Reza terdiam sesaat ketika mendapat pertanyaan yang mengguncang hatinya. Ia benar-benar tidak sanggup jika membayangkan Maya menjadi milik laki-laki lain. Meksipun pada awalnya dia tidak ingin cinta itu egois, tapi pada akhirnya hari Reza sangat berat untuk melepaskan Maya.
"Tidak, bisa saja dia hanya temannya!" seru Reza mencoba untuk tenang. "Teman? Apa kau yakin? Bukankah kau sendiri yang melarang Reza untuk berteman dengan seorang laki-laki selain kau dan Galang?" tanya Dewi membuat Reza tidak bisa menggerakkan anggota tubuhnya secara normal. Badannya langsung ambruk ketika membayangkan siapa laki-laki itu. "Hah, kau saja sampai seperti ini. Lalu, bagaimana dengan Maya?" Dewi menatap Reza lekat. "Selama ini mencintai Maya, apa kamu masih tidak tahu dengan jelas kalau perasaannya itu sangat halus? Maya adalah perempuan yang hebat, tapi juga rapuh, dan aku yakin kamu juga tahu tentang hal ini. Jadi, aku tidak akan capek-capek membuatmu percMemiliki cinta yang sejati adalah keinginan dan cita-cita dari sepasang suami istri yang disatukan dalam ikatan pernikahan. Namun, tidak semua pasangan yang bisa memilikinya. Meksipun begitu, Reza dan Maya berharap mereka bisa mendapatkan hal ini meksipun baru dari hatinya masing-masing. "Mas," panggil Maya lirih. Reza yang sedang membantu Maya mencuci piring pun melihatnya sekilas. "Iya, ada apa?" "Apa Mas masih belum percaya padaku, kalau aku hanya menyimpan Mas di hati ini?" tanyanya membuat Reza terdiam. Ada perasaan istimewa yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya. Rasa cinta dari Reza untuknya memang sangat besar, tapi sama sekali tidak mengharapkan balasan. Jika yang kita rasakan terhadap seseorang adalah cinta, maka kita tidak akan mengharapkan orang itu juga mencintai kita sama seperti kita yang mencintainya. Reza memilih untuk tidak menjawab dan menyelesaikan cuciannya terlebih dahulu. Setelah selesai, Reza meminta Maya untuk ke kamar lebih dulu, dan dia akan menyus
Pak Aris mengatakan kalau pekerja yang pulang pergi seperti Reza boleh pulang jam tujuh, kecuali sudah punya jabatan tinggi, atau tinggal di mes, baru diharuskan pulang setelah restoran tutup. Ada rasa sedih di hati Reza ketika membayangkan Maya di rumah hanya makan dengan kue instan saja atau mungkin hanya dengan telur, sementara dirinya di restoran makan enak. Apapun ada. Kecuali steak dan sejenisnya. Dengan penuh semangat, Reza pulang ke rumahnya. Bibirnya tidak berhenti tersenyum, ada kebanggaan tersendiri karena dirinya sudah bisa mengerjakan pekerjaan yang tidak pernah dikerjakan sebelumnya. Reza mengucapkan salam dengan wajah berseri. Namun, beberapa kali dia mengucapkan salam, tidak ada jawaban sama sekali dan hal itu membuat Reza khawatir. "Han? Apa kamu di dalam?" tanyanya setengah berteriak. Maya yang sedang terduduk di sudut kamar karena takut setelah mendengar suara yang menakutkan pun langsung keluar ketika mendengar suara Reza. Maya membuka pintu dengan sekuat te
Tepat jam delapan pagi, Reza sudah sampai di restoran yang akan menjadi tempat baru untuknya. Reza akui, ia memang hampir tidak pernah memberikan sentuhan langsung. Sekarang, mungkin Reza diminta untuk menebus kesalahannya. Reza mengikuti perintah kakeknya untuk mengatakan kepada ketua pengelola kalau dirinya hanya ingin mendaftar menjadi karyawan biasa. "Jangan Pak Reza, saya tidak enak hati jika harus memperlakukan Pak Reza seperti bawahan saya," ucap Pak Aris yang memegang kendali restoran ini. Reza tersenyum tipis. "Tidak apa-apa, Pak. Anggap saja Bapak tidak kenal saya dan di sini juga kan hanya bapak yang kenal sama saya, selainnya enggak," ucapnya membuat Pak Aris menghela napas panjang. "Kalau tidak begitu, nanti kehidupan saya akan semakin sulit, Pak," lanjutnya membuat Pak Aris terkejut. "Maksudnya bagaimana, Pak?" Aris langsung mengatakan semua yang terjadi kalau kakeknya sudah mengambil alih semuanya. Dari modal awal yang diberikan Abah Farhan sampai ke beberapa cab
Karena tidak kunjung keluar, Reza dan Maya memutuskan untuk pergi dengan perasaan yang sedikit kecewa. Mau bagaimana lagi, mereka berdua juga tidak bisa memaksa ibu itu dan keluarganya untuk tetap berbuat baik. Belum sempat berjalan jauh, Ibu pemilik warung berteriak memanggil Maya. Mereka terkejut bukan main ketika melihat apa yang dibawa pemilik warung dari dalam rumahnya. Reza dan Maya langsung mendekat dan melihat dengan jelas barang-barang itu. "Tidak perlu beli, kalian pakai saja," ucapnya membuat Reza dan Maya semakin terharu. Mereka juga meminta maaf karena tadi sudah berpikiran negatif dan langsung pergi tanpa berpamitan. Ibu pemilik warung mengangguk cepat. "Tidak apa-apa, ibu faham, lagipula tadi ibu memang terlalu lama di dalam. Soalnya kami lupa di mana menyimpan barang-barang ini," ucapnya yang juga tidak enak hati. Reza dan Maya menatap kertas yang tadi ditulis Reza, banyak, tapi tidak komplit. Lebih komplit yang dibawa Ibu Ningsih dari dalam rumahnya. "Bu, ini
"Apa kamu lelah, Han?" tanya Reza dengan suara yang lirih. Maya yang tidak pernah jalan kaki membuat Reza tidak tega melihat Maya dari tadi hanya berjalan kaki mengikuti langkahnya untuk mencari kontrakan. Maya terdiam sambil melap keringat yang bercucuran. "Tidak apa-apa, aku akan bertahan," ucapnya sambil berusaha mengikuti langkah besar Reza. Melihat ada sebuah warung kecil di depan, Reza berinisiatif untuk berhenti, dan membelikan minuman untuk Maya. "Kok berhenti, Mas?" tanya Maya heran ketika Reza duduk di warung kecil sambil memilih beberapa roti. "Kita istirahat dulu, ya, Mas capek," ucap Reza sambil terus memilih. Maya yang benar-benar merasa sangat lelah pun langsung naik ke teras rumah pemilik warung dan duduk selonjoran. "Dari mana, A, Teh, sepertinya bukan orang sini, ya?" tanya Ibu pemilik warung yang baru keluar dari dalam rumahnya. Reza dan Maya terkejut dengan sikap lemah lembut ibu pemilik warung. Sangar ramah. "Iya, Bu. Kami dari kota yang lumayan jauh, se
Maya dan Reza saling menatap dengan penuh kebingungan, mereka sana sekali tidak tahu maksud dari apa yang dikatakan abahnya. "Kekurangan? Maksudnya?" tanya Reza memberanikan diri. Reza yang bertanya, tapi Abah malah menatap ke arah Maya dengan lekat dari atas sampai ke bawah. "Kamu memang sudah berubah banyak, tapi bukan berarti saya akan percaya kalau kamu sudah berubah menjadi orang yang baik," ucapnya dengan suara yang datar, tapi berhasil membuat Maya yang ceria mendadak diam. "Maksud Abah?" Reza kembali bertanya, tangannya menggenggam tangan Maya kuat. Ada perasaan terluka ketika mendengar kata-kata barusan. "Abah tahu seperti apa Maya dari dulu. Abah memang suka padanya, tapi tidak sebagai menantu," ucapnya membuat luka hati Maya semakin melebar. "Cukup, Bah. Aku diam bukan karena menerima apa yang Abah katakan, aku hanya menghormati, tetapi Abah malah keterlaluan." Reza tiba-tiba bangku ketika mendengar Abah Farhan yang mengatakan secara tidak langsung kalau Maya bukan c