Home / Urban / STEMPEL MISKIN UNTUK KELUARGAKU / Hutang di Bayar Lunas

Share

Hutang di Bayar Lunas

Author: hilda hakim
last update Last Updated: 2021-09-17 08:55:28

<span;>Hutang dibayar Lunas

"Berapa hutang Emak saya, Mbok? Saya bayar lunas semuanya," ujarku tegas. 

Mbok Inah sama terkejutnya dengan emak. Raut wajah mbok Inah segera berubah masam, diraihnya buku kecil yang ada di meja dapurnya dengan kasar. Usia mbok Inah lebih muda dari emak, tetapi entah mengapa tidak ada hormatnya sedikitpun dengan bapak dan emak. Padahal, usia anaknya juga masih tingkat sekolah dasar. 

"Owh, jadi anak kebanggaanmu udah pulang, toh," ujarnya sarkas.

"Maaf, Mbok, berapa hutang Emak semuanya?" ucapku kembali lembut. Emak menggenggam tanganku seraya menepuk pelan tanganku, mengisyaratkan agar aku tidak emosi. 

"Dua ratus lima puluh ribu," Mbok Inah menatapku jengah. 

"Emak mau belanja apa lagi?" kutarik lengan Emak lembut, dan menuntunnya ke depan. 

"Emak cuma mau beli minyak sama gula aja, Nduk," 

Padahal aku tahu, emak bukan belanja bahan itu saja, melainkan juga ayam dan bumbu dapur lainnya. Sempat terdengar sebelumnya, emak meminta itu sebelum aku memergoki emak menangis. 

"Mbok, tolong juga dihitung, ayam setengah kilo, gula dan minyak juga satu kilo, ya," ucapku, seraya tanganku sibuk menumpuk barang-barang lainnya. 

Mbok Inah bergegas merapikan barang belanjaanku, tak lupa mulutnya ikut komat kamit seakan tidak suka. 

"Yang ini dibayar kok, Mbok. Jadi gak usah masam gitu, mukanya," Ibu mengedipkan matanya, tanda tak suka akan ucapanku. 

"Totalnya sembilan puluh tiga ribu, ditambah hu … tang," Mbok Inah menekankan kata hutang dengan tegas. 

"Jadi, semuanya tiga ratus empat puluh tiga ribu," jemarinya sibuk menekan kalkulator mininya. 

Kuambil dompet yang ada di saku gamisku, menyerahkan uang lima puluh ribuan sebanyak tujuh lembar dan menyerahkannya ke mbok Inah. 

Mbok Inah sedikit terkejut, tetapi dengan cepat menguasai kembali keadaanya. 

"Nih, kembaliannya," 

"Terimakasih, Mbok," ucap emak seraya mengangkat satu kantong belanjaan. 

"Ya, besok-besok jangan ngutang lagi. Kan si miskin udah jadi kaya," ucapnya pelan, tetapi masih terdengar ditelingaku dan emak. 

Mulutku baru mangap ketika emak sudah menarik paksa untuk keluar dari kedai Mbok Inah. 

"Sudah, jangan dilayani, gak enak nantinya. Emak kalau belanja cuma kesana. Karena itu yang terdekat, Nduk," 

"Iya, Mak. Tapi kan seharusnya mbok Inah mulutnya jangan lemes," memonyongkan bibirku, tanda tidak setuju dengan perkataan emak. 

"Mak, apa uang yang dikirim bang Ilham tidak cukup?" tanyaku 

Mendadak emak menghentikan langkahnya, dan memandang lekat. Ada air mata yang tertahan di sudut mata emak. 

"Besok-besok, Emak cerita ya, Nduk. Sekarang kita masak dulu, kamu juga pasti sudah lapar dan butuh istirahat," ujar emak seraya melangkahkan kakinya kembali. 

Ternyata banyak rahasia yang harus ku ungkap. Empat tahun bukanlah waktu yang singkat. Ah, sejenak akan kulupakan dulu hal tersebut, sekarang waktunya makan enak dan istirahat. 

***

Adzan maghrib telah berkumandang, bapak dan Taufik sudah berangkat ke masjid sejak tadi. Indahnya kampungku, tidak ada suara kendaraan yang berlalu lalang. Berbeda dengan di kota, kendaraan yang sibuk hilir mudik, menandakan waktunya untuk pulang setelah selesai mencari nafkah. 

Emak meraih mushaf yang sedikit usang, dibacanya pelan. Terdengar suara bapak dan Taufik diluar rumah. 

"Assalamu'alaikum," ucap kedua lelaki tersebut bersamaan. 

" Waalaikumsalam," 

"Sudah shalat, nduk?" tanya bapak. 

"Lagi izin, Pak." jawabku. Begitulah kebiasaan bapak, pasti selalu mengabsen anak-anaknya, apakah sudah shalat atau belum. 

'Bapak bukan tidak percaya, tetapi setan banyak tipu muslihatnya. Jadi, Bapak hanya mengingatkan saja. Karena terkadang ada orang yang sudah dengar adzan, tetapi berat untuk melaksanakannya.' Kalimat itu kembali terngiang ditelingaku. 

"Pak, hutang di kedai Mbok Inah, alhamdulillah sudah lunas. Tadi Nia sudah membayarnya," ujar emak seraya menutup mushaf ditangannya. 

"Lah, kok?" 

"Iya, Pak. Alhamdulillah," kulirik Taufik yang tengah makan menghentikan suap nya. 

"Dengan bunganya juga, Kak?" sahut Taufik. 

"Bunga? Maksudnya, Fik?" 

"Hutang Emak, kan, cuma tujuh puluh ribu. Tapi kalau di kedai mbok Inah bisa jadi tujuh ratus ribu," 

"Astagfirullah, benar, Mak?" 

Emak mengangguk lemah dan Bapak terlihat menerawang jauh ke arah pintu rumah. Emak mulai bercerita, kalau kas bon di kedai mbok Inah maka akan ditambah dengan persen bunga per hari dari jadwal pembayaran yang telah ditentukan. Maka apabila telat sehari membayar, maka akan bertambah pula catatan hutangnya. Apakah mbok Inah tidak tahu, bahwa itu adalah riba dan Allah sangat membenci perbuatan tersebut. 

"Pak, Nia mau tanya, apakah uang yang dikirim bang Ilham selama ini, tidak cukup untuk Bapak dan Emak," tanyaku pelan. Kulangkahkan kakiku menuju kursi bapak, ku genggam tangannya hangat. 

Semua terdiam, tidak ada yang terdengar terkecuali suara jangkrik yang bersahutan diluar rumah. 

"Mak?" kualihkan pertanyaanku kepada emak. 

"Nanti juga kamu akan tau, Nduk." Hanya itu jawaban Bapak dan aku paham bahwa ini bukan saat yang tepat untuk mendapatkan jawabannya. 

*** 

Mentari bersinar terik pagi ini, waktu masih menunjukkan pukul sembilan lewat sepuluh menit. Bapak dan Taufik sudah pergi setelah subuh, ke kebun yang ada di kampung sebelah. Emak tengah sibuk di halaman belakang memetik sayuran yang telah ditanamnya. 

Drrt

Drrt 

Terdengar pesan masuk ke telepon genggamku, yang ada di meja dapur. 

[Nia, besok kamu sudah bisa datang ke sekolah ya. Tepat pukul delapan, jangan telat], rupanya Intan yang mengirim pesan. 

[Beres, bu bos] balasku. 

Akhirnya, setelah dua hari menunggu kabar, Intan, teman kecilku dan juga tenaga pengajar di sekolah dasar tempat pengajuan kerjaku memberi kabar. 

"Nia, kapan kamu mulai mengajar?" Emak sudah berdiri di hadapanku. 

"Alhamdulillah, Mak. Intan baru kasih kabar, kalau besok, Nia sudah bisa datang ke sekolah," 

"Alhamdulillah, berarti besok kamu diantar bapak, ya." 

"Loh, bapak gak ke kebun, Mak?" 

Sekolah dan kebun berbeda arah, sekolah yang ku tuju berada di kampung Cemara, sedangkan kebun berada di arah sebaliknya, yaitu di kampung Padi.

"Bapakmu ada urusan di kantor camat," ucap emak ragu. 

"Oh, yowes. Besok aku sama Intan aja, Mak!" Emak tak menanggapi lagi jawabanku, seakan setuju akan keinginanku. 

"Mak, aku ke kedai mbok Inah dulu, ya. Mau beli ***balut," 

"Hati-hati, awas jangan lemes mulutnya," ujar emak seraya terkekeh lucu.  

****

Kedai mbok Inah terlihat ramai oleh ibu-ibu. Wajar bila waktunya mereka belanja untuk keperluan makan siang. Kulihat ada mbah Sarmi, mbak Risa dan mbak Atun, sedangkan yang lainnya tidak ku kenal. 

"Assalamu'alaikum," 

"Waalaikumsalam," ucap mereka serentak, seperti koor paduan suara. 

Mbak Risa memperhatikanku dari ujung kaki sampai ujung kepala, dahinya berkerut menandakan sedang berpikir. 

"Gak usah banyak mikir, itu si miskin yang jadi kaya, Nia, anaknya Arman," mbok Inah tiba tiba muncul dari samping kedainya. 

Andaikan tidak ingat perkataan emak, mungkin sudah ku segel mulut mbok Inah. 

"Wah, Nia. Makin cantik aja," mbah Sarmi menghampiriku, kusalami wanita berkerudung warna maroon itu. 

"Mau ngutang lagi?" Masih dengan ketusnya, mbok Inah terus saja memancing emosiku. Ibu-ibu yang lain mencoba terlihat sibuk dengan memilih bahan belanjaan, mulut mereka juga sibuk berbisik-bisik sambil melirik ku. 

"Gak kok, mbok. Cuma mau beli ***balut, yang merk ***** ada, Mbok?" Merk yang kusebutkan memang sedikit mahal dari lainnya. Bukan karena harga, tapi karena memang aku sudah cocok menggunakannya. 

"Alah, emang kalau pakai merk lain, yang lebih murah, kenapa? Miskin ya miskin aja, keluarga miskin aja belagu" ujarnya lagi. Mbah Sarmi mengusap lembut tanganku sedangkan yang lain terlihat semakin kusuk memindai wajahku. 

"Mbok, dengar ya. Nia tidak tahu, ada masalah apa sebelumnya Mbok dengan keluarga Nia. Setahu Nia, hutang emak sudah Nia bayarkan, lunas. Bukankah hutang emak cuma tujuh puluh ribu? Mengapa Mbok menagihnya menjadi dua ratus lima puluh ribu? Apa Mbok sadar, kalau itu riba? Apa Mbok tahu, orang pemakan riba di hari kiamat tubuhnya halal disentuh api neraka?" ucapku garang, terdengar detak jantung dan nafas ku yang memburu. 

Seketika suara manusia tidak terdengar di telingaku. Semuanya terdiam, mulut mbok Inah terbuka lebar memandangku, pukulan telak baginya. Kuambil ***balut yang ada di gantungan kedai, meletakkan uang dua puluh ribu diatas meja. 

"Kembaliannya untuk mbok saja,. Nia, ikhlas. Lebih baik miskin harta, daripada miskin hati," ujarku seraya meninggalkan kedai tersebut. Masih sempat kuucapkan salam, dan hanya satu orang saja yang menjawab salamku, mbah Sarmi. 

Baiklah, mari kita buktikan, siapa yang paling kaya disini.

@@@

Hei, hei. Udah eps 2 aja nih. Makasih yang udah buat jejak dan likenya. 🥰🥰🥰🥰. love u.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • STEMPEL MISKIN UNTUK KELUARGAKU    Pernikahan

    “Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahaya yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberianNya), Maha Mengetahui.” (An-Nur: 32).Pernikahan merupakan suatu bentuk keseriusan dua orang dalam sebuah hubungan. Selain sebagai bentuk cinta dan kasih sayang, pernikahan dalam Islam merupakan salah satu bentuk ibadah kepada Allah SWT.Selain itu, menikah juga menjadi salah satu cara memperkuat ibadah. Hal ini sesuai dengan hadits tentang pernikahan yang diriwayatkan oleh Baihaqi, Rasulullah SAW bersabda, "Apabila seorang hamba menikah, maka telah sempurna separuh agamanya. Maka takutlah kepada Allah SWT untuk separuh sisanya.”🍀🍀🍀“Bagaimana? Apa masih ada yang tertinggal?” Intan memperhat

  • STEMPEL MISKIN UNTUK KELUARGAKU    Undangan

    “Wanita yang baik adalah untuk lelaki yang baik. Lelaki yang baik untuk wanita yang baik pula (begitu pula sebaliknya). Bagi mereka ampunan dan rezeki yang melimpah (yaitu: Surga)” (Qs. An Nuur (24) : 26).Ya Allah, dengan Rahmat dan Ridho-Mu perkenankanlah tautan cinta buah hati kami :<span;>Nia ApriliaPutri ke-2 dari Bpk. Arman Wahyudi & Ibu HalimahDengan<span;>Satria ArigayoPutra ke-2 dari Bpk. Bagus Ambarga & Ibu Puji Indah KasturiAkad nikah dan resepsi, Insya Allah akan dilaksanakan pada :Hari : Sabtu, 16 Oktober 2021

  • STEMPEL MISKIN UNTUK KELUARGAKU    Siapa Sebenarnya Ayu Nia Rizki?

    Terimakasih sudah meninggalkan jejak like dan komentarnya.❤❤❤Apa yang kita tanam, itu juga yang akan kita tuai. Pepatah nasehat yang tepat disandandangkan untuk Lastri, wanita yang seumuran denganku itu terlihat sangat mengenaskan menggunakan pakaian orange dari balik meja.Hari ini, aku sengaja mengunjungi Lastri ke Polres. Ada begitu banyak pertanyaan yang harus aku ajukan untuknya.“Apa yang kamu inginkan, Lastri? Dari keluargaku, tentunya.”Lastri hanya mencebikkan mulut, aura marah masih terlihat jelas dari kedua matanya.“Aku tidak pernah membuat masalah denganmu, pun dengan keluarga kamu, Lastri. Jadi, mengapa kamu selalu mencari masalah?”Dua orang polisi wanita ikut serta menemani kami di ruangan yang terbilang cukup sempit ini. Dengan sedikit memohon kepada Br

  • STEMPEL MISKIN UNTUK KELUARGAKU    Mencari Bella

    Aku sudah mengelilingi pemakaman ini sebanyak dua kali, tidak kuhiraukan semak belukar yang meliliti gamis. Nihil, tidak ada tanda-tanda keberadaan Bella.Jejak langkah Bella ditanah juga tidak terlihat. Ya Allah, Bella kamu dimana?Kutarik nafas pelan, Nia kamu harus tenang. Tenang. Aku kembali menaiki motor, setidaknya aku tidak perlu dulu mengabarkan kehilangan Bella. Mungkin saja Bella singgah ke rumah … tidak mungkin. Bella tidak tahu siapa pun kecuali rumah mbah Sarmi dan mbok Inah. Kuputar kemudi motor, menuju kedai mbok Inah, pegal gas kutarik kuat. Masih terasa, sisa-sisa rumput liar masih menggantung di gamisku.“Assalamualaikum. Mbok, Mbok Inah.”Aku berteriak memanggil namanya. Tumben kali ini, kedai mbok Inah tertutup rapat, tapi masih terlihat pintu samping terbuka.“Waalaikumsalam. Lewat samping,” ujar seseorang dari dalam rumah.“Mbok, apakah Bella ada d

  • STEMPEL MISKIN UNTUK KELUARGAKU    Bella

    “Pak, bagaimana ini?”Bapak memandang tante Diah yang berada di balik kaca. Sedangkan emak, memberanikan diri masuk ke dalam ruangan. Mencoba untuk mengajak tante Diah berbicara. Sudah dua hari, tante Diah belum sadarkan diri. Kemarin, dokter mengatakan kondisi tante Diah sempat drop. Tetapi kembali stabil, malah lebih baik dari sebelumnya, ujarnya.‘Karena hantaman di kepala, ibu Diah belum sadarkan diri. Tetapi ia akan bereaksi jika mendengar suara orang-orang yang dikenalnya.’Mendengar ucapan dokter, emak dua hari ini selalu menyempatkan diri menjenguk tante Diah. Sebenarnya bapak tidak mau berada di rumah sakit, tetapi emak ngotot, tetap memaksa bapak ikut serta.“Taufik, jadi pulang?” Bapak berjalan ke arah kursi yang ada di samping pintu.“Jadi, Pak. Insyaallah, sore sudah sampai.”“Hem.”Aku mengikuti bapak, ya

  • STEMPEL MISKIN UNTUK KELUARGAKU    Masalah Gunawan yang Mulai Terungkap

    Terima kasih sudah meninggalkan jejak like dan komentar nya. 🌹🌹🌹Aku terhenyak, membaca status Lastri.'HAMPIR SAJA!!! BERDOALAH, BELUM TENTU BESOK KAMU BISA SELAMAT’Tunggu, apakah yang ia maksud adalah kejadian menyerempet tadi? Tapi bukankah orang yang berada di dalam sel, tidak boleh membawa handphone dan benda-benda lainnya?Malam semakin larut, angin malam masuk begitu saja dari celah-celah dinding kamarku.Ake kembali melihat status Lastri. Benar, statusnya dibuat saat aku sudah berada di rumah. Aku mengambil gambar dari status yang dibuat olehnya. Otakku kembali berjalan, ini bisa dijadikan bukti. Walaupun aku masih belum yakin, apakah benar ditujukan untukku. 🍀🍀🍀[Assalamualaikum. Mohon izin Bripka Agus, apakah hari ini ada waktu?].Tercentang dua tetapi masih berwarna

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status