Zora menarik setting kursi membuatnya dalam posisi yang nyaman dan memejamkan mata untuk menenangkan dirinya. 'Mungkin aku lelah' batinnya.
Awalnya hanya mengatur nafas dengan teratur, ternyata ia tertidur selama perjalanan. Perjalanan kali ini cukup jauh, 3 jam perjalanan menuju pantai yang di tuju. Dan Zora tidur hingga sampai di tempat tujuan.Begitu ia terbangun, deru ombak memenuhi hatinya. "Kita ke pantai?" Zora terkejut, Ia melihat segala sisi tempat ini dengan pasir putih berkilau. "Aku gak bawa sun blok." Ucapnya dengan sedih.Affandra segera membuka laci dasboard di depan Zora dengan santai. Terlihat satu botol lotion anti UV yang segera mencairkan hatinya. Dan senyum mengembang di wajah Zora. 'Pria ini sangat teliti ya.' ungkap batin Zora tak bisa menghindarkan.Waktu menunjukan jam 9 pagi dimana matahari sudah naik dan memberikan sorot kehangatan dengan angin pantai yang menemaninya.Zora segera turun dari mobil dan menghirupZora tertawa geli mendengar apa dia hendak menggoda pria itu? Dia berpakaian sopan saja sudah membuatnya sangat tergoda apa lagi dengan pakaian seksi. Masuk akal juga.Affandra sangat puas melihat keduanya berpakaian sama. Ia sudah membelikan sebuah topi rotan yang sangat cocok dengan pakaian mereka.."Ayo.." ajak Affandra sambil mengulurkan tangan. Tanpa sungkan Zora menggenggam tangannya. Mereka berjalan-jalan di bibir pantai sambil bergandengan tangan. Sampai Zora merasa ada sesuatu yang janggal. Tapi entah apa.Ia melihat ke arah tangan yang menggenggamnya dengan lembut. Dan hatinya segera berdetak cepat. Ia sadar dan melepaskan genggaman itu. Mencoba ngeles dan mengambil air laut.Suasananya enak sekali, membuatnya terbuai dan lupa diri. Zora duduk bermain pasir dan sesekali melihat deretan kuda yang berbaris di pintu masuk pantai.Zora menatapnya baru mau meminta, tapi Affandra terlalu peka dan segera berkata, "Ayo!"Kali i
Deru ombak sangat lembut di hatinya, angin terus menghembuskan udara basah dan mengingatkannya akan rumah.Setahun sudah berlalu, bagaimana orang tuanya bisa mencampakkannya seperti ini. Apa jalannya harus seterjal ini? Apa lagi yang harus dibuktikan? Tidakkah cukup setahun ini? Ia terpejam, membiarkan ombak membawa pergi perasaan rindu. Affandra bangun dari tidurnya perlahan menatap wanita yang duduk mematung di sisinya, bulir air mata menetes walau tanpa suara. Di hari ulang tahun seseorang, apalagi yang paling dirindukan selain keluarga?Kali ini dia benar-benar dalam banyak kesulitan, hatinya pasti lelah, dan Julian semakin masuk dalam hidupnya sebagai pengganti, ia juga khawatir, apa perlu Zora bertindak sejauh ini hanya untuk bersama orang yang ia inginkan?Zora mengira Affandra mungkin terlelap, tapi sebuah tangan besar menyapu air matanya, membuatnya terpetejat menatap langsung ke dalam keheningan dalam matanya, yang seolah mengerti segalanya. Sege
Setelah puas bermain air, mereka sangat lapar dan bergegas untuk berganti pakaian. Dan mendatangi salah satu kios seafood untuk memesan sup kepiting. Sayangnya mereka tidak punya itu. Hanya ikan bakar, baiklah apa boleh buat.Mereka makan dan bercerita tentang orang-orang yang mereka kenal termasuk Tiffany. Affandra terus mengeluh tentang wanita yang terus mengejarnya bahkan sampai ke Amerika, benar-benar menyebalkan. Tapi ia juga tidak bisa selalu mengacuhkannya. Apa boleh buat, ia menganggap Tiffany sebagai adiknya sendiri dan membuatnya untuk tidak berharap lebih.Zora tersenyum penuh muslihat yang membuat Affandra merasa ada yang aneh. "Apa? Kenapa kamu liat aku kaya gitu?""Aku ngerti kok, aku ngerti perasaanmu.""Perasaan, dibuntutin orang."Affandra menyeringai tak peduli."Kalo gitu aku juga akan anggep kamu kaya kakakku sendiri."Tiba-tiba wajah Affandra berubah garang. Menatapnya lurus dengan serius dengan potongan ikan yang gak jadi dimasu
"Ada waktu mustajab di hari Jum'at. Tepat matahari terbenam. Semua yang kamu inginkan apapun itu pasti terkabul.""Kalo gitu kamu harus ajak aku lagi nanti, aku mau ambil libur hari Jum'at.""Enggak! Aku gak akan ngajak kamu, ngapain kalo doanya beda. Gak mau!" Jawab Affandra tegas. Segera menarik pedal rem dan menacap gas. Zora hanya meliriknya dengan sinis. 'Gimana ya kalo dia berdoa jodoh sama aku, sedangkan aku minta jodoh sama Julian. Tuhan pasti pusing deh.' batinnya geli.Mobil itu segera menancapkan gas dan pergi meninggalkan pantai berpasir putih. Ini baru ba'da asar, dan matahari masih bersinar dengan lembut berjalan perlahan menuju tempatnya untuk pulang.Tidak butuh waktu lama, Zora segera tertidur dengan lelap. Kegiatan hari ini sangat menyenangkan, sudah lama Zora tidak berkuda. Dan ini lebih mengingatkannya akan rumah dan kuda kesayangannya Downy, dan pernyataannya untuk menganggap Affandra sebagai kakaknya sangat membuatn
Perlahan mereka masuk ke ruang tamu yang luas. Dengan beberapa kursi sofa. Tempat ini menjadi tempat pertemuan juga kantor di rumah. Di samping-sampingnya terdapat ruangan yang adalah ruang baca dan ruang kerja milik ayahnya.Mereka masuk melewati taman untuk masuk ke gedung berikutnya. Ada jalan menuju aula besar tempat pesta biasa di adakan. Tapi malam ini aula terlihat gelap. Kolam renang besar dan trakhir jalan menuju paviliun tempat keluarga kecil ini tinggal.Tapi Bi Isma mengajaknya ke arah aula besar. "Bi, kenapa kesini." Tanya Zora heranBi Isma tersenyum dan meraih tangan nonanya segera bergegas memasuki aula besar.Seketika lampu menyala, suara terompet sangat nyaring dan semua orang di rumah ini bersorak dengan ramai."Selamat ulang tahun.. selamat ulang tahun, selamat nona Zora, selamat ulang tahun.. yeaay.." bersorak tepuk tangan yang membuat hatinya seketika haru. Dan melihat kedua orang tuanya hadir dari kerumunan para peg
Walau dadakan, makanan disajikan dengan mewah untuk meja ini. Nyonya Anita memesan Steak premium untuk semua orang. Para pegawai makan di tempat yang berbeda, tapi merekalah yang benar-benar menikmati pesta ini. Walau keluarga ini memperlakukan mereka semua dengan baik, pesta seperti ini jarang terjadi. Saat pesta para tamu kaya, mereka tidak berpesta tapi bekerja walau hari itu akan banyak makanan enak yang bisa di bawa pulang. Jadi pesta untuk para karyawan seperti ini hampir tidak pernah terjadi.Setelah menyelesaikan makan malam, Tuan Arnold membawa Affandra jalan-jalan, mengajaknya mengobrol tentang banyak hal, menanyakan kabar ayahnya dan bagaimana perusahaan yang ia jalankan saat ini. Semakin mendengar penjelasan anak muda ini hatinya terus bertambah kagum, untuk seorang anak muda yang belum genap 30 tahun, anak ini memiliki kompetensi yang bisa di acungkan jempol."Kamu tumbuh jadi pria yang hebat Affandra. Bahkan om saat seumur kamu masih sering manja loh."Affandra tersenyum
Zora mulai berfikir untuk mengutarakan isi hatinya, "Mah... Emm... aku kan setaun nih, Julian yang ngurus aku. Aku udah liat mah, gimana dia bisa bertanggung jawab, dia tulus dia mau nerima aku apa adanya, bukan karena uangku." Zora menatap lekat ibunya.Yang Nyonya Anita hanya bisa menatapnya lemah."Apa lagi yang harus kami buktiin mah?" Nyonya Anita membelai lembut rambut putrinya, "Maafin kami yang buat segalanya jadi sulit buat kamu. Tapi semua yang kami lakukan buat kamu sayang. Untuk kehidupanmu yang terbaik."Zora menggeleng. "Kehidupan Zora, harusnya Zora yang pilih mah. Dan Zora mau menikah sama Julian."Mendengar pernyataan putrinya Nyonya Anita tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. 'Apa akan sejauh ini' batinnya. Tapi ia menenangkan diri untuk tidak menghakimi putrinya dan mencoba memperlakukan Zora layaknya orang dewasa."Menikah bukan perihal mudah. Kamu harus punya komitmen yang kuat. Ini bukan cuma soal uang
Di kediaman Tuan Arnold, Nyonya Anita begitu khawatir dengan apa yang sudah di katakan putrinya. Walau Zora memang sudah dewasa, bagianya, Zora tetaplah putri kecil, yang ia takut bahwa jalannya salah langkah. Setelah istrinya memberi tahu kehawatiran ya, Tuan Arnold lebih tidak bisa diam saja. Mungkinkah pasangan itu bertindak lebih jauh? Ia harus segera melakukan sesuatu dengan cepat untuk menghalangi mereka.Zora dan Julian tidak seharusnya bersama. Mereka berada di kasta yang berbeda. Hidup mereka tidak akan terlalu mulus dan akan sangat menyibukkan untuk Zora. Terlebih lagi bagaimana mungkin seorang Arnold Aditya bisa mewariskan perusahaan besarnya pada pemain bisnis kelas menengah. Itu sangat merugikan, apa hebatnya pria kecil itu.Keesokan hari di kantor PT. Hauce milik keluarga Julian, Hera kembali datang untuk berbincang soal menambahkan investasinya. Tentu Julian sangat senang. Dan entah bagaimana mereka sangat tertarik dengan snack kentang terb