Axelle dan Christ menjatuhkan diri ke lantai mendengar suara tembakan itu. Sedang anak buah Tiger Wong berhamburan keluar mencari si penembak jitu dengan senapan laras panjang itu.
Tiger Wong terhempas ke lantai dengan oeluru menembus kulit dadanya dan hampir menyerempet pelipis kanannya. Darah seketika mencair di lantai itu.
"Dasar kalian para oemuda brengsek. Licik, msinnnya di belakang!" Masih bisa ngiceh aja si ketua mafia.
Axelle bangun di susul Christ dan meringkus Tiger Wong yang sudah tak berdaya. Darah segar yang mengalir dari dada kirinya membuatnya gelap meski matanya masih terbuka.
Gama da Kaifan si penembak jitu terlihat sigap menangani anak buah Tiger Wong. Srketika Apartemen itu riuh dan rame. Semua petugas keamanan apartemen diturunkan untuk ikut menangkap anak buah Tiger Wong. Apartemen yang mewah menjadi tempat komplotan para mafia beserta pimpinannya.
"Kerja bagus Kai," Axelle mengacungkan jempol kanannya sebelum berlalu tu
Dari keterangan Gamma Pramudia tentang kasus yang melanda adik tirinya, saat ini sedang dilakukan pengusutan dan penyelidikan. "Dia menginginkan perusahaanmu," siang itu ketika jam bezuk sedikit terlambat Axelle menemui Praditia Wicaksana. Pria yang umurnya terpaut beberapa tahun dengan kapten muda itu hanya mengangguk bahkan tidak kaget sama sekali. "Semenjak kapan kamu mengetahuinya?" tanya Axelle merasa salut dengan sikap pria tampan berwajsh axetik itu. "Dari awal. Hanya saja Aku belum yskin. Aku kira dia bekerja sama dengan Cathrine ternyata dia bekerja sama dengan mafia itu." "Apa kamu mengensl Tiger Wong?" Praditia Wicaksana menatap Axelle tanpa ragu. "Kekasih gelap Ratu Prameswari," jawaban itu dirasa membuat sang kapten itu terhenyak. "Jadi___ "Ratu Prameswari selama ini bekerja untuk forum mereka. Aku juga baru mengetahuinya akhir-akhir ini, itupun lewat orang-orang yang masih bisa dipercaya." Da
Arbia menatap kagum makanan yang begitu banyak di meja makan. Matanya mengerjab-ngerjab terpana dengan bawaan Axelle. Juga rangkaian bunga yang begitu indah dan begitu banyak jenisnya. "Banyak sekali makanan hari ini ,Sayang," ucapnya ceria dengan mimik muka bak bayi. Lucu dan menggemaskan. "Selamat universarry, Sayang," bisiknya mesra di telinga sang kekasih. Gadis itu menggeliat geli dan bersemu merah. Ada hasrat yang tiba-tiba menggelira di dada Arbia padahal baru beberapa menit yang lalu ranjang panasnya bederit dengan desahan dan lenguhan juga jeritan terpekik. Akhirnya Arbia pun pasrah ketika bibir tipisnya itu di lumat kembali oleh sang kekasihnya. Beberapa detik terjadi paut memagut di meja makan itu. Setelah itu Arbia membuka mata lalu dengan sendu menatap kekasihnya itu. "Kenapa, mau lagi?" tanya Axelle sambil membungkuk lagi dan membenamkan kembali bibir kokohnya. Bahkan desahan disertai lenguhan Arbia membuat pria jantan itu menang
Pelukan hangat itu diterima oleh Praditia Wicaksana. Laki-laki yang sudah setengah abad itu menepuk pundak pria berumur 28 tahun itu. Sedang wanita yang ada di sampingnya memberikan pelukan hangat sebagai seorang ibu. "Selamat atas kebebasanmu, Nak." ucapnya denganbahasa kalbunya membuat pria itu mengembangkan kelopak matanya dan ada cairan yang meleleh dari sudut matanya. Sedang di ujung seberang seorang laki-laki gagah ddngan segam kebesarannya menyilangkan tanganny di depan dada menatapnya dengan gagah. Tak luput di sebelahnya seorang gadiz dengan body goal berdiri dengan cantik dan anggunya juga mengangguk hormat padanya. Arbia Siquilla, gadis yang selalu dikaguminya hinhga dia terobsesi tetap terlihat menawan di sebelsh laki-laki gagah yang selama ini selalu jadi gunjingan para kaum hawa. Ada yang kurang. Arka Abianta, pria yang hampir seumuran dengannya itu menghilsng. Kerja dinas ke luar kota menggantilan papanya. Kebebasan bers
"Bicaralah sesuka hatimu, wahai sang jurnalis. Aku takkan menanggapinya, karena misiku cuma menyingkirkanmu," dengan sinisnya Ratu Prameswari mengitari tempat duduk Arbia yang sudah terikat di kursi. "Apa untungnya kamu menculikku Ratu?" geram Arbia sambil mendesis kesal. Terdengar gelak tawa yang membahana di ruangan sempit itu. Entah Arbia tidak tahu di mana dia berada. "Setidaknya aku sudah menyingkirkan satu diantara orang-orang yang menyakitiku itu menuju ke liang kubur." Cih! Mendengar itu seakan Arbia ingin meludahi wajah gadis cantik yang hatinya busuk itu. "Kamu sakit, Ratu!" Bukannya marah dengan ucapan Arbia, gadis itu tergelak lagi dengan kerasnya. "Atau malah__," dengan menggantung kalimatnya yang sengaja dibiarkan membuat Arbia mendengus kesal. ""Atau mungkin ... Aku suruh anak buah Tiger Wong memperkosamu saja!" Deg! Tidak bisa dibohongi jantung Arbia seolah putus dan berhenti berdetak. Wajahnya pias dan sudah di
Sosok berjenis kelamin pria itu melepas penutup wajahnya dan tersenyum misterius. Bergerak mendekati tubuh Arbia yang belum sadarkan diri. Menatap dan mengagumi ciptaan Tuhan. "Pantas saja Axelle tergila-gila padamu, kamu sangat cantik dan mempesona. Aura wajahmu benar-benar memikat," gumamam yang lebih berkesan dengan kata-kata kekaguman. Tangan pria itu membekai lembut wajah gadis itu dan menyentuh bibir sensual Arbia. Berdecak kagum melihat wajah gadis itu. Meskipun wajah itu putih memucat. Sekitar 10 menit datang seseorang yang membawa semua perlengkapanuntuk Arbia. Pria gafah itu menggendong tubuh Arbia dan membaringkan di kamar yang ada di villa dalam hutan tersebut. Segala obat dan perlengkapan yang dibutuhkan oleh kesembuhan Arbia. "Siapkan semua ddngan baik, jangan sampai dia bangun kekurangan yang ia butuhkan, termasuk dokter untuk memeriksa lukanya," titahnya pada lelaki tua yang bungkuk itu. "Baik, Tuan." Dengan patuhlelski
Tubuh ringkih itu mulai menggerakkan badannya. Meringis dan merintih ucapan pertama yang lolos dari bibirnya. Ada sosok pria tingggi tegap dengan badannya yang kekar sedang menunggunya dan memperhatiksn setiap geraksn tubuhnya. Tak henti-hentinya dia menatap wajah pucat natural itu namin cantik dan menggairahkan. Sudah jelas dari tatapan pria itu, sangatlah menginginksn tibuh Arbia bahkan bisa berjanji menginginkan hati dan juga hidupnya seperti janjinya beberapa bulan yang lalu waktu tidak sengaja pertemuannya dengan Arbia di sebuah Cafe minuman. Pria ini sudah sangat menginginka Arbia menjadi miliknya seutuhnya. Melihat gaya bicara dan tingkah laku reporter muda ini pria yang berjuluk Tiger Wong ini hanya mendengus lembut lalu mendekat dengan tubuh kecil sang gadis. Mengerjabkan mata adalah hal kedua yang dilskukan Arbia mana ksla merasakan tempat yang berbeda. Ada balutan baju tak biasa di badannya dan bekas suntik infus masih terasa nyeri. Tapi badannya m
Plakk-plak! Dominic tak menyangka dengan ucapannya itu kedua pipi putihnya yang bak kulit bule itu akan terkena sampiran tangan mungil Arbia. Bahkan langsung lebam. Sudah bisa dipastikan kalau tangan gadis cantik ini bukan tangan biasa, setiap hafi pasti ditempa ilmu bela diri. Dengan gerakan reflek Dominic mengusap-usap kedua pipinya dengan mendapatkan tatapan kecaman dan hujatan serta rasa benci dan jijik dari Arbia. Wajah natural yang mempesona itu itu kelihatan sangat galak. Tapi di hati Dominic masih bisa tersenhum melihat wajah gadis itu terlihat lucu padahal mungkin Arbia sebisa mungkin sudah menampakkan tampang narah dan galaknya. "Nggemesin banget sich, wajah gadis ini, lucu." batinnya dalam hati. "Maaf-maaf," ucapnya lirih sambil menunduk. Baru kali ini seorang Dominic Chalondra dengan predikat Tiger Wong menunduk dan bilang maaf pada seorang perempuan. Gila! Ini benar-benar gila! "Sudah nggak waras kali! Si Tiger Wong ini. Bua
Dominic kaget setengah mati menyadari sanderaan kecilnya lari sekencang mungkin. Tanpa meminta tolong sama siapapun pria dewasa yang punya berjuta pesona itupun segera melesat mengehar Arbia. Sedang Arbia setengah mati berlari ke arah suara yang terdengar persis ddngan suara Axelle dan tim nya. Ketika dia hampir teriak karrna melihat sosok tegap dan tampan yang berjalan bersama dengan timnya di ujung jalan dia hampir teriak kegirangan. Namun sayang, usahanya sudah keburu gagal karena ada tangan kejar menutup mulutnya ddngan cepat. Domini Chalondra, pria itu sudah keburu membungkam mulut mungil Arbia dan memaksa menggendong gadis bertubuh kecil itu kemnali ke villanya yang ada di tengah hutan. "Om! Lepasin! Saya mau pulang! Itu tadi calon tunangan saya!" teriak Arbia yang ada dalsm grndongan kekar Dominic. Sekeian menit jantung Dominic seperti tertusuk pisau mendengar pengakuan gadis kecil itu tentang tunangannya. Ada yang berbeda dengan dirinya. Ada a