Share

chapter 3

Kejadian yang kemaren bagi aku trauma buat Mariam,aku tidak mau Mariam,jadi trauma,dimasa kecil nya.

Walapun Mariam bukan lahir dari rahim ku tapi aku sangat begitu menyayangi Mariam seperti anak kandung aku sendiri,aku sekarang tidak begitu terlalu untuk berfikir apakah aku bakal punya anak dari mas Bastian atau tidak ,itu aku gak mau berfikir jauh dulu.

Karena rezeki,jodoh,maut,itu semua Allah yang memberikan ,kita hanya berusaha,berusaha sudah,tapi Allah belum memberikan aku keturunan,aku bisa apa?.

Bastian menjelaskan ke istri nya ,bahwa Bastian akan pergi ke luar kota ,untuk menjalankan pembangunan mall di luar kota, zarianti sempat bingung,apakah di izinkan atau tidak,tapi ini semua demi perusahaan Bastian.

Zarianti bisa aja,menyuruh anak buah zarianti untuk menjalankan tugas suami nya,tapi zarianti tidak mau Bastian merasa kecewa sama zarianti.

****

Zarianti mengintip dari jendela. Mobil suaminya sudah masuk ke halaman rumahnya. Gegas ia turun dan ingin menyambut kepulangan suaminya dengan suka cita. Seminggu sudah suaminya pergi ke luar kota untuk pembangunan proyek pekerjaannya. Zarianti pun senang karena akhirnya rindu itu terobati kala sang suami pulang tanpa mengabari.

Suara bel pintu membuat zarianti berlari dan membuka dengan segera. "Assalamu_" zarianti tercekat kala mendapati suaminya pulang dengan membawa seorang wanita pingsan yang dibopongnya.

"Waalikumsalam. Siapkan kamar tamu, Ya," ujar Bastian.

Zarianti gegas membuka pintu kamar tamu, tanpa ingin bertanya dahulu siapa wanita itu. Setelah memastikan wanita itu beristirahat di kamar, Bastian mengajak zarianti keluar.

"Maaf, Sayang. Kamu pasti kaget waktu Mas bawa Claudia ke rumah. Dia anak tetangga Ibu yang tinggal di kampung. Tadi Mas lihat dia mau bunuh diri dan melompat ke jembatan. Waktu Mas lihat, tadinya Mas kira dia mau ngapain. Tahu-tahu dia ternyata menyusul kekasihnya dan yang lebih menyakitkannya, dia hamil dan si lelakinya itu tidak mau bertanggung jawab."

"Terus, kamu kasihan, Mas?" tanya zarianti tampak tidak habis pikir dengan apa yang suaminya lakukan. Dia bahkan belum sempat bertanya apa apa dan Bastian sudah lebih dulu bercerita.

"Ya kasihan lah, Ya. Dia ini gadis yang ditipu dan dihamili tanpa mau si lelakinya bertanggung jawab. Brengs*k banget kan?"

"Terus? Kamu mau ambil alih tanggung jawab itu?" Zarianti bersedekap sambil menatap lekat wajah suaminya yang terlihat salah tingkah.

Kemaren aja masalah Silvi numpang tinggal sehari, Rianti dan Bastian berantem, apa lagi sekarang perempuan hamil di bawa pulang oleh Bastian.

"Eh, ya nggak begitu, Sayang. Gini gini. Jangan emosi dulu. Kita duduk dulu dan kita rundingkan berdua. Claudia ini gadis desa. Dia belum berpengalaman hidup di kota dan kamu nanti bisa lihat langsung kalau dia sudah siuman. Dia ini polos, Mas paham sekali sama Claudia ini. Dia anaknya pak Tarno,orang dusun yang kerjaannya hanya angon kambing. Bagaimana Mas nggak simpati dan kasihan. Kalau dia kembali ke desa, bukan hanya cibiran tetangga yang didapat. Malunya itu loh... kasihan kan? Bagaimana kalau kita adopsi anak dia yang ada dalam rahimnya, setelah itu kita biarkan dia pergi setelah memberikan anak itu pada kita. Anggap aja, ini pancingan biar kamu cepat hamil. Siapa tahu, dekat dengan Claudia kamu bisa ketularan."

Manik mata zarianti memancarkan kemarahan nyata. Bastian harus memikirkan banyak cara agar istrinya mau memahami keinginannya.

"Maksud Mas apa?" teriak Rianti.

"Sayang. Mas itu sayang sama kamu, sama mama, sama ibu juga. Kita nikah udah 8 tahun. Usaha dari yang herbal sampai medis sudah, nyatanya Tuhan belum juga kasih anak sama kita. Siapa tahu dengan membantu Claudia melahirkan anak tak diharapkan itu, hidup kita akan sempurna. Mas janji nggak akan macam-macam. Cinta Mas tulus sama kamu, serius dah. Swerr ... kan kamu tahu sendiri. Mama suka ngomel sama kamu kalau berkunjung dan nanyain anak. Mas nggak tega kalau harus ngeliat kamu dibentak atau dimarahi mama. Nanti Mas akan minta Claudia jadi asisten rumah tangga kita selama tinggal di sini. Biar kamu nggak curiga sama Mas dan menganggap Mas ada perasaan sama Claudia itu."

"Nggak ada. Kagak jamin Mas nggak kegoda sama dia," tolak zarianti.

"Kok kagak jamin? Baiklah. Mas jamin, kagak tergoda. Lagian, Mas kan jarang pulang ke rumah. Nanti kamu bisa ngontrol sendiri pergerakan Claudia dan kamu pasti nggak akan curiga deh. Kasih kesempatan Claudia buat hidup dan merasa tidak sendiri. Ya?"

Bastian menghiba. Bahkan matanya yang sangat mengharapkan keturunan, membuat zarianti tak tega. Ia memikirkan ulang kata-kata Bastian mengenai anak pancingan.

"Baiklah. Selama tinggal di sini, dia ini aku awasi. Awas aja kalau Mas macam-macam."

Bastian segera memeluk tubuh zarianti yang sangat wangi. Sengaja zarianti menyambut kepulangan suaminya dengan cinta, walau ada sedikit rasa kecewa namun sikap Bastian yang lembut membuatnya luluh.

"Kamu tetap cantik dan mempesona, Sayang. Mas kangen banget," bisik Bastian saat merebahkan badan zarianti ke atas ranjang.

"Mas mandi dulu gih. Masa habis kerja nyosor aja," protes zarianti. Namun karena terlanjur berminat, Bastian langsung membawa Rianti dalam pelukannya.

"Mas udah kangen sama kamu. Mandinya nanti saja, kalau sudah mandi keringat sama kamu. Kamu cantik pake lingerine merah itu. Baru ya?" tanya Bastian lembut sembari memainkan jarinya di bagian tubuh zarianti yang terbuka.

"Nggak. Ini kan hadiah hantaran Mas waktu itu. Baru Rianti buka karena kasihan kalau kelamaan dianggurin," terang Rianti.

"Baiklah. Biar nggak lama nganggur, langsung dipake aja seisi-isinya."

Bastian langsung tancap gas. Menyalurkan hasrat yang sengaja ia keluarkan pada sang istri, setelah ia membawa Claudia ke dalam rumahnya.

Zarianti merasa suaminya begitu bergairah, hingga ia kewalahan dan tertidur pulas setelahnya. Bastian mencium kening sang istri dan menutupi tubuh yang sudah ia sentuh lalu ia beranjak pergi setelah memakai semua pakaiannya. Bastian pergi ke luar dan mengecek keadaan Claudia yang tadi sempat pingsan karena terlalu lama menangis di dalam mobil.

Claudia Anggraini. Mantan kekasih Bastian yang kembali dekat setelah wanita itu dipertemukan dalam sebuah keadaan yang sulit dijelaskan. Claudia yang memintanya bertanggung jawab atas perbuatan khilafnya saat itu dengan Bastian. Bastian yang memang masih memiliki sedikit empati, tak tega melihat Claudia yang menangis tersedu di depannya dan Claudia yang memohon agar dia mau membawanya pulang. Bahkan Claudia berjanji tidak akan menyakiti keluarganya dan tidak akan meminta anaknya nanti jika dia sudah dilahirkan.

Krek!

Bastian melihat Claudia yang masih terpejam. Melihat selimut yang sudah tersingkap, Bastian membantu menutupnya kembali.

"Mas... jangan! Jangan!" racau Claudia.

Claudia mimpi buruk dan bahkan sampai meracau. Bastian yang bingung, mencoba membangunkannya.

"Clau, hey. Kamu mimpi buruk, kah?"

Bastian yang memang cenderung penyayang itu, tidak tega melihat kegelisahan Claudia meski sedang dalam keadaan terpejam. Claudia yang tersadar dan terbangun, segera bangkit dan langsung memeluk Bastian.

"Kamu mimpi buruk?" tanya Bastian.

Claudia mengangguk sambil meneteskan air mata.

"Sudahlah. Itu hanya mimpi. Lupakan mimpi burukmu itu dan jangan lupa berdoa sebelum tidur. Ya?"

Bastian hendak beranjak namun tangan Claudia mencegatnya.

"Jangan pergi. Aku takut sendiri. Please..."

"Baiklah. Aku tunggu kamu terpejam tapi jangan lama-lama. Istriku ada di kamarnya," ucap Bastian pasrah.

Claudia menyeka air matanya dan tersenyum. Dia memikirkan cara agar Bastian mau menemaninya lebih lama. Sungguh kehamilannya ini, membuat ia kehabisan akal dan memilih menggunakan simpati mantan kekasihnya itu demi bisa membuatnya bernasib lebih baik.

"Mas, kepalaku pusing," keluh Claudia.

"Kayak ada pakunya di sini," tunjuk Claudia dan berdrama seperti memijat kepalanya.

"Sini, aku bantu pijatkan."

Bastian duduk agak mendekat dan memijat dengan pelan kepala Claudia. Claudia membuat suara seperti sedang keenakan saat dipijat dan itu membuat Bastian sedikit merasa terpacu. Terlebih tangan Claudia yang mulai nakal dan sekilas menyentuh bagian Bastian yang tampak menegang.

Mereka tidak tahu ada sepasang mata sedang memperhatikan mereka berdua, Rianti hanya menangis,melihat adegan suami nya dengan wanita itu.

"Kata nya hanya tetangga,tapi kenapa seolah olah mereka sudah dekat dan akrab."Rianti bermonolog sendiri.

"Apa salah aku mas,kenapa kamu tega menduakan aku mas,apakah cuma karena aku belum di kasih keturunan sampai sampai kamu menduakan aku,mas,kamu yega mas,kamu mempermainkan perasaan aku mas,kamu menodai cinta kita mas,barusan kamu bilang ,aku lah segala buat kamu,tapi bukti nya ,semua itu hanya ucapan palsu mu saja mas."

"AKU BENCI KAMU MAS BASTIAN."Zarianti benar benar sangat kecewa atas perlakuan bastian terhadap diri nya.

Akhir nya zarianti pergi meninggalkan manusia yang sedang bermesraan di dalam kamar, Rianti tidak mau melihat nya kembali, Rianti merasa jijik melihat prilaku mereka berdua.

"Maaf," ucap Claudia sengaja.

"O-h, nggak apa. Sudah enakkan?" tanya Bastian.

"Belum. Malah kayak masuk angin. Mungkin minta dikerok. Mas ada minyak angin? Claudia minta gosokkan ke punggung. Nanti bagian depan Claudia yang balurin. Nggak enak banget badannya," rintih Claudia.

Bastian sedikit ragu. Namun, lagi-lagi wajah memelas Claudia membuatnya tak tega. la mengambil minyak kayu putih dan Claudia bangkit dengan membuka baju dressnya. Punggung putih bak susu tanpa noda, membuat jakun Bastian naik turun. Terlebih Claudia membuka seluruh baju bagian atas dan sengaja hanya menutupi tubuhnya dengan selimut.

"Mau dikerok apa dibalurin aja?"

"Balurin aja."

Lagi-lagi Claudia mengeluarkan suara desahan khas, yang membuat Bastian merasa meremang.

Bastian bingung dengan ini semua,disisi lain Bastian takut zarianti terbangun dari tidur nya dan melihat kelakuan dirinya bersama claudia.di sisi lain Bastian kasihan melihat claudia yang melakukan nya sendirian tanpa ada yang membantuin,sedangkan claudia sedang hamil anak Bastian.

"Udah?" tanya Bastian memastikan.

"Perutnya sekalian biar enakan," ucapnya.

"Biar claudia sendiri. Bisa kok," kilah Claudia.

"Biar Mas sekalian."

Bastian melihat ke arah bagian tubuh Claudia yang hendak dibalurkan. Ia sengaja tidak melihat ke arah wajah Sivia, takut khilaf mendera. Tangan claudia mengulur ke panggul bastian dan tersenyum.

Masyaallah Claudia benar benar menggoda iman aku,mudah mudahan iman aku kuat ,ya Allah jangan sampai tergoda.

"Makasih ya. Maaf merepotkan." Bastian hanya mengangguk dan meletakkan kembali minyak kayu putih itu. "Mas, tolong kancingkan BH-nya," ucap Claudia mendayu.

"O-h. Oke."

Tangan Bastian terulur, hendak mengaitkan kancing BH yang Claudia minta. Tangan Claudia mencekal tangan Bastian dan membawa kedua tangannya untuk bisa menyentuh kedua gunung kembar miliknya.

"Mas, maafkan aku yang dulu pernah menyakitimu. Sungguh, aku merasa jika ini adalah karma karena sudah pernah meninggalkanmu. Maafkan aku, ya?"

Claudia menatap manik Bastian lekat dan seperti terbius dengan ucapan dan tatapan mantan kekasihnya itu.

"Tak masalah. Aku sudah melupakan."

Namun, bukan Claudia namanya jika ia tidak memiliki trik menjerat Bastian. Dia mendekatkan bibirnya dan menciumnya dalam. Meresapi nikmatnya cinta sesaat yang sudah membius akal nuraninya. Bastian pun tak kuasa menolak. Ia menikmati serangan cinta Claudia dan keduanya melakukan hubungan yang tidak semestinya yang sudah pernah ia lakukan sebelumnya.

***

Zarianti meraba ke sekeliling. Melihat suaminya yang sudah tidak ada di kamarnya. Namun ia kembali tersenyum saat mendengar suara percikan air dari arah kamar mandi. Lima menit Zarianti duduk di atas ranjang,menunggu suaminya selesai mandi dan mengedarkan pandangan melihat jam pukul 4 pagi.

'kamu sudah pulang ke kamar kita mas,kamu pasti habis melakukan kembali dengan mantan pacar kamu itu mas,kamu benar benar pinter bermain sandiwara di depan aku mas,kamu bilang dia perempuan yang di campakkan oleh pacar nya dan tidak tanggung jawab,ternyata pacar nya adalah kamu mas,pantesan kamu sering sekali minta izin ke luar kota mas.' Rianti bermonolog sendiri,tidak sadar air mata Rianti akhir nya jatuh juga.

"Sudah bangun?" tanya Bastian saat mendapati istrinya yang tersenyum saat ia baru keluar kamar mandi.

"Sudah dong. Masa dah senyum gini, belum bangun. Tumben awal? Biasanya kalau habis olahraga malam, bangunnya kesiangan," ucap Zarianti.

"Itu kan biasanya. Malam tadi, luar biasa. Pelayananmu memuaskan. Mas suka dan makanya Mas bisa bangun lebih awal karena menginginkannya lagi," rayu Bastian.

"Dih. Nggak capek apa? Rianti aja belum mandi," protesnya.

"Hahaha, nggak, Sayang. Bercanda. Dah sana mandi. Hari ini Mas mau ajak kamu liburan ke Ancol."

"Iyakah? Yee..."

Sorakan Zarianti membuat Bastian merasa lega. Beruntung setelah melakukannya dengan Claudia, ia buru-buru kembali ke kamar Zarianti dan tidak ketiduran di sana. Ia akan membuat istrinya senang agar kelakuannya tidak dicurigai sang istri.

'mas...mas...kamu pinter sekali memutarkan kata kata mas,ingat mas,aku bisa saja menjatuhkan perusahaan kamu sejatuh jatuh nya mas,tapi aku masih bisa terdiam saat ini mas,aku mau lihat sejauh mana kamu akan mempermainkan dan ngebohongi aku mas.'ujar zarianti melihat bastian sambil tersenyum kecut.

'setiap kamu berbuat menyakitkan di belakang aku mas,setiap hari juga aku merasa sakit hati ini,aku merasa kecewa dengan mu,mas,tapi aku tidak bisa berbuat pa-pa lagi mas,karena emang kamu menginginkan seorang anak hadir dalam hidup mu mas,apakah aku akan menikahi mu saja mas,dengan mantan pacar mu itu yang sekarang lagi hami anak kamu mas.' Zarianti berpacu dengan pikiran nya sendiri.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status