenapa?" tanya ibu.

"Bagaimanapun dia tidak memiliki latar belakang yang bagus, sementara banyak sekali wanita yang memiliki latar belakang seperti kita yang ingin naik ke ranjangku." ucapnya. 

"Jika pernikahan ini diketahui banyak orang, Lina tidak akan merasa nyaman dan bukan tidak mungkin tidak ada orang yang iri lalu mengganggunya." jelasnya.

Ibu terdiam, apa yang El katakan ada benarnya juga. 

"Em ... Ibu mengerti. Baiklah sampai disini dulu, kau baru pulang, pergilah ke kamarmu dan istirahat." ucap ibu sambil mengelus bahu kuat El.

"Ibu juga, beristirahatlah." ia beranjak kemudian pergi.

Hari berganti, 

Seperti biasa, sebelum beraktifitas mereka menyantap sarapan pagi bersama terlebih dahulu. Tapi pagi itu, berbeda dari sebelumnya, Sylvani tidak banyak bicara dan memasang wajah cemberut.

"Dia masih marah?" batin El sambil melirik Sylvani. 

"El, nanti malam ajak Lina makan malam bersama ya." ucap ibu didepan mereka berdua, Sylvani semakin tidak senang.

"Hm." balas simple El.

Prak!

Sylvani meletakkan sendok makannya begitu keras di atas piring, dia meminum segelas susu putih yang langsung habis dalam satu tegukan, kamudian beranjak dan menenteng tas sekolahnya.

"Tunggu di mobil, nanti kakak antar." ucap El.

"Tidak perlu!" setelah itu pergi begitu saja. Sylvani masih marah ternyata, entah apa yang harus El lakukan untuk membujuk nya. 

Beberapa waktu kemudian, 

Di kantor, 

El melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya sembari menghentak - hentakkan pena ke permukaan meja, waktu menunjukan hampir pukul 8 namun Rose belum juga datang. Dia akhirnya mengambil ponsel dan menghubunginya.

Panggilan langsung terhubung "Hallo.." ucap El.

Beberapa detik menunggu jawaban namun tak kunjung dia dapatkan "Lina, Hallo? Dengar tidak hey! Sudah jam berapa ini? Kenapa belum sampai kantor?" tanyanya dengan nada sedikit tinggi.

Tapi Rose masih belum mengatakan apapun, tak lama suara riuh terdengar samar, seperti bunyi beberapa benda logam saling berbenturan.

Hal itu membuat El sedikit khawatir "Hallo? Kau dimana? Katakan sesuatu!" tegasnya.

"Kkrrrsskk.. H-hallo.. Tuan aku.." ucap Rose terputus dan tidak jelas, setelah itu diakhiri dengan suara suara sebelumnya.

"Apa dia sedang dalam bahaya?" pikir El, dia menutup telpon di ponselnya dan langsung menekan suatu tombol pada telpon yang terhubung dengan pihak resepsionis.

"Cari alamat Roselina bagian sekretaris Presdir, kirimkan dalam waktu 5 menit." ucapnya sembari bergegas.

Dia mempercepat langkah kakinya. Perasaan tidak tenang itu sungguh benar - benar mengganggunya, sebagai bos dan rekan kerja dia rasa harus melakukannya.

El memegang pintu kemudian menariknya, namun belum sempat melangkahkan kaki keluar, seseorang menabraknya.

BRUK!

Seseorang datang ke pelukannya, El melihat kearah gadis yang tengah mendongakkan kepalanya dan sepasang mata mereka tak sengaja saling bertemu.

Deg! Deg!

"Rose .. Lina?" 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status