Share

Terbakar

Jantungku berdebar tak menentu, bahkan ketika sudah lebih satu jam berada di dalam mobil. Jauh sekali alamat ini.

Suara notif di ponsel mengalihkan perhatian. Menjeda ketegangan yang merayap memenuhi hati sampai kepala. Aku seperti akan menemui hal besar di depan sana. Padahal, belum pasti itu apa.

Kurogoh ponsel dalam tas jinjing yang kubawa. Mengambil benda pipih yang tadi berbunyi dan langsung fokus pada pesan yang masuk ke sana. Pesan itu rupanya datang dari Hania.

[ Umi, sudah di mana? Apa sudah sampai? Apa Umi baik –baik saja? Nggak usah pikirin kami di sini. Kami baik –baik saja Umi. Ini juga udah bilang ke Mbak Mur kalau Umi ada urusan.Katanya mau nginep sini, nemenin Hania. ]

Aku tersenyum. Lega juga mendengar Mbak yang biasa dipanggil bantu –bantu ke rumah saat benar –benar keteteran mau datang. Beliau ini hanya tinggal dengan suaminya yang sakit –sakitan. Rumahnya juga hanya berjarak satu rumah dengan rumah kami.

Aneh juga, kenapa aku tidak kepikiran sama sekali untuk meminta bantuan Mbak Mur. Padahal, kalau dari awal pasti bisa pergi lebih awal pula. Mungkin, karena pikiranku terlalu fokus dan curiga pada Mas Haris, sampai mengenyampinkan hal lain.

Aku pun membalas pesan anak sholehahku tersebut.

[ Alhamdulillah kalau begitu, Sholihah. Baik –baik, ya. Umi usahain pulangnya cepat. ]

Tak sampai satu menit, pesan balasan kembali muncul.

[ Inggih, Mi. ]

Bibirku sontak tertarik ke kedua sisi membentuk senyuman. Gadisku itu sudah memiliki pemikiran orang dewasa, yang membuatku sebagai Ibu terharu.

Akhirnya mobil yang membawaku memasuki perumahan yang lumayan bisa dikata mewah, sebab bangunan per rumahnya dipagar tinggi. Aneh. Kenapa Mas Haris memilih kantor cabang di tempat begini? Bukannya dia bilang kemarin di jalan besar? Apa dia benar –benar berbohong padaku? Atau aku yang salah ingat ucapannya sebab fokus pada nomor Pak Karim dan nomor baru yang masuk.

Entahlah, semuanya akan terjawab sekarang. Setelah aku masuk dan bertemu penghuni rumah itu. karena tampaknya semua rumah lampunya menyala di sini, jadi aku yakin tidak ada rumah kosong.

“Mbak, nanti tunggu saya sekalian, ya. Mungkin paling lama satu jam, saya hanya perlu memeriksa sesuatu,” pintaku pada driver wanita yang kini menunggu pembayaran tarif dariku.

“Baik, Mbak. Kalau gitu saya buka orderan di sekitar sini dulu.”

“Terima kasih.”

Kakiku pun terayun ke tanah asing kota ini, jangan ditanya bagaimana debar jantungku? Aku seperti sudah tahu kalau suamiku berselingkuh dan akan menangkap basah wanita yang menggodanya. Yah, seperti itu sakit hatiku hanya karena prasangka. Berharap semua itu tak akan pernah menjadi nyata.

Namun, nyatanya aku salah.

“Assalamualaikum,” ucapku pada seorang pria yang berjalan dari arah dalam kompleks.

“Waalaikumsalam.” Pria paruh baya itu

tersenyum ramah. “Ibu sedang mencari siapa?”

“Saya ingin berkunjung ke alamat ini, Pak.” Kuperlihatkan kertas yang kubawa, berisikan alamat rumah dari token listrik.

“Oh ya benar yang itu rumahnya! Beliau menyewa rumah saya. Wah, keluarganya ya Bu? Keluarga Mbak Inggit?” tanyanya kemudian.

“Siapa Mbak Inggit?”

“Itu istrinya Bapak Haris. Mereka kan tinggal di sini. Mereka itu memang baik sekali pada warga di sini.”

Seperti ada palu yang menghantam kepalaku. Nyeri sampai ke hati. Ya Allah apa aku tidak salah dengar.

“Bapak Haris Cahya bukan Pak?” tanyaku lagi memastikan.

“Benar.”

“Saya istri Bapak Haris Cahya Pak!” ucapanku menekan. Tidak terima wanita lain disebut sebagai istri dari suamiku.

Seketika wajah pria itu pias. Air mukanya berubah. “Ehm, itu ....”

Tak ingin berlama-lama membuang waktu aku pun melewati pria yang katanya pemilik rumah kontrakan tersebut, bergerak ke arah rumah yang ditunjuknya tadi. Kugedor-gedor pagar agar orang di dalam mendengar dan segera ke luar. Tapi tak juga ada jawaban, padahal orang tadi bilang kalau perempuan bernama Inggit ada di dalam sana bersama suaminya.

Astaghfirullah, dadaku rasanya terbakar dan rasanya ingin membakar bangunan ini segera.

Bersambung .....

Selamat ya buat nama2 pemenang koin. Jangan lupa digunakan buat buka bab2 berkunci cerita Wafa nantinya. Haha.

Comments (3)
goodnovel comment avatar
Raudhatul Jannah Alhasanay
keren, bikin gregetan..
goodnovel comment avatar
Ajam Hidayat
keren,tapi knpa stiap cerita disni harus menggunakan poin.membuat candu para pembaca harus greget saat poin habis ...
goodnovel comment avatar
Juan Carlos
Bagus sekali
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status