Home / Lainnya / SEPEDA TUA WARISAN KAKEK / Bab 4 TAK DIANGGAP

Share

Bab 4 TAK DIANGGAP

Author: Anna Janitra
last update Last Updated: 2023-02-28 21:28:09

Malam ini masih saja ramai di rumah Bi Salimah, justru saat malam semakin beranjak naik dan sesudah Isya, para tamu berdatangan memenuhi halaman rumahnya.

Riuh para tamu seakan ada acara keluarga yang bahagia. Namun, lagi-lagi mengundang tanyaku di hati. Kenapa Bapak nggak diundang? Jiwa kepo ini terus berontak ingin tahu segalanya.

Andai benar mereka memutuskan hubungan keluarga ini, apa mau dikata? Akupun akan sama dengan yang mereka lakukan. Memutuskan juga.

"Ada acara lamaran untuk Julia, makanya ramai sekali," jelas Ibu seperti memahami isi hatiku.

"Oh, begitu."

"Biar saja, mungkin mereka telah memutuskan hubungan dengan kita. Nggak apa, ya, Pak. Jangan diambil hati! Masih banyak saudara yang baik sama kita," hibur Ibu saat Bapak datang dengan membawa sepiring martabak manis.

Senyum lelaki tua yang terlihat keriputnya dimana-mana itu merekah. Tak ada gurat sakit hati di mukanya. Entah terbuat dari apa hati Bapak ini. Kalau jadi aku, sudah aku marahin itu adik yang kurang ajar sama yang tua.

"Nggak apa, biar saja. Yuk, kita makan martabak ini. Lumayan tadi ada gratisan dari Pak RT," celetuk Bapak lalu mencomot satu iris martabak manis berisi kacang juga keju.

Alis Ibu hampir bertemu mendengar ucapan Bapak, tapi urung di tanyakan karena Bapak berbisik lirih, "bercanda."

Kami pun menikmati makanan manis itu dengan nikmat, sambil sesekali Ibu menyuapi Mas Agus yang duduk diantara kami. Kakak lelakiku itu sudah dewasa, andai dia sehat pasti akan bekerja dan bisa membahagiakan Ibu juga.

Namun, … ah, sudahlah. Hatiku cuma bisa berandai-andai tanpa jelas tujuannya. Tidak ada yang menginginkan anak dan saudara seperti keadaan Mas Agus sekarang, Tuhan itu kalau sudah memberikan jalan seperti ini, ya, jalani saja tanpa bisa membantahNya.

Mau berontak dan berteriak sekuat apapun nggak ada gunanya. Bapak dan Ibu sudah sekuat tenaga dan harapan mencari yang terbaik, tapi hasilnya selalu nihil.

Bahkan, beberapa lelaki yang hendak melamarku selalu saja gagal di tengah jalan hanya karena mempunyai saudara seperti Mas Agus, begitu alasan orang tua mereka. Ah, biarkan saja. Kalau jodoh tak akan kemana.

"Melamun saja, itu martabaknya masih banyak. Kamu, 'kan, suka sama makanan itu," kata Ibu membuyarkan lamunanku.

"Nggak kok, Bu."

"Semoga jodohmu dekat dan menerima keluarga ini apa adanya. Aamiin."

"Aamiin," ucap Bapak dan aku bersamaan.

Aku mendekati Mas Agus yang tengah duduk melihat televisi, kuelus lembut punggung tangannya. Andai dia sehat dan seperti pada lelaki lainnya, pasti akan menjadi pelindung kami jika ada orang yang berbuat jahat.

Namun, Tuhan berkata lain. Justru akulah yang akan menjadi pelindung mereka. Tetapkanlah aku menjadi seorang anak dan adik yang kuat, sehat supaya bisa selalu menjaga keluarga kecilkan ini, Tuhan. Itu doaku.

"Mas, doakan semoga aku panjang umur supaya bisa menjagamu sampai nanti nafasku habis, ya." Aku terisak kala mengucap sebuah kalimat ini nyaris tak terdengar.

"Suci, nggak baik bicara seperti itu, Nak! Kita akan sama-sama menjaga Kakakmu, iya, 'kan, Pak?" ujar Ibu memasang wajah masam.

Aku pikir suara ini tadi tidak ada yang mendengarnya, tapi nyatanya pendengaran Ibu jauh lebih tajam dari apa yang aku duga.

"Pasti." Bapak menjawab dengan semangat, beliau mendekati kami yang duduk bersimpuh di depan Mas Agus. Memandang nanar ke arah anak lelaki yang selalu disayangi tersebut.

🖤🖤🖤

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • SEPEDA TUA WARISAN KAKEK    BAB 165 TAMAT

    Akupun ikut berbaur dengan memeluk mereka berdua, kami berangkulan dengan deraian air mata. Semua yang di dada keluar, hingga kesalahan yang paling ujung di dalam jiwa pun seakan ikut keluar juga. Terbang tinggi mengikuti angin yang baru saja datang.Juga saat elusan lembut mendarat di punggung ini menyadarkanku dari tangisan. Ku lihat mata indah yang pernah membuat hatiku terbuai itu lalu memeluknya erat dan mengatakan dengan terbata kata maaf.“Maafkan aku, Mas, aku belum bisa menjadi istri yang baik bagimu. Maafkan aku,” isakku hari.“Aku sudah memaafkan, kita perbaiki kesalahan yang pernah lalu supaya kedepannya rumah tangga yang telah kita bina semakin baik dan bahagia, mau?” ucap Mas Yanuar dengan menyeka air mata ini.Aku hanya bisa mengangguk karena sekedar bersuara lagi pun tenggorokan ini terasa sulit. Semua seolah berhenti di tengah-tengah sehingga yang mampu aku lakukan adalah menangis dan menangis. Bahagia rasanya memiliki suami seperti Mas Yanuar, dia begitu sabar di saa

  • SEPEDA TUA WARISAN KAKEK    BAB 164 LULUH

    “Suci, apa kamu ingin tahu isi hati kami? Terlebih lagi Ibu, apakah kamu ingin mengetahuinya, nak?” Ibu mulai bersuara, beliau duduk di kursi bambu lalu memandang ke depan.Tidak ada airmata juga kesedihan, beliau justru beberapa kali mengedipkan kedua matanya. Aku melihat itu adalah sebuah cara untuk menghalau air mata supaya tidak keluar. Aku yakin itu.“Sebenarnya jauh di lubuk hati ibu sakit, terluka dan perih sekali menerima kenyataan pada usia senja Ibu ini. Ipar, keponakan dan mertua yang begitu membenci Ibu, berharap ibu tidak ada lagi di dunia ini, memaki Ibu, menghina bahkan meludahi Ibu dengan tawa nyaringnya kala itu. Semua perlakuan mereka memang membekas di sini!” ucap Ibu dengan menunjuk dadanya yang naik turun.Semua terdiam, baik itu Mas Yanuar dan Ayah. Tiba-tiba suasana berubah, pada hewan peliharaan kami pun seolah tahu bahwasanya ada hati yang ingin membuka luka menganga tersebut.Bahkan aku nyaris ambruk tatkala mendengar perkataan Ibu yang jauh dari perkiraanku

  • SEPEDA TUA WARISAN KAKEK    BAB 163 KACAU

    “Coba kamu ulangi lagi!” titah Mas Yanuar, dia berdiri sambil menatap ke arahku.“Berapa kali kamu meminta perpisahan kepadaku?” imbuhnya.“Jika memang aku bukanlah yang terbaik bagimu kenapa tidak kita sudahi saja pernikahan ini? Bukankah seumur hidup itu lama dan kita juga masih muda, kamu masih banyak pilihan yang baik untuk kedepannya. Soal Raka, aku tidak akan menghalangi untuk bertemu.”“Masih banyak wanita diluar sana yang jauh lebih baik daripada aku bukan? San kamu tahu sendiri jika aku sulit diatur dan tidak bisa bekerjasama dengan baik. Lalu apa yang kamu cari lagi jika celah dan kesempatan sudah aku berikan?” ujarku dengan bibir bergetar.Sakit sebenarnya hati ini mengeluarkan apa yang baru saja terdengar aneh di telinga. Namun, aku akan semakin sakit jika tidak ada dukungan dan genggaman kuat menghadapi hati yang terus saja tersakiti oleh sikap dan ucapan mereka yang aku sayang.Aku keluar kamar, menuju tempat paling nyaman, dia adalah kursi yang terbuat dari bambu dan te

  • SEPEDA TUA WARISAN KAKEK    BAB 162 KAGET

    Pagi ini kami tidak jadi pulang, Ibu terlampau khawatir dengan keadaan yang sedang kacau ini. Apalagi sejak tadi aku hanya diam dengan tatapan mata kosong. Pikiran yang berkecamuk seolah ingin mengajakku kembali terpuruk jauh dalam tragedi hati yang tidak tahu kapan selesainya ini.Mas Yanuar pun seolah tidak ingin membiarkan istrinya larut dalam tangisan. Dengan setia dia menemaniku di dalam kamar, mengaji dan sesekali menatap mata ini dengan sebuah senyuman.“Nggak kerja?” tanyaku saat suamiku berhenti mengaji.Dia menggeleng pelan lalu meletakkan kembali kita suci itu di tempatnya semula. Kembali duduk di samping lalu mengelus lembut rambut yang terurai panjang sepinggang ini. Perlahan Mas Yanuar menciumnya lalu memeluk dari belakang sambil berbicara.“Kegagalan seorang suami terhadap istri itu bukanlah karena hal duniawi saja, tapi jalan menuju akhirat. Imam, pemimpin pasti akan mengajak anggotanya untuk tetap berada di jalan yang baik, dengan susah payahnya atau mudah pasti akan

  • SEPEDA TUA WARISAN KAKEK    BAB 161 KERAS KEPALA

    “Nggak semudah itu aku bisa melakukan hal konyol ini, Ayah!” “Ayah tahu, tapi setidaknya kamu bisa mengatakan hal itu di sini dan sekarang!”“Itu namanya pemaksaan, aku nggak bisa mengatakan hal yang tidak tulus dari hati.”“Mereka bisa dan berani minta maaf kesini bukankah itu hebat. Kebesaran hati mereka merendah dan mengatakan kalau perbuatan di masa lalu adalah kesalahan dan yakin akan memperbaiki semuanya bukankah itu hebat? Nak, Ayah dan Ibu tidak pernah mengajarkan hal dendam terhadapmu. Ini demi masa depanmu kelak supaya jangan dendam dengan seseorang karena justru akan merugikan diri sendiri,” jelas Ayah bijak.“Ayah semangat sekali membela mereka di sini!” ucapku ketus.Mata itu tajam ke arahku, Ibu pun sama. Kedua orang tuaku seolah ingin bertarung hebat dengan diri ini hanya karena orang lain yang telah menjadi saudaranya.“Jangan pernah ke rumah ini jika kata maafmu tidak ada!”“Ayah!” Suara Ibu meninggi mendengar suaminya berucap demikian padaku putri kesayangannya.Ent

  • SEPEDA TUA WARISAN KAKEK    BAB 160 HATI

    Pagi-pagi sekali aku menata barang bawaan untuk dibawa pulang. Di kursi itu aku juga mengajak Raka berbicaralah supaya dia anteng.“Maafkan, Mbah,” ucap seseorang yang tak ku hiraukan.Rasa sakit yang sudah bertahun-tahun ini tidak bisa dengan sekejap aku hilangkan bahkan sembuhkan sekalipun. Entah sisi jahatku ini kenapa tidak bisa pergi dengan ucapan maaf dari mereka. Masih terlalu sakit. Akan tetapi, jika aku masih bergelut dengan dendam dan luka maka benar apa yang dikatakan oleh Mas Yanuar, jika aku tidak akan bisa maju.Ruang lingkupku pun akan tetap sama di situ-situ saja dan enggan bergerak padahal yang bisa menjalankan adalah diriku sendiri. Tanpa terasa air mata ini jatuh berlomba-lomba menuju pipi, tidak ada suara karena terlalu sakit.“Ikhlaskan, nggak ada yang bisa menyembuhkan luka kita sendiri kecuali dengan ikhlas dan ikhlas. Jika masih saja seperti itu, kapan kamu akan berkembang lebih baik?” Tepukan kecil di pundak dan suara lembut itu tidak mampu membuat air mata in

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status