Share

SEPEDA TUA WARISAN KAKEK
SEPEDA TUA WARISAN KAKEK
Penulis: Anna Janitra

Bab 1 MELAWAN

"Lihat itu anak kamu, anak lelaki kebangganmu nggak bisa jalan, lumpuh, nggak bisa bicara, cacat" teriak Lek Santoso, Ayah Angga.

"Santoso! Jangan pernah bawa-bawa anakku, kamu wa ras atau sudah gila? Sini kamu kalau berani!" teriak Ayah tak kalah keras.

Lelaki yang masih ada ikatan hubungan keluarga itu saling naik pitam. Ayah yang tangannya dipegang erat oleh ibu seakan kemarahannya sudah sampai tingkat atas.

"Kamu tahu apa artinya keluarga? Keluarga itu saling menghormati dan menghargai bukan menghina seperti ini. Jika kamu tidak terima dengan niat baikku, bicara baik-baik!" tegas Ayah.

Namun, bukan pada Lek Santoso dia malah berkacak pinggang seolah menantang Ayah. "Aku nggak butuh keluarga seperti kamu, memalukan. Punya saudara kok ca cat! Malu!"

Tangan ini mengepal erat, urat-urat nadi menyembul menandakan aku sedang berada di titik puncak kemarahan. Masih kutahan karena berharap dia akan sadar dengan ucapannya dan meminta maaf.

Namun, bukannya permintaan maaf yang keluar. Dia justru semakin garang berbicara dengan kalimat sesukanya tanpa peduli ini ada orang yang lebih tua darinya dan patut dihormati.

Santoso adalah suami dari adik Ayahku, Lek Wati. Bukan tanpa sebab, dia marah karena baru saja di ingatkah oleh Ayah untuk tidak terlalu mengumbar masalah pribadinya dengan orang lain. Semua itu aib, dan sebaik-baiknya aib keluarga adalah menyimpannya baik-baik.

Karena, malu jika sampai aib keluarga di sebarluaskan hanya karena ego yang tersulut api emosi. Dia memang mempunyai kebiasaan buruk yang sulit terkendali, mengatakan semua aib keluarga di khalayak ramai. Dan itu membuat Ayah malu.

Aku masih saja terdiam dengan mengepal kuat mendengar ocehannya yang membakar amarah. Dadaku bergemuruh, ingin sajanya membanting dia ke tanah dan menginjak-injak menjadi bagian terkecil dan hilang di terpa angin.

"Seharusnya kamu sadar, jika mempunyai anak lumpuh dan nggak bisa ngapa-ngapain. Malu. Contoh ini aku, gagah, tegak dan kuat, mana mungkin mempunyai keturunan seperti dia!" teriaknya kembali dengan menunjuk ke arah Mas Agus, Kakak sulungku yang memang sedang sakit di daerah otaknya, sehingga tidak bisa lagi seperti semula.

Sejak usia delapan bulan, saat aktif-aktifnya seorang bayi, Mas Agus justru terserang penyakit yang tidak pernah melintas di pikirkan Ayah, panas tinggi membuat tubuhnya rentan terhadap penyakit dan saat itu Mas Agus mulai mengalami kelumpuhan pada tubuhnya serta tidak bisa berbicara sedikitpun. Meski sudah segala macam pengobatan dari medis dan alternatif, dilakukan upaya demi kesembuhannya.

Sungguh bagai petir disiang hari yang menyambar di hati kedua orang tuaku kala itu. Mereka berada dititik terendah dan hampir saja putus asa untuk mempunyai keturunan lagi. Alhasil, aku dan Mas Agus terbentang jarak cukup lama.

Sebagian harta benda telah digunakan untuk berobat, tapi masih saja tidak ada tanda-tanda kesembuhan pada Kakak lelakiku satu-satunya itu. Namun, bukan seperti ini yang kami harapkan.

Lek Santoso dengan angkuhnya berteriak dan berjoget serta menepuk-nepuk pan tatnya kearah Ayah yang menatapnya nanar. Ayah, mungkin hatinya telah menangis. Buktinya, suara yang hendak keluar dari tadi tidak bisa di rangkai kata-katanya.

Beliau justru mematung dengan tangan mengepal kuat, sama sepertiku. Ibu, jangan tanya beliau sedang apa. Ibu tergugu di pojok rumah, mendengar semua perkataan orang yang seharusnya menghormati mereka sebagai saudara. Keluarga.

"Hahaha, kalian itu bodoh. Punya anak kok seperti itu." Kini anak dari Lek Santoso, Angga yang bersuara nyaring dan terbahak-bahak.

"Hei, kamu Santoso. Hidup itu tidak selamanya diatas, tidak ada orang yang menghendaki anak seperti Agus. Tidak! Andai aku bisa meminta kepada Tuhan dan dikabulkan, maka aku pun sama ingin mempunyai anak-anak yang sehat seperti kamu. Mempunyai banyak uang supaya bisa membeli mobil sepuluh dan rumah tingkat tiga.

Jangan mentang-mentang kamu sekarang sukses lalu seenaknya menghina kami seperti ini. Jika kamu tidak mau dinasehati, cukup bilang tidak mau. Jangan bawa anakku yang tidak tahu-menahu!"

Ayah berteriak kencang sekuat tenaga, urat-urat di lehernya mulai terlihat. Matanya memerah memandang kedua makhluk hidup yang sangat keji mulutnya itu.

Emosi yang kupendam tak bisa ku sembunyikan rapat-rapat. Aku berjalan menuju tempatnya berdiri, memandang bapak dan anak yang tersenyum mengejek itu dengan sangat murka.

"Apa salah Mas Agus padamu?" tanyaku lantang.

Rasanya dada ini sudah mau meledak dan memporak-porandakan banguna megah rumah Lek Santoso yang berdiri di depan rumah kami. Amarahku sudah tidak bisa ditahan. Apapun akibatnya aku akan melawan, apapun itu.

"Aku hanya memberitahu orang tuamu, jangan mengusik kehidupanku. Lihat itu Kakak kamu saja cacat dan nggak bisa ngapa-ngapain. Kenapa juga menasehatiku seolah dia lebih baik dari kami? Hah?! Aku nggak takut sama kamu!" bentaknya masih dengan memperagakan aksinya yang berjoget ria.

"Coba peragakan lagi kamu berjoget di depanku! Aku mau lihat kebolehanmu itu!" tantangku nyalang.

"Hah! Kamu itu hanya anak kecil yang goblok. Kamu nggak ada hak untuk memerintahku, apa jabatanmu?" Mata itu masih saja nyalang, bahkan hampir saja melompat dari lobanhnya.

"Aku, aku nggak masalah kamu mau marah atau apapun. Namun, apa salah Mas Agus terhadapmu? Apa? Dia kakakku tidak bisa memakimu atau berbicara buruk kepadamu, lalu kenapa kamu mengusiknya?" ulangku lantang.

"Hei, kamu! Kamu jangan sekali-kali berteriak kencang di depan Ayahku. Dan dengar ucapanku, aku bisa saja memenjarakanmu karena masuk ke dalam rumahku ini. Ingat! Kamu tidak ada secuilnya dari kami. Pergi!" bentak Angga dengan menepis tanganku kasar.

"Aku tidak takut! Di penjara seumur hidup pun aku tidak takut, karena aku membela keluargaku apalagi Mas Agus." Aku pun tak kalah kasar, aku menunjuk wajah mereka dengan garang.

Tidak sedikitpun rasa takut muncul di benakku. Tidak ada. Bahkan jika aku bisa, maka ingin saja rasanya aku tampar muka Lek Santoso itu keras. Berharap giginya yang ompong itu sekalian rontok dari gusinya.

🖤🖤🖤

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status