Share

Bab 5. Mulai Jujur

Author: ananda zhia
last update Last Updated: 2022-12-01 07:57:13

* Kamu tahu obatnya malarindu?

* Yap benar, Bodreks-sun ...

***

Aku merasakan kepalaku berat dan tercium aroma yang sangat familiar dengan indera penciumanku. Aroma rumah sakit.

"Bunda."

Aku menghela nafas berat. Dua selang oksigen tertancap di kedua lubang hidung.

"Ganis! Kamu sudah sadar? Apa yang kamu minum sampai seluruh badan kamu dingin semua?" tanya bunda cemas.

"Bunda, Ganis baru saja sadar. Jangan menghujani dia dengan berbagai macam pertanyaan dulu. Biar dia istirahat." 

Terdengar suara ayah yang sedang duduk di sofa ruang rawat inap.

"Tadi Erick dan mamanya kemari menjengukmu. Keluarganya sudah sampai ke penginapan. Mereka tampak sangat mencemaskanmu. Mas tidak mengerti kenapa kamu meminum diazepam secara berlebihan."

Mas Aris membuka suara. Aku menunduk. Ayah dan bunda terkejut.

"Diazepam apa itu?" tanya bunda.

"Obat tidur. Aris menemukannya di laci meja rias. Dulu saat Ganis imsomnia akibat tugas kuliahnya yang menumpuk, dia selalu mengkonsumsi diazepam. Mas baca sebotol isi 100 butir tadi mas lihat isinya tinggal 50 butir. Kamu minum berapa kemarin?" tanya mas Aris.

Aku menunduk. 

"Sudah Ris. Jangan pojokkan adikmu. Kasihan dia. Sudah tertidur dari kemarin dan baru sekarang siuman, jangan dibebani dengan macam-macam pertanyaan." 

Lagi-lagi ayah melindungiku.

"Ti-tidak. Mas Aris benar. Aku menyembunyikan sesuatu tentang mas Erick."

Ayah terlihat memucat.

"Ada apa dengan Erick? Bukankah dia pria yang paling sopan dan paling baik yang pernah kita kenal sebelum ini?" tanya bunda.

Aku tersenyum miring. 

"Mana ponsel Ganis?" tanyaku pada seluruh anggota keluarga yang ada di dalam ruangan yang sama denganku.

"Mas gak bawa. Mungkin di kamar kamu di rumah."

"Tolong bawa kesini, Mas. Ada yang mau Ganis tunjukkan ke mas Aris, Ayah, dan Bunda." 

'Baiklah aku telah memilih untuk memberitahukan seluruh keluargaku tentang rencana Erick dan ibunya. Daripada aku harus sengsara sendiri memikirkan pengkhianatan Erick.'

Mata mas Aris membulat. "Tentang apa sih? Memangnya ada kaitan apa sih antara ponsel kamu, Erick, dan juga tentang kondisi kamu saat ini?" tanya mas Aris.

"Ada! Dan berkaitan erat pula dengan cerita yang dirahasiakan oleh Ayah dan Bunda."

Ayah dan bunda berpandangan. "A-apa yang kamu ketahui, Nis?" tanya ayah lirih.

"Akan kujawab setelah ponsel ku ada disini."

Aku memejamkan mata lagi. Kepala masih merasa pusing dan badan melayang.

"Dan tolong, tinggalkan aku sendiri Yah. Sampai 3 atau 4 jam, Ganis ingin disini sendirian. Tolong jangan biarkan siapapun masuk termasuk mas Erick sekalipun," pintaku. 

"Tapi Ganis, bagaimana pernikahanmu?" tanya Bunda. 

"Ssst, Bund. Kita keluar saja dulu sesuai permintaan Rengganis."

Ayah menarik tangan Bunda menjauh.

"Oh iya, ada seseorang yang sangat mencemaskanmu saat kamu masuk UGD dengan kondisi lemah. Mas gak tahu apa dia selingkuhanmu atau tidak sehingga kamu jadi berubah terhadap Erick. Tapi tolonglah, jangan mudah main hati jika sudah memilih hati yang lainnya."

Aku membuka mata lagi. 'Apa maksud mas Aris? Kenapa aku yang dituduh selingkuh hanya gara-gara sikapku pada Erick telah berubah?'

"Ganis tidak seling ...,"

Belum sempat aku menuntaskan kalimatku, mas Aris meninggalkan kamarku sambil berujar, "namanya Reyhan."

"Apa? Reyhan? Tidak mungkin," gumamku karena aku tahu dengan pasti siapa Reyhan.

***

"Kamu tidak apa-apa, Nis?" tanya mas Erick dengan wajah cemas.

"Gimana dong dengan rencana akad kalian Sayang kalau kamu sakit? Apa kamu belum cuti kerja?" tanya ibu mas Erick seraya mengelus rambutku.

'Hih, pura-pura segala. Najis!' umpatku dalam hati.

Aku telah tidur nyenyak selama 5 jam. Dan begitu bangun tahu-tahu Mas Erick dan ibunya sudah ada di sofa tempat aku dirawat bersama keluargaku.

"Mana ponselku?" tanyaku lemah.

"Ada di laci bufet samping kamu tidur," jawab mas Aris pendek. 

"Apa ada yang menyentuhnya selain mas Aris?" tanyaku cemas. 

"Tidak ada. Kenapa sih bangun tidur malah Hp saja yang dipikirkan. Coba pikirkan tentang pernikahan kita?" tanya mas Erick mengelus rambutku.

'Hilih, pura-pura! Sekarang kamu mengelus rambutku setelah semalam kamu tidur dengan Anin. Untung saja sebelum menelan diazepam kemarin, passwordnya sempat kuganti.'

"Kita akan tetap menikah sesuai jadwal yang tertera di undangan."

Mas Erick dan ibunya langsung tersenyum lebar. 

'Ya Tuhan, apa sebegitu inginnya kamu menikahiku dan membuatku menderita, Mas? Lalu apa artinya perhatian kamu selama ini? Apa semua itu hanya omong kosong saja?'

Hatiku terasa nyeri mengingat rencana mas Erick dan ibunya.

"Kalau kamu masih sakit, jangan dipaksa menikah." 

Ibu Mas Erick tersenyum lalu mengelus rambutku. "Mama sangat berharap kamu bisa menjadi menantu Mama. Karena selama ini sudah begitu akrab dengan mu, Nis," kata ibu Mas Erick sambil memegang tanganku dan mengelusnya.

"Wah, setuju sekali. Ingat nggak Nis saat kamu dan Mama rujakan bareng, ke mall bareng, sudah seperti Bunda loh," timpal mas Erick.

Ayah dan Bunda tersenyum melihat akting Mas Erick dan ibunya. 

"Ini diminum dulu teh manisnya. Pasti kamu merasa haus dan lapar kan setelah pingsan begitu lama," tukas mas Erick lalu mengambilkan segelas teh hangat yang memang disiapkan oleh rumah sakit.

Mas Aris lalu memutar tuas yang ada di ujung ranjang pasien tempatku berbaring sehingga posisiku menjdi setengah duduk.

"Nah, ayo diminum dulu. Biar kamu merasa lebih segar." Mas Erick mendekatkan bibir gelas teh hangat ke mulutku.

Hoekkk! 

Kesel amat melihatnya! Tapi tak urung juga di depan keluargaku, kuminum teh hangat itu sedikit.

Aku mengulas senyum. "Ganis kuat kok Ma, Mas. Hanya ada sedikit masalah. Tapi besok Ganis minta pulang, karena sudah sehat."

"Kamu bisa cerita semua tentang masalah kamu sama aku. Kita kan setelah ini resmi menjadi suami istri. Jadi masalahmu adalah masalahku juga," kata mas Erick sambil mengembalikan gelas di atas nakas.

Mas Erick mengelus bahuku. Aku hanya bisa menanggapinya dengan tersenyum kecil. 

'Prettt! Ini masalahnya berkaitan dengan kamu, Bambang!'

"Iya, nanti mas Erick juga tahu tentang masalahku kok saat waktunya tepat."

Tiba-tiba ponsel yang ada di saku mas Erick berbunyi. Mas Erick segera meraih ponselnya lalu keluar dari kamar rawat inapku sebelum menerima panggilan telepon di ponselnya.

'Itu pasti dari perempuan itu. Kelihatan sekali dari ekspresi wajahnya.'

Tak lama kemudian mas Erick kembali ke kamar lalu berbisik ke telinga ibunya.

Ibunya mengangguk dan menatapku serta seluruh anggota keluargaku.

"Rupanya kami harus pulang. Ada urusan mendadak yang harus kami selesaikan," kata ibu mas Erick.

"Kami pamit dulu dan semoga lekas sehat ya Sayang."

Mas Erick dan ibunya berpamitan padaku.

Setelah mereka tak tampak lagi, aku meminta tolong mas Aris untuk mengambil ponsel yang ada di laci nakas.

"Paswordnya tanggal lahirku, silakan buka file rekaman, Mas. Ayah dan Bunda silahkan ikut mendengar apa yang telah Ganis rekam."

Mas Aris melakukan apa yang kupinta dan ayah bundapun mendekat untuk mendengarkan rekaman suara mas Erick dan mamanya.

Dan wajah merekapun terkejut!

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Isabella
gitu dong bilang biar mereka tahu masalahnya
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • STATUS WA CALON SUAMIKU   81. Wisuda

    "Akhirnya kamu besok wisuda, Mas," ucap Rengganis sambil melingkarkan tangan ke pinggang sang suami. Reyhan tersenyum. "Alhamdulillah semua proses PPDS berlangsung lancar. Walaupun pada awalnya ada kendala.""Hm, iya Sayang. Sebenarnya kemarin aku sudah hopeless tentang kelancaran PPDS kamu.""Aku tahu. Pasti karena Tamara. Iya kan?"Rengganis mengangguk. "Dan atas perantara kita, Tamara bisa berbaikan kembali dengan Bapaknya.""Iya. Aku juga tidak menyangka.""Apa rencana kamu kedepannya Mas?""Rencana jangka panjang atau jangka pendek?" tanya Reyhan sambil mulai memegangi bibir Rengganis."Jangka panjang dong."Reyhan berpikir sejenak. "Tidak ada rencana."Rengganis tergelak. "Kok bisa tidak ada rencana?""Aku hanya perlu kembali ke RSUD dan bekerja dengan rajin di sana. Terus mau apalagi?" tanya Reyhan balik. "Kali aja mau bikin tempat praktek di rumah."Reyhan menggeleng. "Enggak. Aku kerja di luar rumah saja. Kalau di rumah, waktunya happy happy dengan istri," jawab Reyhan menc

  • STATUS WA CALON SUAMIKU   80. Saling Memaafkan

    Teman-teman Doni terpaku mendengarkan penjelasan dokter sampai selesai tanpa bisa mengucapkan sepatah katapun. "Jadi itu saja informasi yang perlu saya sampaikan. Kalau ada pertanyaan, bisa bertanya pada para suster. Saya permisi dulu karena masih harus visite dengan beberapa pasien lain.""Terimakasih Dokter."Dokter keluar dari ruangan konsultasi dan disusul oleh Doni dan kedua orang tua Nita."Loh, kalian kok di sini?" tanya Doni panik. Begitu pula ekspresi wajah Dewi dan suaminya. Teman-teman Doni hanya terpaku tanpa bisa menanggapi. "Kami ...,""Om mau bicara dengan kalian berlima. Bisa kita bicara sebentar?" tanya suami Dewi. Teman-teman Doni mengangguk. Lalu mengikuti langkah ayah Nita tersebut hingga sampai di depan ruang bersalin. Ayah Nita lalu duduk di kursi keluarga pasien dan memandang semua teman-teman Nita."Kalian sudah mendengar apa kata dokter sewaktu ada di ruangan tadi kan?" tanya ayah Nita. Kelima orang teman Nita hanya bisa terdiam."Saya tahu kalian sudah

  • STATUS WA CALON SUAMIKU   79. Ketahuan Keguguran

    Dewi dan suaminya menoleh. "Bagus deh. Kalau begitu ayo ikut kami ke PMI," ujar suami Dewi sambil berjalan mendahului Dewi dan Doni. "Tunggu. Ini surat pengantar untuk pengambilan darah." Suster itu memberikan selembar amplop putih kepada Doni. Doni menerima amplop tersebut dan mengejar suami Dewi."Om. Naik mobil saya saja. Saya bawa mobil."Suami Dewi menghentikan langkah dan membalikkan badan lalu menatap Doni. "Kamu sepertinya belum genap berusia 17 tahun. Bagaimana mungkin kamu sudah boleh membawa mobil oleh orang tua kamu di jalan raya? Kamu juga pasti belum punya SIM.""Ya, saya mengendarai mobil di jalan yang sepi Om. Agar tidak ketahuan oleh polisi.""Kalau begitu, mana mobil kamu. Biar Om saja yang menyetir. Mobil Om baru saja dijual untuk modal usaha baru Om.""Kalau saya boleh tahu, usaha baru Om apa ya?" tanya Doni sambil menyerahkan kunci mobil milik ayahnya. "Kafe dan resto," sahut suami Dewi.Doni terdiam tanpa menanggapi. Dewi dan suaminya pun juga malas untuk basa

  • STATUS WA CALON SUAMIKU   78. Butuh Transfusi Darah

    Dewi mengangguk dengan takut-takut. "Astaga, aku harus meminta pertanggungjawaban padanya. Walaupun aku miskin dan tidak sekaya dokter itu, aku nggak akan sanggup melihat anakku terbaring lemah tidak berdaya."Ayah dari Nita segera menuju ke arah pintu masuk UGD. "Tunggu Yah. Apa yang akan kamu lakukan?! Dokter Tamara sedang berusaha menyelamatkan anak kita. Jangan ganggu fokusnya!""Aarrgh!"Ayah Tamara meninju tembok di luar UGD lalu duduk di kursi penunggu. Kedua tangannya menangkup wajah diiringi helaan nafas panjang bernada frustasi."Kita tidak bisa hanya diam saja dan menunggu Wi. Paling tidak, kita harus memaksa anak itu bertanggung jawab. Kenapa kamu tidak bilang dari awal kalau Nita hamil?"Dewi menunduk. "Maafkan aku Mas. Aku juga baru tahu kalau Nita hamil setelah kemarin Nita memberi tahu bahwa pacarnya akan datang untuk membahas kehamilannya. Tapi aku terkejut karena ternyata yang datang adalah anak dari ayah tiriku.""Astaga!! Kenapa jadi seperti ini? Jadi Tamara itu s

  • STATUS WA CALON SUAMIKU   77. Gelut

    "Hahaha. Aku juga nggak sudi mempunyai menantu seperti anak kamu. Tidak bermoral. Makanya jadi cewek jangan terlalu murah. Sekarang bisa merasakan akibatnya kan? Perempuan masih sekolah saja kok mainan burung. Ya hamil lah! Makanya jadi perempuan jangan terlalu bodoh," kata Tamara memanas-manasi."Hei, apa kamu bilang? Keterlaluan kamu ya!" seru Dewi meringsek ke hadapan Tamara lalu mengacungkan tangannya tinggi-tinggi dan langsung mengayunkannya ke pipi Tamara.Tamara yang sudah siap dan sudah memprediksi serangan yang akan ditujukan padanya segera menangkis dan menangkap tangan Dewi. "Hei ngaca kalau mau menyerang orang. Di masa lalu kamu dan ibumu membuat ibu dan adikku mati dan hidupku sangat menderita seperti di neraka. Ini adalah hukuman kamu! Paham?!" seru Tamara sambil menghempaskan tangan Dewi. Begitu tangannya terlepas, Dewi menghambur ke arah Tamara dan dengan cepat menjambak rambut dokter itu. Tamara yang tidak siapa, tidak memprediksi serangan kedua merasa kesakitan ka

  • STATUS WA CALON SUAMIKU   76. Perempuan yang Dihamili Anakku

    Ponsel Doni meluncur jatuh ke lantai kamar rawat inap. "Astaga!" seru Tamara kaget. Dengan segera dia mengambil ponsel anaknya dan memeriksanya. Tamara masih beruntung karena ponsel Doni tidak jatuh terlalu tinggi. "Syukurlah tidak pecah," ucap Tamara lirih. Dia lalu mengambil ponsel Doni yang tadi tidak sengaja dijatuhkannya.Dan beberapa pesan whatsapp datang beruntun memenuhi ponsel Doni.[Don. Ini Nita. Kamu harus tanggung jawab!][Don, kenapa kamu memblokir nomorku?][Don, tepati janjimu, atau aku akan mengadukanmu pada orangtuamu yang kaya raya itu][Don! Awas kamu ya. Kalau sampai membiarkan aku menanggung kehamilanku seorang diri, aku akan menemui Mamamu yang seorang dokter. Atau memviralkan perbuatan kamu!]Lalu beberapa panggilan video yang dibiarkan oleh Tamara tanpa diterimanya. Hati Tamara mencelos. Dia kecewa sekali. Bagaimana mungkin anak tunggal yang selalu dibanggakannya berani menorehkan kotoran ke mukanya. Tapi Tamara tahu, bahwa dia ikut andil dalam pembentukan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status