LOGINApa? Menikah lagi, ide macam apa itu?” tanya Albi yang terlihat marah.
“Dengarkan ibu dulu, Nak. Ibu hanya ingin kamu merasakan menjadi sekarang ayah, apakah ibu salah?” Laila memasang wajah yang sangat sedih. “Bu, Albi sangat berterima kasih dengan kekhawatiran ibu. Tapi untuk menikah lagi, aku tidak akan mau karena aku sudah mempunyai istri. Aku memilih Nayra sebagai istriku, aku mengambilnya dari orang tuanya dengan baik-baik. Aku juga sudah berjanji tidak akan menyakitinya. Jadi, aku tidak mau melakukan apa yang ibu mau untuk kali ini,” jawab Albi sambil menatap ibunya. “Albi, semua bisa diatur. Kamu bisa tetap menikah lagi walaupun Nayra tidak tahu, memiliki istri lebih dari satu itu tidak buruk. Kamu mampu membiayai keduanya, kamu punya segalanya. Jadi ibu yakin wanita manapun mau jika dijadikan yang kedua oleh kamu, Bi. Ibu sangat yakin itu,” kekeh Laila. “Bu, aku tidak mau menyakiti hati Nayra. Selama ini aku diam ketika Nayra di pojokan karena belum hamil, aku diam karena tidak ingin membuat keributan. Tapi sekarang, kenapa ibu malah ingin lebih menyakitinya?” tanya Albi yang tidak habis pikir dengan ide ibunya itu. “Albi, ibu tidak pernah merasa memojokan istri kamu. Semua yang ibu katakan memang benar adanya, bahkan semua keluarga kita pun tahu itu. Jadi, ibu tidak merasa memojokan dia. Kamu terlalu berlebihan menanggapi semua itu, Nak.” bantah Laila. “Terserah ibu saja. Tapi untuk ide ibu yang meminta aku menikah lagi, aku tidak setuju dan tidak mau. Aku tidak ingin menyakiti hati wanita yang aku sayangi dan cintai. Untuk mendapatkan Nayra itu sangat sulit, Bu. Setelah aku mendapatkannya sekarang, maka aku tidak akan pernah mau sampai dia terlepas.” Albi langsung pergi dari rumah orang tuanya. Dia merasa jika keinginan ibunya sangat berat dan sangat tidak dia inginkan. Jangankan menikah lagi, melirik wanita lain saja Albi tidak mau. Semua itu pasti akan menyakiti Nayra dan itu tidak ingin dia lakukan. Albi tidak habis pikir dengan permintaan ibunya, sungguh tidak pernah terpikir dalam pikirannya melakukan itu semua. “Bu, sepertinya Mas Albi tidak mau melakukan apa yang ibu minta. Lantas, apa yang harus kita lakukan sekarang?” tanya Aninda. “Kamu tenang saja, semua akan ibu atur kembali. Ibu sangat yakin jika Albi pasti akan melakukan apa yang ibu katakan. semua akan terjadi dan semua akan terwujud,” jawab Laila dengan sangat yakin. “Ibu memang terbaik.” Aninda tersenyum puas dengan apa yang telah dilakukan oleh mertuanya. Terlihat sekali jika Aninda sangat tidak menyukai Nayra. “Atur pertemuan mereka, ibu mau Albi tahu dengan siapa ibu memintanya menikah lagi. Dengan begitu, dia pasti akan mempertimbangkan keputusannya kembali.” Laila terlihat sangat yakin dengan keputusannya. Laila juga sangat yakin jika putranya akan menerima apa yang direncanakan, seseorang yang sudah dia siapakan membuat Laila sangat yakin seyakin-yakinnya. Aninda ikut tersenyum ketika mertuanya tersenyum puas. “Aku harap kamu bisa hancur, mbak Nayra!” batin Aninda. Segala macam cara sudah Laila lakukan. Rencana mempertemukan Albi dan wanita pilihan ibunya kembali gagal. Laila terus mencoba, namun lagi dan lagi gagal, Albi tetap pada pendiriannya untuk menolak apa yang diminta oleh sang ibu. Laila tidak menyerah sampai disitu, Aninda yang terus memberi dukungan membuat Laila yakin pada apa yang dia lakukan. Laila tidak tahu saja jika Aninda mempunyai misi yang tidak Laila ketahui. “Mas, pulang terlambat atau tidak?” tanya Nayra saat mengantarkan suaminya ke depan pintu rumah. “Sepertinya iya, ada beberapa pertemuan hari ini. Tidak apa, kan?” tanya Albi sambil mengusap pipi istrinya. “Kalau memang begitu, ya, tidak apa-apa. Tapi ingat, Mas jangan lupa makan dan harus selalu jaga kesehatan. Aku tidak mau mas melupakan kesehatan. Bekerja keras boleh, tapi harus seimbang dengan istirahat dan makan juga.” “Baik istriku,” Albi mencubit pelan pipi istrinya yang terlihat chuby. “Kebiasaan banget, sih, Mas!” Nayra cemberut. “Gemas sekali, sih.” Albi mengusap pipi Nayra yang tadi dia cubit. “Kalau begitu, Mas berangkat dulu.” Nayra mengangguk, setelah memberi kecupan di kening Nayra, Albi langsung pergi. Nayra terus menatap kepergian suaminya sampai mobil yang ditumpangi Albi gak terlihat. Nayra segera masuk. Albi melakukan kendaraannya bukan bertujuan ke kantor melainkan kerumah ibunya. Sungguh dia kesal pada ibunya yang terus menerornya supaya mau bertemu dengan wanita pilihannya. Bukanya Albi mau membohongi Nayra, hanya saja Albi tidak mau menambah pikiran buruk Nayra pada ibunya. “Akhirnya kamu datang juga, nak. Ibu selalu menunggu kamu, kenapa baru datang hari ini?” tanya Laila. “Bu, kenapa ibu terus bersikukuh ingin aku menikah lagi?” “Tentu saja karena ibu mau kamu memiliki keturunan,” jawab Laila dengan santainya. “Astaga, ibu! Apakah ibu mau menghancurkan rumah tangga anak sendiri? Aku sangat menyayangi Nayra, aku tidak mungkin membagi cinta dan sayangku pada Nayra. Mengertilah, Bu!” sahut lagi dengan tegas. “Kamu harus bertemu dulu dengan wanita pilihan ibu. Ibu yakin kamu akan setuju, Albi.” Jenuh dengan kata-kata ibunya, Albi lalu mengangguk. “Baiklah, pertemukan aku dengan wanita pilihan ibu. Tapi ingat, jangan sampai istriku tahu bahwa aku bertemu dengan wanita lain. Aku tidak mau menyakiti hati Nayra.” Senyuman langsung terbit di bibir wanita paruh baya itu. Laila merasa puas dengan jawaban Albi. “Baiklah, ibu akan menghubungi dia siang ini juga. Kalian akan bertemu saat jam makan siang, ibu yakin kamu akan senang bertemu dengan dia.” Tidak ingin berdebat dengan ibunya, Albi memutuskan untuk pergi ke kamar dimana dulu dia tempati. Kamar yang selalu dia jadikan tempat beristirahat ketika berkunjung kerumah orang tuanya. Albi lalu melempar tubuhnya ke ranjang, dia lalu memejamkan matanya. Wajah Nayra yang tersenyum terus terbayang. “Maafkan aku, Sayang. Aku hanya ingin membuat ibu diam dan tidak terus menerorku. Kamu tenang saja, mas tidak akan mungkin mengkhianati kamu apalagi meninggalkan kamu.” lirih Albi. “Mas, dipanggil ibu!” panggil Aninda sambil mengetuk pintu kamar Albi beberapa kali. “Astaga, aku tertidur dan baru sadar jika sudah jam makan siang,” gumam Albi. Setelah mencuci muka, Albi lalu turun dan berjalan menuju meja makan. Terlihat jika sang ibu tengah berbicara dengan seseorang. Albi yakin jika wanita yang sedang bicara dengan Laila adalah wanita pilihan Laila. Albi mendekat dan penasaran dengan wajah wanita itu, posisi wanita tersebut membelakangi Albi. “Kamu sudah bangun nak, duduklah dan kita makan siang bersama,” ucap Laila. Wanita itu berdiri, dia menoleh pada Albi yang masih berada di belakangnya. Albi kaget melihat siapa yang ada dihadapannya, keduanya saling menatap. Wanita itu tersenyum manis dan mengulurkan tangannya. “Hai, apa kabar?”“Mas!” panggil Nayra ketika suaminya baru saja keluar dari kamar mandi. “Kenapa? Apa masih kurang?” goda Albi sambil mengerling genit. “Apa sih, kamu ini kalau ngomong pasti ke situ-situ aja.” Albi tersenyum, dia berjalan menuju nakas dan mengambil air minum. “Lalu apa?” “Suami Kharisma itu siapa, sih? Bukannya kemarin kata Anin suami Kharisma itu dari keluarga Hartanto juga?” Mendengar pertanyaan Nayra membuat Albi langsung tersedak karena Albi memang sedang minum. Nayra mendekat dan mengusap punggung suaminya dengan lembut. Albi masih kaget dengan apa yang ditanyakan Nayra. “Kenapa sampai tersedak kek gitu, sih? Kaget banget aku tanya suami dari Kharisma?” “Bukan gitu, aku kaget aja tiba-tiba kamu tanya suami Kharisma. Ada apa?” tanya Albi mencoba bersikap biasa. “Aku bingung aja, Kharisma hamil tapi ibu bilang Kharisma ngidam mangga muda sama kamu. Apa hubungannya, coba?” “Masa sih?” Nayra mengangguk. “Baru saja aku liat ponsel kamu dan ada pesan dari ibu. Kharisma katany
“Mas, lagi liat apa, sih?” tanya Nayra yang berdiri di hadapan Albi. Albi yang sedang terus menatap ponselnya langsung mematikan ponsel itu dan menyimpannya. “Tidak, Mas kebetulan lagi periksa beberapa email yang masuk. Kamu udah darimana?” “Tadi habis dari tetangga sebelah, anaknya baru pulang dari luar negri. Aku yang sedang ada di halaman depan dipanggil dan berkunjung mencicipi beberapa oleh-oleh yang anaknya bawa,” jawab Nayra seraya duduk di samping suaminya. “Selama ini aku selalu diam dirumah, tanpa mengenal para tetangga. Rasanya sangat rugi sekali, ternyata tetangga kita baik-baik, Mas. Katanya mereka sebenarnya ingin mengajak aku untuk gabung ketika sedang berkumpul, tapi mereka agak segan sama kamu, Mas. Ada-ada aja,” imbuh Nayra. “Padahal mereka selalu menyapa Mas kalau Mas pulang atau pergi kerja,” jawab Albi sambil tersenyum. “Kalau sekali-sekali aku undang mereka ke rumah, boleh?” “Tentu saja boleh, kamu juga butuh teman ngobrol dan supaya tidak bosan juga di ruma
“Mas, aku hamil.” Albi terdiam, dia terkejut dengan apa yang dikatakan Kharisma, istri keduanya itu. “Mas, apakah kamu tidak bahagia mendengar kabar ini?” kata Kharisma kembali yang sontak membuat Albi tersadar. Albi menghela nafas panjang. “Apa yang kamu katakan itu benar?” “Apa Mas tidak percaya dengan apa yang aku katakan?” Kharisma berjalan menuju meja rias, dia mengambil alat yang tadi digunakan untuk mengecek kehamilan. Kharisma lalu memberikan alat itu pada Albi. Albi kembali diam, dia menatap benda yang kecil yang terlihat ada garis dua. Entah apa yang harus dia rasakan sekarang, apakah dia harus bahagia karena akan mempunyai anak? Atau dia harus bersedih karena anak yang akan lahir itu bukan dari rahim Nayra. “Kamu yakin ini adalah anakku?” “Apa maksud pertanyaan kamu itu, Mas? Apakah kamu pikir aku melakukan itu dengan pria lain?” Kharisma menatap tajam suaminya. “Apa kamu tidak sadar jika yang pertama kali melakukan itu adalah kamu? Aku tidak pernah tidak menyangka k
Anak cantik udah nyampe, sehat, sayang?” tanya Fitri menyambut kedatangan keponakan tersayang nya. “Aku sehat, tante. Aku mau main di sini, boleh?” “Kenapa tanya seperti itu? Tentu saja rumah ini terbuka lebar untuk kamu, kapan saja kamu bisa datang. Kamu mau tinggal disini juga boleh, jangan pernah bertanya seperti itu lagi. Kamu ini anak Tante, mengerti?” Nayra mengangguk sambil terlihat air matanya sudah akan jatuh, segera Fitri memeluk keponakan yang sudah dianggap sebagai anak nya itu. Albi mengusap punggung istrinya, Albi menatap Fitri seolah meminta supaya Tante dari istrinya itu menghibur istrinya. “Oh iya, sudah lama kamu tidak menginap dirumah Tante. Kamu menginap satu malam aja, boleh?” Nayra melepaskan pelukannya. “Aku gimana mas Albi saja, kalau memang diizinkan untuk tinggal disini, aku tidak masalah. Lagian aku juga kangen sih sama Tante, banyak banget yang ingin aku ceritakan ke Tante.” “Baiklah, kita akan menginap disini malam ini.” Jawaban Albi sontak membuat N
“Bu, tadi ada paket dan saya sudah simpan di ruang tamu.” kata wanita yang baru berusia lima puluh tahunan itu. “Paket apa, bi?” tanya Nayra pada wanita yang baru bekerja di rumah Nayra itu. “Sepertinya dari rumah sakit, Bu. Biar saya ambilkan dulu,” jawab Epi sambil berjalan menuju ruang tamu. Epi bekerja pada Nayra dan Albi baru dua bulan. Albi saat itu meminta Laila untuk mencari seorang art, karena art sebelumnya tidak bisa bekerja lagi. “Bu, ini suratnya.” Nayra mengangguk. Dia tahu surat yang sedang dia pegang itu adalah hasil pemeriksaan dari rumah sakit. Nayra berjalan menuju kamar, dia lalu duduk di sofa dan membuka amplop coklat dan segera membacanya. Dadanya sakit, sesak dan sepertinya dia kehabisan nafas membaca hasil pemeriksaan. Air mata mengalir begitu saja tanpa diminta, tidak percaya dengan apa yang dia baca barusan. “Apa yang akan Mas Albi katakan nanti ketika tahu hasil pemeriksaan ini? Aku yakin pasti Mas Albi akan kecewa sama aku, aku harus bagaimana?” liri
Aninda, Laila dan Rafael berjalan beriringan. Sementara Albi dan Nayra berjalan dibelakang, Albi menggenggam tangan Nayra, Albi terus melontarkan candaan pada istrinya. Albi tidak ingin Nayra bersedih, apalagi melihat Laila yang sedari tadi menggandeng Aninda dan memperlakukan Aninda sangat spesial. Tak lama Kharisma muncul dengan senyum manis pada Albi dan Nayra. “Mbak, kamu udah disini aja,” ucap Anin sambil menghampiri Kharisma. “Iya, tadi ada teman aku yang kebetulan tugas di rumah sakit ini,” jawab Kharisma. “Udah buat janji, kan?” imbuh Kharisma. “Udah, sepertinya languang masuk ruangannya aja.” Aninda mengusap perutnya yang sekarang sudah terlihat membuncit. “Mau ikut pemeriksaan juga kamu, Bi?” tanya Laila pada putranya. “Aku dan Nayra tunggu disini dulu aja, Bu. Lagian gak enak juga kalau ikut masuk ruangan pemeriksaan semua, kebanyakan,” jawab Albi sambil terkekeh. “Baiklah, sekarang kamu yang nunggu disini. Besok kamu ikut keruangan untuk memeriksa istri ka







