Share

2. Jebakan

Author: Melisristi
last update Last Updated: 2024-01-15 16:36:46

Carissa mengerjapkan matanya, rasa pusing semakin ia rasakan saat kesadaran itu terpenuhi.

“Ayah?!” Terperanjat dari tidurnya, perempuan bertubuh gemuk itu langsung terduduk dengan nafas naik-turun.

“Sudah sadar?” Suara bariton itu terdengar ke dalam telinga Carissa. Dengan spontan ia menoleh.

“Berhenti! Tolong berhenti di sana!” Carissa berteriak. Tiba-tiba matanya mengeluarkan cairan bening.

“Aku ingin pulang!” Carissa dengan sigap menyibak selimutnya. Hendak berlari namun pria tersebut tiba-tiba menahan pergelangan tangannya.

“Kau mau pulang ke mana? Ayahmu saja bahkan sudah mengumumkan bahwa kau sudah mati!”

Deg.

Carissa terduduk kembali dengan pandangan kosong. Sekilas ingatan akan teriakan dan tam*paran dari Ayahnya membuat tubuhnya merasakan lemas. Perempuan itu kembali menangis dengan deras.

“Minumlah, tenangkan dirimu lebih dahulu.”

“Tidak!” Carissa menjawab dengan setengah berteriak. Perempuan itu menatap tajam pria tersebut.

“Kau salah mengenal Ayahku, dia mengatakan itu hanya karena sedang marah. Dia tidak benar-benar mengatakan itu padaku,” ujar Carissa menolak atas penuturan pria tersebut. Ia baru ingat, semarah apapun Fathur padanya pria itu akan memaafkannya. Kejadian tadi tak lain atas dasar kemarahan, membuat Fathur hilang kendali.

Carissa menatap tajam pria tersebut, orang-orang memanggil namanya dengan preman, karena dia memang seperti preman-preman yang ada di jalanan. Lihat saja, rambutnya acak-acakan, celana panjang sengaja disobeki di bagian lutut, terdapat pula anting yang menempel di telinga kanannya. Pria di depannya ini memang tampan hanya saja … menyeramkan.

Jika sudah begini bukanlah julukan pria di depannya ini adalah seorang preman? Yang tak jauh dari lelaki pengangguran yang sukanya memalak orang lain.

Carissa tau kenapa tadi Ayahnya tidak memilih untuk menikahkannya dengan preman itu. Karena memang preman itu tak jelas asal-usulnya, dia tidak punya rumah selain di jalanan, dan … dia lelaki pengangguran yang tak jelas masa depannya. Setiap di sepertiga komplek pria itu sering bediri di depan pohon besar, pohon itu dikenal dengan pohon hantu, dan tanpa takut pria itu sering duduk di sana, sendirian. Tidak sekali dua kali Carissa melihat itu, melainkan berkali-kali. Apalagi setiap malam pria itu sering kelayapan, sering pulang dengan keadaan mabuk dan sering menjadi incaran para polisi.

Daripada menjadikan pria itu menantunya mungkin Fathur lebih memilih tak menganggap Carissa sebagai putrinya. Karena bagaimana pun Carissa tau, bahwa ia sudah benar-benar mempermalukan harga dan martabat nama keluarganya. Ia tahu bahwa Fathur tidak ingin menanggung malu, dengan begitu ia lebih memilih berkata demikian. Namun di balik itu Carissa tau, bahwa Ayahnya tidak benar-benar ingin mengatakan hal tersebut. Dia hanya melampiaskannya sebagai bentuk kekecewaan. Ya, hanya sebagai bentuk kecewa. Kecewa pada putrinya yang telah mempermalukan nama baik keluarganya.

Namun Carissa merasa marah, benar-benar marah karena semua ini terjadi karena tunangannya. Arkan, pria itu benar-benar tega memfitnah dirinya. Hanya karena ingin menikahi adiknya ia rela menjebak dirinya?

Carissa tidak menyangka, tidak menyangka akan keadaan yang menimpanya hari ini. Namun sebagaimana ia adalah perempuan kuat, maka ia harus menerima ini semua. Ia harus kembali meminta maaf kepada Ayahnya. Menjelaskan bahwa semuanya hanyalah ke salah pahaman.

Ya, dia akan meminta maaf kepada Ayahnya. Memperbaiki namanya dan menghapus masalah yang terjadi tadi.

Carissa dengan segera melangkah menuju pintu, namun sebelum itu ia melihat kacamatanya yang tersimpan di atas meja. Dengan segera ia mengambil kacamata tersebut, memakaikannya kemudian melangkah pergi.

“Kau mau ke mana?” Pria yang belum Carissa tau namanya berujar, membuat Carissa menoleh.

“Pulang.” Singkat, padat dan jelas. Carissa menghiraukan pria yang belum ia ketahui namanya.

“Memangnya kau punya tempat pulang?” tanyanya berhasil membuat langkah Carissa terhenti.

Perempuan itu terdiam, mengingat kembali bagaimana cara Ayahnya mengusir dirinya. Yakni dengan berkata bahwa putrinya sudah mati. Sekarang apa yang harus ia lakukan? Apa ia harus pulang saja dan mengatakan semua kebenarannya? Bahwa semua yang terjadi karena dirinya telah dijebak? Mengatakan kepada Ayahnya bahwa Arkan lah yang telah memfitnahnya?

Tapi, apa Ayahnya akan percaya? Melihat tidak adanya bukti membuat Carissa ragu apa ia bisa mengambil hati Ayahnya atau tidak.

“Menurutku kau diam saja, atau Ayahmu nanti semakin marah melihatmu.” Pria itu kembali berucap, membuat Carissa mendengus.

“Apa kau bisa diam? Dari tadi kau terus berbicara!”

“Aku hanya mengingatkan. Jika tidak mau menerimanya ya sudah, gak usah di dengar.”

Carissa menahan geram. Pria itu benar-benar membuat emosinya sedikit naik. Sudah masalah yang berat menimpanya sekarang ditambah dengan ocehan preman itu!

Menghembuskan napas gusar Carissa kembali bersuara, “katakan padaku, kau tadi mendengar perkataan pria ******* itu kan? Pria gila itu sudah memfitnahku!” ujar Carissa setengah kesal. Lihat saja, perkataan Arkan, akan menjadi boomerang untuknya. Pria itu akan mendapat balasan yang setimpal, dengan dibantu preman itu Carissa pasti bisa melepas fitnahan ini.

Ya, Carissa tau bahwa preman itu mendengar apa yang dikatakan Arkan tadi, membuat ia sedikit lega karena ada saksi yang melihat semuanya. Carissa akan menjadikan preman itu sebagai bukti bahwa ia tak bersalah!

“Oooo, yang itu … aku lupa.” Jawaban berikutnya berhasil membuat Carissa melotot. Jawaban simpel apa itu?

Wanita itu kesal, namun juga tidak bisa mengatakan apa-apa lagi. Ah sudahlah, berbicara dengan preman meresahkan itu hanya akan membuat emosinya kembali tak terarah. Takut juga apabila tiba-tiba pria itu melakukan hal di luar perkiraan. Mau bagaimana pun pria itu harus diwaspadai!

Tidak ingin berlama-lama dengan pria menakutkan itu Carissa lebih baik pergi dari hotel ini. Hotel yang menjadi saksi bisu akan kemarahan sang Ayah. Kamar hotel yang menjadi saksi bagaimana ketidakadilan berpihak padanya.

Jika saja dirinya diberi kekuatan, ingin sekali Carissa membalaskan dendam pada Arkan. Pria itu benar-benar sudah keterlaluan! Memisahkan putri dengan Ayahnya. Lihat saja, ada balasan dari setiap yang dilakukan maka Carissa yakin bahwa Arkan akan mendapatkan balasannya! Ya, lihat saja!

Carissa dengan cepat keluar dari pintu, menutupnya sedikit keras.

“Bisa kupastikan bahwa kau akan diusir lagi oleh Ayahmu!” Carissa mendengar pria itu berteriak. Entah mengingatkan atau memberitahukan yang pasti … Carissa tidak peduli. Intinya ia harus minta maaf dan mengatakan kebusukan dari Arkan dalam memfitnah dirinya.

Ya, atas apa yang terjadi semuanya hanyalah fitnah semata. Ia harus bisa mengembalikan nama baiknya lagi. Membongkar kebenaran dengan mengatakan pada mereka bahwa dirinya masih suci! Masih perawan!

Dan tentu, ia harus mengambil kembali hati Ayahnya. Sangat sakit ketika ia diklaim sudah meninggal. Sungguh, sakit dan menyesakkan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • SEMALAM DENGAN PREMAN   Bab 39

    “Zav, Papa mau bicara sama kamu.” “Ah, Papa masuk aja, enggak dikunci kok,” jawab Zavier dari dalam kamar. Zayn yang mendapat respon masuk ke dalam kamar. Dilihatnya putra pertamanya yang tampak sedang bermain gitar di atas kasur king sizenya. Zayn ikut duduk di samping, melihat Zavier yang tampak acuh. Ah, sudah terhitung seminggu Zavier tampak galau, semua itu dikarenakan Carissa. Perempuan yang dia cintai tak bisa Zavier temukan. Ada perasaan bersalah saat Zayn mengingat bagaimana dirinya dahulu, ia terlalu menjadikan Zavier satu-satunya penghasil uang. “Ada apa Pa?” tanya Zavier tanpa menoleh. Matanya hanya menatap fokus buku yang berisi not petikan gitar. “Papa mau pergi,” ucap Zayn pelan. Tak ada tanggapan dari Zavier. “Papa mau sembuhin Zafira di luar negeri, selain itu Papa punya perusahaan yang harus Papa kembangkan di sana. Kamu … tidak apa-apa kalau Papa tinggal sendiri?” tanya Zayn hati-hati. Bukan tak ingin mengajak Zavier, hanya saja Zayn tau bahwa Zavier tak per

  • SEMALAM DENGAN PREMAN   Bab 38

    “Baiklah, mari kita bertemu, Rissa.”Zavier tersenyum binar kala ia menatap masa depan di depan sana, yang nyatanya hanyalah sebuah jalanan kosong tanpa ada kendaraan apapun. Zavier menyugarkan rambutnya terlebih dahulu lewaf jari-jemarinya, lantas pria itu memakai topi untuk menutup atas kepalanya, tak lupa, masker ia gunakan pula untuk menutupi sebagian wajahnya. Ya, tepat hari ini Zavier akan pergi untuk menemui Carissa. Perbincangan dengan sang Papa saat itu menjadi topik hangat untuk dibicarakan di masa depan, karena nyatanya Papanya mendukung ia untuk mendapatkan cintanya.. Cinta? Yang benar saja, bahkan Zavier belum berani untuk mengatakan cinta itu. Ia masih mengumpulkan keberanian dalam menyatakan cinta tersebut. Permintaan Zayn dalam mengubah penampilannya tidak Zavier turuti. Dimintai menjadi gelandangan? Tentu saja ditolak Zavier. Enak saja! Mau ditaruh di mana mukanya bilamana nanti ia bertemu dengan Carissa? Malulah! Sebelumnya Zayn memang sempat menolak, menegaskan

  • SEMALAM DENGAN PREMAN   37. Mencari Keberadaan Carissa

    "Zav, kita harus pergi dari tempat ini!" "Apa?" Kening Zavier mengernyit, mendengar penuturan Zayn membuatnya menatap heran. "Tempat ini tidak aman, kita harus pindah dari sini," ucap Zayn. Setelah lama berkecamuk mengenai isi kepalanya, akhirnya Zayn memilih untuk pergi. Ia tidak ingin egois, ia tidak ingin kembali menyiksa putranya, apalagi menjadikan putranya adalah bonekanya. Tidak! Sudah cukup! Sekarang tidak lagi. Ia akan memperlakukan Zavier layaknya putra tercintanya, memberinya kasih sayang, nasehat serta menjaganya. Ia tidak ingin ada pemaksaan kembali, mengambil bahagia serta kebebasannya. "Tapi kenapa, Pah?" Zavier tetap bertanya membuat emosi Zayn sedikit naik. Kesal karena putranya ini banyak bertanya. "Turuti saja apa yang Papa katakan! Mengerti!" ucapnya tegas. Zavier terdiam, bungkam. "Tapi Zafira akan ikut, kan?" "Tentu saja Zafira akan Papa bawa juga, demi keselamatan kita, kita harus bisa bersembunyi."Zavier menatap bingung, perkataan Zayn membuatnya teri

  • SEMALAM DENGAN PREMAN   36. Hal Yang Disembunyikan

    "Tapi tempat ini ...?""Adik kamu di rawat di rumah sakit ini, Zav. Dia ... dia sakit gangguan jiwa." Ucapan Zayn membuat Zavier melebarkan pupil matanya. "J--kadi, selama ini ... Zafira gangguan jiwa?" Zavier menatap tidak percaya. "tidak, tidak mungkin!""Kau tidak akan percaya sebelum kau melihat keadaannya secara langsung," ujar Zayn kemudian melenggang pergi. Zavier mengikuti dari belakang, perasaannya kini bercampur, antara percaya dan tidak ia benar-benar belum mempercayainya. Nyatanya saat ini Zayn menunjukkan rumah sakit khusus bagi orang yang gangguan jiwa. Semua orang di sini sakit, gila dan ... tidak waras, setiap orang yang keduanya lewati memandang dirinya dengan tatapan tajam, adapula yang meledek, atau mungkin tertawa sendiri. Zavier mengepalkan tangannya dalam diam, tak menyangka bahwa sang adik ternyata ada di sini. Dalam beberapa koridor yang sudah Zavier lewati, Zayn akhirnya berhenti di sebuah ruangan. Ruangan itu tertutup, namun dibagian pintu utama terdapat

  • SEMALAM DENGAN PREMAN   35. Kebenaran Mengenai Adik Zavier

    Zavier mengerjapkan matanya tatkala sebuah cahaya masuk ke dalam retina matanya. Dalam remang-remang ia mengerjap matanya, dan perlahan mata itu mulai terbuka. Zavier terdiam, menatap langit-langit. Selimut hangat membungkus tubuhnya, tersadar bahwa ini … kamarnya. “Sial!” Zavier mengusap kasar wajahnya, mengacak rambutnya frustasi. Ditengah kesialan yang Zavier rasa tiba-tiba pintu terbuka. “Kau sudah bangun, putraku?” Dia Zayn, berjalan masuk menuju ranjang Zavier. Zavier terurung emosi sekaligus kesal setelah mendengar suara itu. Ia membuang muka ke arah jendela, merasa tak sudi jika harus melihat Papanya yang benar-benar egois terhadap dirinya. “Makan ini, dua bulan lebih berlalu makananmu pasti tidak sehat dan bergizi, lihat, badanmu bahkan terasa kurusan,” ucapnya menyimpan nampak yang ia bawa. Suara ‘tak’ yang terdengar tak mengubris tatapan Zavier untuk menoleh. Ranjang Zavier sedikit bergerak, Zayn duduk di bibir ranjang tepat di samping Zavier. Zavier sedikit bergeser

  • SEMALAM DENGAN PREMAN   34. Membawa Pulang Zavier

    Zavier segera berlari menuju jalan yang dipenuhi oleh semak-semak, mengubris setiap semak yang ada, entah lebat ataupun tidak ia lalui dengan perasaan berat. Di satu sisi ia memikirkan nasibnya apabila tertangkap, namun di sisi lain ia memikirkan keadaan Carissa di belakang sana. Ah, hatinya tak tentu arah, bercampur baur dengan perasaan mengganjal. Tapi untuk sekarang tampaknya ia harus selamat terlebih dahulu. Biarlah urusan dengan Carissa, dia akan mencari tahu tentangnya apabila waktu memang mengizinkannya untuk bertemu. Sebuah jalan raya Zavier temukan di depan sana. Rasa gembira karena ia berhasil keluar membuatnya tersenyum membanggakan diri. “Yes! Selamat!” ucapnya semakin cepat berlari. Zavier menuju jalan raya tersebut, saat ia berada di sana, tak ia temukan kendaraan yang melintas. “Ayolah, ke mana roda empat ini berada?” ucapnya resah sembari menatap kiri-kanan, berharap ada kendaraan yang melintas. Jika ada tentulah ia bisa ikut untuk ke kota. Sambil menunggu kend

  • SEMALAM DENGAN PREMAN   33. Janji Yang Diingkari

    “A--apa ini? Pa--papa? Papa menuju ke sini?!”Saking terkejut ponsel Zavier sampai terjatuh pula. Tidak lama setelah itu, sering ponsel terdengar membuyarkan lamunan Zavier yang masih mencerna.Segera Zavier angkat, itu dari Alan. “Kau di mana hah?! Daritadi aku mencoba menghubungimu, tapi kau malah asik sendiri?” Alan membuka suara dengan nada geram. “ini– apa maksud semua ini?” tanya Zavier memastikan ulang akan Zayn yang tau keberadaannya. Bagaimana bisa? “Sekarang kau di mana?” tanya Alan. Zavier menjawab cepat, ia memberitahukan tempat di mana ia berada kepada Alan. “Apa kau tidak waras, Zav?! Tempat itu tempat yang sering Papa kamu kunjungi dahulu!”“Apa?!” Zavier berdiri dengan terkejut. “Iya, dan jelas Papa kamu akan tau tempat itu, bahkan jika kau nanti kabur, dia akan tetap menemukanmu!”Zavier mulai panik, sialnya! Carissa masih tak kunjung datang membuat Zavier harus memilih antara menunggu sampai ditangkap atau kabur dan memilih selamat? “Lalu apa yang harus aku lak

  • SEMALAM DENGAN PREMAN   32. Dibuat Resah

    Sudah 30 menit berlalu, tapi Carissa belum juga keluar membuat Zavier yang terduduk diam merasakan resah. Beberapa kali Zavier melirik ke arah di mana tadi Carissa pergi dengan Erwin, berharap Carissa segera hadir dan menemuinya. Namun tak urung, Carissa masih tak menunjukkan batang hidungnya. “Ck! Ke mana mereka? Kenapa mereka belum juga ke sini?” ucap Zavier resah. “apa jangan-jangan Erwin menculik Carissa?” Pikiran Zavier berkecamuk akan keadaan Carissa, mengenai hal buruk pun ia pikirkan. “Tidak, tidak mungkin. Risa pasti baik-baik saja.” Zavier menggelengkan kepalanya, menolak keras pikirannya yang dipenuhi oleh berbagai pertanyaan. Zavier berdiri dari tempatnya, berjalan ke tempat yang Erwin dan Carissa masuk. Sebuah tempat yang dibatasi sebuah tembok besar, terdapat pintu di tengah-tengah hanya saja Zavier tidak tau cara membuka pintu tersebut. Dicoba pun tidak bisaa, pasalnya pintu tersebut tidak ada knop ataupun gagang pintu. Pintu berbahan kayu itu hanya tergambar polos s

  • SEMALAM DENGAN PREMAN   31. Kesembuhan Zayn

    “Baiklah, dengarkan ini!” Mendadak ruangan itu terdiam sunyi, tak ada suara, bahkan napas pun terasa ditahan saja. “Sebenarnya … aku tidak akan memberitahukannya selain pada Clara sendiri!” Sudah lama terdiam, serius, dan yang keluar dibibir Erwin hanha kalimat itu? “Kau mengusirku dengan cara halus, heh?” Zavier bersuara. Entah kenapa ia jadi kesal, benar-benar kesal pada sosok pria di hadapannya ini. “Bukan hanya mengusir, tapi kau memang tidak diperlukan untuk kami,” jawab Erwin enteng. Zavier mengepalkan tangannya, saat hendak mengangkat tangan untuk membalas perlakuan Erwin, tangan itu langsung dihentikan oleh Carissa. “Tolong untuk tidak berantem,” ucap Carissa menatap Zavier. Perempuan itu menenangkan Zavier dengan cara mengenggam tangannya. “Tidak usah sungkan, Kak. Katakan saja, Zavier … Zavier pria yang baik. Dia yang sudah menolongku untuk sampai ke sini. Jika bukan karena dia, mungkin aku tidak akan bisa bertemu denganmu ataupun mengetahui kebenaran ini.” Ucapan Ca

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status