BRAK!!!!
Pintu kamar mendadak terbuka secara paksa. Eliza baru saja keluar dari kamar mandi seraya mengeringkan rambutnya yang basa. Melihat istrinya hanya menggunakan handuk saja, Karan segera menangkap tubuhnya.“Tidak! K-karan, emph... Karan,” teriak Eliza.Karan tidak peduli dengan penolakan Eliza, dia tetap melancarkan aksinya. Melanjutkan sisa pembantaian semalam. Sebagai istri, Eliza tidak memiliki hak untuk menolaknya dan penolakan itu hanya akan membuat Karan semakin liar.“Diamlah! Ikuti saja permainanku ini, nanti juga kamu akan menikmatinya.”Karan melepaskan ikat pinggangnya, Eliza semakin ketakutan melihat perilaku Karan yang semakin liar. Dia benar-benar sudah tidak waras lagi dalam permainan ranjangnya.PLAK! PLAK! PLAK!!!Ikat pinggang terbuat dari kulit itu dilayangkan Karan tepat di bokong istrinya. Tanda merah itu sudah tidak dapat dihindari lagi. Selepas Karan mengerayangi istrinya, melepaskan kain handuk yang menutupi tubuh sang istri.Karan tidak membiarkan tubuh istrinya menganggur. Satu persatu dia lumat, berulang kali Eliza memohon pun tidak lagi di dengar olehnya. Karan sudah tidak waras berlaku terhadap istrinya.PLAK! PLAK! PLAK!!!Sekali lagi, melayangkan tangannya tepat di dua gunung tinggi milik Eliza. Sebelum warnanya berubah memerah, Karan tidak akan berhenti melakukan hal demikian.“Owhh! Tidak Karan, jangan lakukan ini! Sakit sekali, kumohon hentikan semua tindakan gilamu ini.”“Salahmu sendiri, kenapa memiliki tubuh yang membuatku menyukaimu. Diamlah! Aku akan memberikan hal paling indah yang tidak pernah kamu lupakan seumu hidupmu.”Karan berjalan menuju sebuah laci dekat meja di kamarnya. Lalu Karan mengingat kedua tangan Eliza dengan sebuah rantai besi yang entah darimana Karan mendapatkannya. Dia mengeluarkan benda itu dari tadi.Tidak cukup dengan tangan saja, Karan juga mengingat kaki Eliza. Gadis itu kini tidak berdaya dengan kedua tangan dan kaki terikat. Dalam keadaan sepert itu, Karan bebas melakukan serangan ke tubuh Eliza tanpa penolakan.“Karan, please help me! Jangan lakukan ini, lepaskan aku!”“Tidak akan pernah, aku tidak akan pernah melepaskanmu sayang.”Satu persatu, Karan melucuti pakaiannya. Kini tubuhnya benar-benar tidak menggunakan apapun, sehingga otot di tubuhnya tampak jelas. Terlihat dengan jelas dada bidang Karan membentuk otot kekar.Lelaki ini memang rajin melakukan gym, hingga tubuhnya kekar dan berotot. Sayang sekali, dia mengunakan kekuatannya untuk menyiksa seorang wanita agar menuntaskan berahinya.“Bagaimana jika aku melakukan latihan peregangan otot ditubuhmu saja? Sepertinya jauh lebih nikmat daripada di ruang gym-ku,” goda Karan seraya mengelus lembut wajah istrinya yang menangis ketakutan.Meskipun dia melayani suaminya sendiri, tetapi apa yang dilakukan oleh Karan memang sudah tidak waras lagi baginya. Dia tidak memberikan kesempatan Eliza untuk menyetujui atau tidak semua itu.Memang, Karan sang dominator. Lelaki yang hanya mementingkan kepuasaan berahinya tanpa memperhatikan kenyamanan wanita yang dia nikmati.“Sepertinya, jika kepala kita berlawanan arah akan lebih nikmat daripada menggunakan posisi biasanya.”Tidak meminta izin Eliza lagi, Karan memposisikan kakinya di atas kepala Eliza. Lalu dia melakukan gerakan push up dan membiarkan senjata miliknya masuk ke mulut Eliza.“Owh shitttt! Manis sekali sayang, terus lakukan sesuatu di sana. Tapi jangan mengenai gigimu, owh... nikmat sekali sayang,” ceracau Karan seraya mempercepat gerakannya.Tidak membiarkan kenikmatan itu hanya dinikmati sendiri olehnya, Karan mengulurkan lidahnya perlahan dan mulai melumat habis lubang kenikmatan milik istrinya.“Tidak! Karan, jangan lakukan ini lagi. Aku mohon, jangan Karan. Jangan!!!!”Eliza berteriak sekencangnya ketika Karan kembali memaksa masuk benda panjang miliknya ke lubang yang masih saja sempit meskipun sudah dia pakai tadi malam.Semakin cepat gerakan Karan, semakin panjang pula teriakan Eliza.“Begitu saja menangis, bangunlah! Bersihkan tubuhmu!” ujar Karan seraya melempar handuk milik Eliza tepat di wajah Eliza.Karan meninggalkan Eliza begitu saja setelah melakukan semua yang dia inginkan. Sementara Eliza masih saja menangis di atas ranjang meratapi nasibnya. Hanya dijadikan pemuas berahi Karan saja.Tidak peduli, jika berulang kali Eliza mengalami pendarahan atas apa yang dilakukan oleh sang suami.“Hai sayang, terima kasih atas service semalam. Kamu memang lelaki hebat, aku bahkan tidak sanggup melayanimu semalam. Kamu tidak cukup tiga ronde bermain, hampir saja lubangku jebol olehmu. Hahaha... tidak demi Tuhan, aku menyukainya. Sampai bertemu di kantor, I Love You.”Pesan itu terbaca oleh Eliza, dari kontak yang tersimpan di layar ponsel Karan nama itu jelas milik Ryn. Sekretaris yang menggantikan posisi Eliza di kantor.Kali ini, Eliza tidak lagi mencurigainya. Semua sudah tampak jelas di hadapannya, Karan benar-benar bermain api dengan gadis gila itu. Eliza mengapit kedua lututnya dengan kedua tangan, lalu menangisi nasibnya di rumah jahanam itu.Karan sudah menikahinya, tetapi di luar sana dia tetap mencari wanita lain selain dirinya. Tidak mengertikah bahwa Eliza sangat terluka akiba ulahnya itu? Tidak! Karan tidak akan mengerti dan tidak akan pernah peduli dengan semua itu.Bagi Karan, semua wanita yang dekat dengannya sama saja. Mereka hanya membutuhkan uang, Karan hanya cukup menyumpal wanita-wanita itu dengan uang. Tanpa diminta, mereka akan bungkam dan membiarkan Karan menikmati tubuh mereka walau hanya untuk satu malam saja.“Kenapa kamu melakukan ini kepadaku, Karan? Bukankah kamu mencintaiku? Lalu, jika benar. Mengapa kamu melakukan kegilaan ini di belakangku? Tidak Karan, kamu keterlaluan,” lirih Eliza dalam hatinya.“Hei, ada apa denganmu? Harusnya kamu senang, pagi-pagi buta sudah kuberikan tumpahan cairan nikmat,” ujar Karan selepas keluar dari kamar mandi.“Karan, kita sudah menikah. Aku tahu bahwa sekarang aku milikmu sepenuhnya, tapi...,” Eliza terhenti sejenak, “tapi, benarkah hanya aku wanita yang kamu cintai?”Karan tertawa, “pertanyaan itu lagi? Kenapa kamu terus mempertanyakan hal yang sama padaku, Eliza? Bukankah sudah kukatakan berulang kali, bahwa satu-satunya wanita dalam hidupku hanya kamu. It’s true.”Eliza memang polos, tetapi dia bukan wanita bodoh yang dapat mempercayai semua perkataan Karan begitu saja. Setelah membaca pesan dari Ryn, tentu saja Eliza tahu bahwa hubungan mereka bukan hanya sekadar atasan dengan bawahan saja.Eliza meyakini bahwa Karan sudah mengkhianati cintanya dan mengkhianati pernikahan mereka. Hal yang selama ini menjadi ketakutan Eliza untuk melangkah ke pernikahan. Benar, bahwa Karan tidak lebih bajingan dari Jacob, ayahnya.“Apa yang ada dalam pikiranmu, Eliza? Sudah kukatakan ini berulang kali, kenapa kamu meragukan aku?”“Sebab ayahku selalu meyakinkan ibuku bahwa dia tidak pernah berkhianat, tapi kenyataanya dia meninggalkan ibuku demi wanita lain.”“Apakah menurutmu, aku bertampang seperti ayahmu yang bajingan itu, Eliza?”Begitulah cara Jacob meyakinkan ibunya kala ini, kalimatnya selalu membuat anak dan istrinya bimbang. Sayang sekali, seorang bajingan tetaplah bajingan. Meskipun terus mencari pembenaran, tetapi lelaki itu tetaplah seorang pengkhianat.“Tidak, mungkin aku terlalu cemburu padamu,” ucap Eliza seraya beranjak meninggalkan Karan.BERSAMBUNG...Eliza sengaja tidak melanjutkan perdebatannya dengan Karan. Dia tidak mau Karan mengetahui bahwa dirinya sudah mengentahui skandal Karan dengan sang sekretaris. Untuk memastikan kebenarannya, Eliza diam-diam akan datang ke kantor.Setelah Karan berpamitan selepas sarapan pagi, Eliza hanya pura-pura melanjutkan aktivitas di kamarnya. Melihat Karan sudah berlalu menggunakan mobilnya, Eliza mengganti pakaian.“Bi, tolong bantu saya untuk membereskan meja makan. Saya mau pergi sebentar,” ucap Eliza seraya melangkah perlahan meninggalkan rumah.Bi Tuti tahu, Eliza berusaha menahan rasa sakit saat berjalan. Memang, Eliza mengalami pembekakan akibat hubungan intimnya dengan Karan. Tetapi, dia tidak menggubris rasa sakitnya. Akan jauh lebih baik, jika Eliza tahu apa yang sebenarnya terjadi antara suami dengan sekretarisnya.“Lihat saja Karan, aku tidak akan membiarkanmu lolos begitu saja dari tanganku. Kamu berpikir bahwa aku benar-benar akan mempercayaimu begitu saja? Tidak Karan, tidak akan
KRING!!!!!Ponsel Karan berdering sangat kencang membuatny menghentikan aktivitas. Tetapi tangannya tetap tidak terlepas dari Eliza. Justru semakin dalam memasukan jarinya. Sementara Eliza pun tidak menolaknya, dia menikmati sentuhan dan semakin melebarkan keduanya. Agar Karan lebih leluasa bermain di sana, semakin dalam dan semakin merdu derap napasnya.“Ssshhhttt! Sean, apa yang terjadi di bawah sana? Kenapa rasanya nikmat sekali?” lenguh Eliza sambil menggigit bibir bawahnya.Tetapi sepertinya, Karan masih sibuk bicara melalui panggilan telepon. Dia tidak menjawab, tetapi tangannya tidak terhenti hingga dia kembali menyimpan ponselnya.“Sean, lakukan sesuatu. Rasanya aku buang air kecill saat ini.”Eliza terus meracau tidak karuan, mendengar itu seperti membangunkan sesuatu yang sejak tadi sedang tertidur. Sean tidak ingin melewatkan kesempatan ini, dia sudah tidak tahan lagi untuk membiarkan bibir teman wanitanya menganggur.Tanpa meminta persetujuan dari Eliza, Sean langsung saj
Hampir saja Karan menabarak sesuatu di hadapannya, sejak tadi Eliza mengganggu Karan berkonsentrasi membawa mobil. Gadis ini beracau tidak karuan, saking terlalu sakit pendarahan yang terjadi kepadanya.Sepanjang perjalanan, dia terus meringis kesakitan. Dia terus menyalahkan Karan atas apa yang terjadi padanya. Rasa sakit akibat hubungan seksual yang tidak sehat dan sakit hatinya atas pengkhianatan yang dia lakukan.“Aku baik-baik saja, jangan bawa aku ke rumah sakit. Kita pulang saja, Karan.”“Tapi kamu pendarahan, jangan kamu...”Puk!Eliza melayangkan tangannya tepat di lengan kekar Karan. Sebelum Karan mengutarakan kalimat dan tuduhan gila, Eliza sudah memakinya lebih dulu.“Apa yang kamu pikirkan? Pendarahan karena keperawanan aku sudah berhasil kamu ambil? Dasar lelaki gila, tidak waras.”“Kenapa kamu terus mengatakan aku gila dan tidak waras. Jelas-jelas aku dalam keadaan warasa saat aku menikahimu, Eliza.”“Jika kamu lelaki yang sedang waras, tentu saja kamu tidak akan membia
Karan berbicara seolah dia tidak melakukan kasalahan apapun kepada Eliza. Dia tidak peduli meskipun istrinya akan marah terhadapnya atas kejujuran Karan tersebut. Dia juga sudah muak dengan kepalsuan hubungannya bersama Ryn.Meskipun Karan menyadari bahwa sebenarnya, dia akan menyakiti hari Eliza. Setelah Eliza mengetahui bahwa Karan memiliki hubungan denga Ryn, bukan hanya rekan kerja saja. Melainkan hubungan sepasang kekasih.Eliza mengagkat kepalanya, kali ini dia benar-benar memberanikan diri menghadap Karan dan menatapnya tajam. Dari sudut mata itu, Karan melihat kekecewaan dan kemarahan serta kepedihan yang ditunjukkan istrinya.“Karan, apa yang kamu katakan itu benar atau kamu hanya menguji perasaanku?”“Baiklah, El. Aku memang harus jujur padamu, bahwa aku dengan Ryn sudah menjalin hubungan satu bulan sebelum pernikahan kita. Aku menikah denganmu karena memang kita sudah menetapkan pernikahan. Jika aku membatalkannya, itu akan membuat reputasiku hancur, baik sebagai pengusaha
“Arrgghhhtttt!!!” pekik Eliza seraya menyentuh pelipisnya. Kepalanya terasa sakit setelah tertidur sejak sore tadi. Eliza tidak hentinya menangis, hingga dia tertidur. Jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Karan belum juga kembali setelah pertikan dengannya tadi siang.Ingin sekali Eliza tidak peduli pada keadaan Karan saat ini. Akan tetapi, hati kecilnya masih terus mengkhawatirkan dirinya. Meskipun Karan meminta agar Eliza tidak peduli ke mana kepergiannya, tetap saja Eliza takut terjadi sesuatu dengannya.“Ke mana dia? Jam segini belum juga kembali. Apakah dia akan menghabiskan waktu hingga pagi seperti hari-hari sebelumnya? Sial. Kenapa aku begitu peduli pada lelaki yang jelas tidak peduli padaku.”Eliza menepis bayangan Karan, dia memilih untuk beranjak dari tempat tidur untuk mengambil air minum ke lantai bawah. Eliza berjalan ke dapur perlahan, masih terasa begitu sakit luka dibagian organ intimnya itu.Saat Eliza sedang meneguk air segelas air minum, suara pintu diketuk
Hari-hari Eliza semakin tidak waras, dia bukan hanya harus menangis rasa sakit hati dan juga sakit akibat perbuatan Karan di atas ranjang. Kesehatan mental Eliza juga semakin terganggu. Dia harus menanggung banyak rasa yang tidak dipajami oleh orang lain.Setelah menikah, dunia Eliza hanyalah memenuhi hasrat suaminya tanpa penolakan. Namun, sejak malam itu Karan tidak lagi melampiaskan hasrat kepada Eliza. Entah apa yang terjadi, sehingga Karan membiarkan istrinya tanpa disentuh.“Apakah Karan masih melakukan tindakan seperti yang sering dia lakukan sebelumnya?” tanya Zoe siang itu saat keduanya menghabiskan waktu di sebuah kafe.Eliza mengangkat bahunya, “sudah lama dia tidak menyentuhku, entalah. Akan tetapi, itu sudah jauh lebih baik daripada aku menanggung rasa sakit akibat perbuatannya itu.”“Sudah kuduga, Eliza. Karan bukan lelaki baik, setiap ucapannya itu hanya sebuah kepalsuan untuk menarik simpatimu saja.”Zoe benar, Eliza sudah berhasil terpedaya oleh kebaikan Karan yang ny
Karan mengangkat semua barang-barang milik Eliza dan memasukan ke bagasi mobilnya. Sudah tidak ada lagi toleransi untuk Eliza, pernikahan ini harus benar-benar hancur. Meskipun berat hatinya meninggalkan rumah sang suami, terutama meninggalkan kenangan bersamanya. Akan tetapi, Eliza juga tidak ingin memaksakan Karan untuk tetap menampungnya di rumah itu. Padahal sudah jelas, bahwa Karan tidak menginginkan lagi istrinya. “Haruskah dengan cara begini hancurnya pernikahan kita, Karan? Apakah kita tidak bisa menyelesaikannya dengan baik-baik, Karan?” “Sejak awal sudah kukatakan bahwa aku ini menikahimu hanya untuk memenuhi janjiku padamu. Jika kamu tidak bisa bertahan dengan sikapku sekarang, lebih baik kamu pergi saja. Itu lebih baik daripada aku harus mendengarkan banyak tuntutan darimu." “Apa selama ini aku tidak pernah mengurusi dirimu atau tidak memenuhi kebutuhanmu, Karan? Aku lakukan semuanya meskipun aku sendiri enggan melakukan hal itu." “Tapi kamu lebih sibuk dengan duniamu
Dering ponsel Eliza berbunyi, ada panggilan masuk dari dr. Sean yang sejak tadi berusaha menghubunginya. Memang sebelumnya, Eliza sudah membuat janji temu untuk membicarakan mengenai kondisi kesehatannya.“Argghhttt!!!” pekik Eliza saat terbangun akibat dering ponselnya.“Apa yang terjadi? Aku di mana? Apakah aku...” Eliza melihat kesekeliling kamarnya, “oh tidak, aku masih di tempat yang sama,” ujarnya seraya bangkit dari ranjang.Ini sebuah mimpi buruk yang benar-benar membuat Eliza ketakutan. Beruntung saja, Karan tidak benar-benar akan memulangkannya. Tapi ke mana Eliza akan pulang? Rumah ibu angkatnya sudah tidak di tempat yang sama.Eliza sudah lama tinggal sendiri semenjak ibunya meninggal. Lalu ayahnya, entah ke mana dia pergi setelah melarikan diri bersama wanita itu. Seketika, bayangan masa lalu yang terjadi di tahun 1998 itu terbesit dalam ingatannya.“Mimpi buruk itu, Tuhan... kenapa terasa nyata bagiku,” pekik Eliza seraya menyapukan kedua tangan di wajahnya.Jakarta, 199