Share

Alergi Kacang

"Mau ke kantin bareng kita, nggak?" ajak Lina dan beberapa teman sekelas Mitha. Mereka sudah siap menuju kantin untuk mengisi perut sehabis pelajaran Fisika yang serasa menguras seluruh energi mereka. 

Apalagi Mitha, ia nggak mudeng sama sekali dengan apa yang dibicarakan oleh pak Rizal di depan kelas tadi. Kepalanya nyut-nyutan hanya demi melihat angka-angka itu di papan tulis. Kalau boleh memilih, lebih baik ia menghafal berlembar-lembar naskah drama, dari pada harus menghitung angka yang bahkan tak ada wujudnya itu. Huh!

"Nggak deh. Gue bawa bekal. Nih." Mitha mengangkat tupperware yang ia ambil dari dalam tasnya. Isinya hanya roti lapis isi keju, irisan daging dan sayuran, juga sekotak susu rendah kalori. 

Mitha tak terbiasa makan terlalu banyak, apalagi jajan sembarangan. Tidak seperti teman-teman lainnya yang bebas makan ini itu, tidak begitu bagi Mitha. Pola makannya harus dijaga. Bahkan mami Olla sangat rajin menghitung berapa jumlah kalori yang sudah masuk ke dalam tubuh putrinya.

"Makan segitu mana kenyang, Mit," ucap Gina, teman sekelas yang bertubuh subur. "Gue traktir deh, tanda perkenalan buat elo sebagai siswa baru."

"Yeeyyy!!" seru yang lain. "Ayook, Mit!!"

Gadis itu berpikir sejenak. Nggak enak juga kalau nolak ajakan temannya. Dalam hati, Mitha senang juga karna ia diterima dengan baik di kelas ini. Walaupun ia menjadi siswa yang paling tulalit di antara mereka semua.

"Yuk, keburu bel masuk!!" Alin menarik lengan Mitha hingga gadis itu berdiri dan mengikuti langkah teman-temannya menuju kantin.

Sepanjang koridor menuju kantin, sosok Mitha tak lepas dari pandangan murid-murid kelas lain. Ada yang berbisik-bisik, ada pula yang nekat menyapa. Dan Mitha dengan polosnya melambai ke arah mereka semua. Ia berasa jalan di atas red carpet dengan beberapa penggemar yang bergerombol disisi jalan.

"Kalian mau pesen apa, nih?" tanya Lina pada teman-temannya.

"Gue tau, di kantin ini yang paling enak kan somay buatan mang Dadang. Gue pesenin ya!" seru Gina paling bersemangat. Sedangkan yang lain ikut mengangguk lalu berjalan mencari tempat duduk yang kosong.

"Jangan lupa es teh manis empat ya, Gin!" seru Lina kepada Gina yang masih mengantri. Dan Gina merespon dengan mengangkat kedua jempolnya.

"Eh, tapi gue nggak minum manis-manis. Air putih aja ya." Mitha mengambil air putih dalam kemasan yang berjejer rapi di atas meja.

"Sekali-kali nggak apa-apa kali, Mit. Tubuh kita itu juga butuh asupan gula buat menambah energi," terang Alin.

"Tapi ...."

"Udahlah, hidup itu harus dinikmati. Ya nggak, Lin."

Lina menggangguk setuju. "Lagian kalau gue punya badan sebagus elo, gue nggak bakalan capek-capek diet lagi. Postur tubuh elo itu udah sempurna banget, Mit."

"Pesanan dataaaaang!!!" Gina tersenyum lebar sambil membawa baki berisi empat piring somay dan empat gelas es teh manis.

"Gue boleh nggak saosnya diganti saus tomat aja," ucap Mitha sebelum Alin menuangkan saus kacang ke dalam piring somaynya.

"Somay itu paling mantap kalau pakai saus kacang, gimana sih lo, Mit. Nih gue ajarin caranya menikmati hidup." Gina buru-buru menuangkan beberapa sendok saus kacang ke dalam piring Mitha. Aroma wangi saus kacang menyeruak masuk ke hidung Mitha. Membuatnya ingin mengincipi hidangan di hadapannya itu.

Satu suap aja nggak apa-apa, kan??

Hap!

Mitha mengunyah suapan pertamanya. Matanya berbinar saat ia mengecap rasa somay yang luar biasa enak ini. Sudah berapa lama ia tak makan somay lengkap dengan saus kacang yang gurih dan kental ini.

Satu suap, dua suap, tiga ..., empat ..., lima....

"Waaah, Mitha udah abis aja. Laper neng??" goda Lina dengan senyum lebar.

"Enak banget, sumpah!" seru Mitha setelah meneguk es teh manisnya hingga tandas.

Teman-temannya ikut tersenyum saat melihat Mitha menikmati makanannya. Bahkan Gina menawarinya untuk tambah lagi, namun Mitha menolak. Perutnya sudah penuh. Bahkan rasanya mau meledak. Ia tak pernah makan sebanyak ini sebelumnya. Bahkan Mitha bisa bertahan hanya dengan salad dan air putih saja.

"Sstt, ada Adryan," bisik Alin melirik ke arah pintu masuk kantin. Mendengar nama Adryan, Mitha langsung menoleh dan seketika matanya bertemu dengan cowok berpostur tinggi itu.

"Mitha!!" Adryan berseru, lalu ia tersenyum sambil melambai ke arah Mitha.

Mitha pun ikut melambai, namun tanpa ia sadari pandangannya mulai kabur, ia merasa heran kenapa bayangan Adryan menjadi dua dihadapannya. Sesaat kemudian tubuhnya tiba-tiba limbung dan semuanya berubah menjadi gelap.

Gubrak!!!

***

"Gimana sih lo, Mit. Udah tau alergi kacang, kok ya masih dimakan," omel Adryan yang duduk disamping brankar Mitha. 

"Lagian kalian tuh harusnya tau, cewek kayak Mitha ini nggak boleh makan sembarangan, ngerti nggak sih. Mitha ini beda sama kalian." Adryan menatap tajam pada Gina, Lina dan Alin yang tertunduk lesu merasa bersalah karna sudah mengajak Mitha makan di kantin tadi siang.

"Maafin kita ya, Mit. Sumpah, kita nggak bermaksud apa-apa sama elo," sesal Gina yang sempat menyuruh Mitha untuk nambah somay lagi.

Mitha tersenyum sambil mengibaskan tangan. "Nggak apa-apa kok. Ini udah biasa. Bentar lagi juga sembuh."

"Biasa gimana?? Jam empat sore kan lo ada jadwal pemotretan majalah remaja sama gue. Emang lo mau pergi dengan muka merah bentol-bentol kayak gini??" sembur Adryan lagi.

"Udahlah, Yan. Kan bisa dibatalin. Model remaja kan bukan cuma gue doang."

"Tapi mereka maunya kita berdua, Mit. Gimana sih, lo," gerutu Adryan tak mau kalah.

Melihat teman sesama artisnya itu ngomel, Mitha hanya diam tak merespon. Lama-lama sikap Adryan mirip sekali dengan maminya. Dikit-dikit ngomel, dikit-dikit marah. Dan disaat seperti ini, satu-satunya orang yang ingin Mitha temui adalah Dito. Kira-kira Dito tau nggak ya kalau Mitha tadi pingsan. Tapi kalaupun tau pasti cowok itu juga nggak bakalan peduli padanya.

"Mitha, kita pamit balik ke kelas dulu ya. Abis ini bel masuk bunyi. Sekali lagi maafin kita, ya."

Mitha mengangguk sambil tersenyum, lalu melambai pada ketiga teman sekelasnya itu.

"Lhoh, Dito!" seru Alin saat berpapasan dengan Dito di depan pintu masuk. Mendengar nama Dito, seketika Mitha menegakkan punggung. Kepalanya melongok demi melihat apakah benar seseorang yang datang itu Dito teman satu kelasnya.

"Ada adek lo juga tuh di dalem. Adryan lagi nemenin Mitha," ujar Gina sambil berlalu meninggalkan ruang UKS.

Mitha sempat terkejut mendengar Gina menyebut Adryan sebagai adiknya Dito. Waah, padahal ia sudah lama mengenal Adryan, tapi Mitha sama sekali tak tahu menahu perihal keluarganya. 

Memang sih, Mitha tak pernah menanyakan hal-hal pribadi kepada Adryan, sejauh yang Mitha tau hanyalah Adryan adalah putra dari seorang pengusaha sukses bernama pak Erlangga, hanya sebatas itu saja. Dan Adryan pun sepertinya tertutup kalau menyangkut masalah keluarganya. Tak heran kalau Mitha terkejut saat mengetahui bahwa Dito adalah kakak dari seorang Adryan yang sudah lama dikenalnya.

"Kalian berdua adek kakak??" tanya Mitha saat Dito dan Adryan berdiri berdampingan di depan Mitha. Gadis itu menatap Dito dan Adryan secara bergantian.

"Muka lo kenapa kok jadi kayak begitu?" tanya Dito tak menghiraukan perkataan Mitha barusan, yang menanyakan perihal hubungannya dengan Adryan. Dito merasa tak perlu menjelaskan apapun pada Mitha, toh hubungan mereka tak sedekat itu untuk bisa menceritakan masalah keluarga. Mitha hanya murid baru yang kebetulan satu kelas dan satu bangku dengannya. Perhatian Dito hanya sebatas itu. Tak lebih. Tak kurang.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status