Akhirnya Bumi pun pergi mencari toko penjual es krim bersama anak-anak itu.
"Ke mana mereka?" tanya Adam sambil terus menatap ke arah anak-anak kecil tersebut.
"Mencari toko," jawab Jiya dengan santai.
"Mencari toko, apa maksud kamu?" tanya Adam.
"Ya mencari toko," sahut Jiya masih dengan nada santai.
"Bukannya tadi ada toko."
"Ada, tapi jam segini toko yang menjual es krim jarang yang sudah buka," terang Jiya.
Adam pun bergumam menanggapi hal tersebut.
"Mana," ucap Jiya sambil menengadahkan tangannya di depan Adam.
Adam pun mengernyitkan keningnya melihat tangan Jiya. "Apa?" tanyanya.
"Ganti uangku," jawab Jiya singkat.
Adam menghela napasnya saat melihat hal itu, ia pun segera mengeluarkan dompetnya. "Ini," ucapny
"A-a-aku …" Jiya kebingungan harus menjawab apa. Adam pun memejamkan matanya. "Ehem," dehemnya, "sudah aku tidak ingin mendengar omong kosong lagi. Apa yang terjadi?" tanyanya sambil menatap ke arah Jiya. Kemudian Lina pun langsung menyahut, "Ini Pak, saya Lina. Saya salah satu temannya Jiya, saya ingin melamar menjadi pengasuh untuk anak Bapak." Adam pun langsung menatap ke arah Lina. "Jadi kamu?" "Iya Pak, saya," sahut Lina sambil tersenyum manis pada Adam. 'Apa orang seperti ini bisa menangani Bumi,' pikir Adam sambil menatap ke arah Lina beberapa saat. "Ya baiklah kamu ikuti saja bagaimana perkataan Jiya," ucap Adam dengan tatapan dingin menyertai kalimatnya. "Baik Pak," sahut Lina dengan lembut. Lalu Adam kembali menatap ke arah Jiya yang masih sibuk menggoda Bumi kecil. "Kamu," panggilnya.
"Ini …" Ia kemudian dengan cepat menutupi hidungnya dengan kain lap yang dipegangnya saat bau dari benda tersebut menusuk hidungnya.'Siapa yang bikin gara-gara begini,' batinnya sambil mengambil sapu dan pengki lalu membawa kotak tersebut keluar dari toko."Kamu mau bawa kemana?" tanya Dila yang baru selesai memuntahkan sarapan paginya."Kedepan," sahut Jiya sambil berjalan dengan cepat."Jangan. Bawa kebelakang saja," ujar Dila sambil menunjuk ke arah tempat pembakaran sampah yang ada di samping rumahnya.Jiya pun langsung berbalik dan pergi ke tempat yang ditunjuk oleh Dila."Sialan," ujarnya sambil melemparkan benda tersebut ke dalam tempat membakar sampah.Tak lama kemudian Dila pun menyusul ke tempat itu. "Bagaimana?" tanyanya
"Tenanglah Lin, katakan ada apa?" tanya Jiya sambil membawa gadis yang baru saja memeluknya itu sedikit menjauh.Lina pun menatap Jiya dengan sendu. "Aku hampir dibawa ke kantor polisi," ujarnya."Kantor polisi?" Jiya bertanya sambil menatap Lina dengan heran dan sedikit bingung.Dan sebelum Lina menjawab tiba-tiba seorang anak mendekati mereka berdua. "Bu, ada yang bertengkar," ujar anak itu sambil menarik baju Jiya.Jiya pun langsung menoleh dan melihat ke arah anak tersebut. "Bertengkar?"Anak itu pun langsung menunjuk ke arah tempatnya mengajar tadi."Hei, stop!" teriaknya sambil berlari ke tempat itu dan melerai."Bu, anak ini nakal," ujar salah satu anak yang bertengkar.
"Kamu ….""Aku kenapa," tukas Bumi dengan gaya tengilnya. "Lagi pula selera kamu rendah sekali, memangnya kamu mau ditemani orang yang berdandan seperti itu sepanjang hari?"Jiya pun menelan ludahnya mendengar perkataan anak laki-laki tengil tersebut. 'Benar juga, dia memang agak … memang cukup menor sih,' batin Jiya yang membenarkan hal tersebut sambil menatap ke arah Lina dan mengamati dandanannya."Tapi apa pun alasannya, memfitnah orang itu tidak dibenarkan," ucapnya mencoba menasehati Bumi kecil.Bumi pun langsung menyahut, "Memangnya siapa yang memfitnah?"Jiya pun mengernyitkan keningnya."Aku tadi hanya mengambil barang di mini market, lalu orang mini market bertanya di mana orang tuaku. Karena dia yang bertanggung jawab menemaniku, m
Jiya pun keluar dari ruangan tersebut diikuti oleh orang-orang yang ada di ruangan tersebut."Kenapa?" tanya Jiya pada Bumi yang kini berdiri tidak jauh dari pintu masuk ruangan tersebut."Itu," ujar Bumi sambil menunjuk ke arah tempat parkir.Jiya dan semua orang pun langsung menatap ke arah parkiran dan melihat beberapa orang berlari menjauh dari tempat itu."Berhenti!" teriak Jiya sambil berlari ke arah orang tersebut.Tapi saat Jiya baru beberapa langkah, orang itu sudah lebih dulu kabur bersama temannya yang telah menunggu tidak jauh dari tempat parkir."Sial!" teriak Jiya kesal."Sudahlah, mereka sudah kabur," ujar teman Jiya yan
"Ibunya sudah tidak ada, dia meninggal," sahut Adam lalu menatap ke arah lain.Jiya pun terdiam. 'Jadi benar istrinya sudah meninggal. Pantas saja,' batin Jiya."Ehem! Maaf Mas aku tidak bermaksud membuat kamu mengingat kepergian almarhum istri kamu," ucap Jiya dengan lembut karena merasa sedikit bersalah.Adam menatap Jiya sambil mengernyitkan keningnya.Jiya pun melanjutkan kalimatnya. "Aku tidak tahu ini benar atau salah. Tapi jika memang istri Mas sudah meninggal emmm … menurutku Bumi itu membutuhkan sosok ibu. Ini mungkin hanya pendapatku saja, soalnya aku juga tidak tahu bagaimana keluarga kamu dan lingkungannya tumbuh itu seperti apa," bebernya."Sosok ibu," gumam Adam sambil menatap Jiya dari ujung kepala hingga ujung kaki.Jiya yang t
Jiya dan Adam pun mengawasi Bumi dan Nindy dari kejauhan sambil mengobrol santai. Semuanya berjalan lancar awalnya hingga tiba-tiba Bumi dan Nindy menghilang dari pandangan mereka."Loh Mas, bukannya tadi mereka main di sana," ujar Jiya sambil menunjuk ke arah komedi putar.Adam yang baru sebentar menatap ponselnya pun langsung terkejut dan menatap ke arah wahana komedi putar tersebut. "Benar," sahutnya sambil berdiri dari bangku yang ia duduki dan dengan cepat memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya.Jiya pun ikut berdiri, dan akhirnya mereka berdua berkeliling mencari kedua orang tersebut. Mereka terus berkeliling sambil menatap sekitar mencari keberadaan Bumi dan Nindy di tengah keramaian pasar malam itu.
"APA?" teriak Jiya yang terlihat terkejut.Semua orang yang ada di ruangan itu pun menatap ke arah Jiya dengan penasaran."Baik-baik, aku akan secepatnya ke sana," ujarnya lagi menanggapi kalimat orang yang ada di dalam panggilan tersebut.Setelah selesai mengatakan hal tersebut, Jiya pun menutup panggilan itu."Ada apa?" tanya Nindy dengan suara lemah."Toko kue kebakaran," jawab Jiya sambil memasukkan ponsel tersebut ke dalam sakunya dengan cepat."Ji," panggil Nindy sambil menatap sahabatnya yang terlihat gugup itu.Jiya pun menatap Nindy. "Ya?"Nindy melambaikan tangannya, dan Jiya pun segera mendekat."Kenapa?" tanya Jiya sa