Terus di abaikan membuat Zora kesal juga. "Kamu sibuk banget sih?"
"Lagi tanggal gajian karyawan. Waktunya itung-itungan profit juga." Sahutnya santai."Kamu aja yang layanin aku, kamu kan calon istri." Lanjutnya dengan acuh tak acuh.Zora melempar tatapan sinis. Yang percuma tidak akan di lihat pria sibuk ini. "Aku tuh mau bayar kos."Affandra mengerutkan dahinya dan akhirnya menatap wanita itu."Berapa harga kosnya?" Zora bertanya saat mata mereka bertemu."Lima juta." Jawab Affandra singkat."Hah?" Setika Zora murung "Aku cuma punya 2 juta sisa kerjaku satu bulan. Kenapa kamu kasih harga mahal banget?"Affandra menatapnya lekat. "menurutmu berapa harga yang pantas? Dengan fasilitas yang kamu nikmati?"Berdecak lemah, "Terus gimana? Uang saku dari Julian aja cuma 3 juta. Aku gak makan dong kalo bayarin kos semua."Affandra hanya tertawa mendengar paparan Zora."Aku pindah aja lah kalo git"Temen - temen, aku bawa cogan nih."Mendengar wanita itu memperkenalkannya di awal dengan cara yang salah. Benar-benar membuatnya gugup. Semua wanita disana sebening kristal. Dengan pakaian minim, semua dari mereka berlomba untuk terlihat paling cantik dan sexy. Tapi mata Julian memandang, disana wanita bernama Fiona begitu mendominasi. Sebelumnya, ia melihat wanita ini memang sangat cantik. Tapi tidak menyangka, di antara semua wanita cantik bertubuh mulus dan kulit halus. Ia adalah yang tercantik. Seketika membuat Julian sulit bernafas di hadapkan dengan suasana yang sulit.Febri dengan cepat meraih pinggang Julian memeluknya untuk membisikan sesuatu. Sensasi aneh hadir di tubuhnya saat sesuatu yang kenyal menempel dengan sangat lugas."Perkenalkan dirimu." Bisiknya manja.Julian mengagguk kaku. "Selamat malam kakak kakak semua. Saya Julian, dari Houce Snack, mau menawarkan investasi pada teman-teman..""Silakan sil
Julian tersenyum terpaksa. Wanita ini meminta maaf tapi juga menggodanya sekarang. Mereka terus meminta Julian untuk minum. Tapi itu akan jadi masalah yang lebih besar. Ia tidak pernah minum dan bagaimana bila ia mabuk dengan semua wanita jalang di dalam sana."Saya pamit Kak Fiona.""Panggil Fiona aja." Keluhnya manja."Oke. Fiona." Julian tersenyum hangat dan meninggalkannya yang melambaikan tangan saat mobilnya keluar dari parkir.Fiona menghela nafas panjang. Besok hari terakhir penandatanganan investasi. Tapi ia belum juga menemukan cara untuk menjebak Julian agar tertarik padanya. Tuan Heru sudah sangat geram dan menuntutnya. Untung saja service malam itu bisa melunakan hatinya.Siapa yang tidak menginginkan sosok Julian. Febri dengan keras berfikir bagaimana cara menjebaknya. Dan ia pun akhirnya menemukan cara.Cafe ini adalah miliknya. Dan penghasilan utamanya tentu dari menjual para wanita cantik yang kali ini di borong
Pria itu segera sadar bahwa ia sudah melakukan kesalahan. Dan ini tidak boleh berlanjut. Ia segera mendorong Fiona."Kenapa kamu melakukan ini."Fiona terengah saat Julian mendorongnya."Apa? Bukankah kamu menikmatinya? Apa yang salah.""Ku mohon Fiona, kita adalah partner, jangan lakukan ini. Apa karna kau memberiku uang dan bisa melakukan hal ini.""Tidak.. tidak.. bukan begitu maksudku. Aku.. aku hanya tidak bisa menahan diri." Ungkap Fiona seolah merasa bersalah. "Maaf" sebari ia menundukkan kepala dan merasa malu."Aku harus pergi sekarang, buka pintunya." Perintah Julian sambil mengenakan kemejanya kembali.Fiona mengambil ponsel dan menelpon seseorang untuk membuka pintunya. Segera Julian keluar saat bunyi kunci terbuka.Tadi itu hampir saja. Julian keluar dan pulang dengan perasaan panas dalam hatinya. Segera ia menancapkan gas dan pergi dari tempat itu, seketika ia merasa sangat rendah, apa karna ia be
Kali ini pesanan 300 box mau gak mau hanya di kerjakan berdua dengan Mas Agus. Kerjanya cepat. Sebagai penanggung jawab dapur, segera ia menyiapkan beras dan buat adonan tepung ayam. Baru saja datang Zora dengan cepat segera menyiapkan box makanan sambil menunggu nasi matang.Walau dalam keadaan sedih, Zora tetap cekatan dan tidak lesu. Melihatnya Agus merasa hebat. "Biarpun sedih kamu tetep profesional ya Zora."Zora tersenyum. "Aku harusnya bersyukur karna Julian nyatanya masih baik-baik aja. Gak ada gunanya untuk berlarut-larut, biarpun aku masih sedih.""Itu artinya kamu salah satu orang yang kuat."Zora hanya menatap mas Agus dan melempar senyum. Mas Agus yang biasanya lucu pun kenapa sekarang sepertinya sangat serius."Andai aku di posisi Julian, pasti sial banget, masih bisa sembuh pun buat apa.""Kok begitu Mas?" Kalimat itu membuat Zora terkejut."Aku udah gak punya sanak saudara yang peduli lagi." Ia mengh
Heru akhirnya melapor pada tuannya."Kami sudah dapatkan file nya tuan." Ia menyerahkan sebuah amplop coklat di atas meja Tuan Arnold. Segera ia membuka isi amplop yang berisi foto-foto Julian dengan para wanita di club malam. Dan foto terakhir sangat memuaskan."Oke ini cukup." Tuan Arnold menghela nafas lega. "Semoga ini akan menjauhkan Zora dari pria kecil itu."Heru merasa tuan nya amat hebat bisa memikirkan hal ini. Bila punya kesempatan memiliki Zora, ia pun pasti akan berfikir untuk bertahan selamanya dengan putri konglomerat itu. Bertahan memang bukan alasan yang tepat untuk Tuan Arnold."Apa tuan akan segera menggunakannya?"Tuan Arnold menggeleng, "kita akan punya waktu untuk menggunakannya. Pergilah.""Baik Tuan." Segera Heru menghilang dari pandangannya.Ia tau pria itu sedang dalam masa kritis. Benar-benar naas, dan kedepannya pun akan naas. Walau bagaimana ia bukan pria yang buruk, tidak seharusnya ber
Zora merasa ia memang tidak bisa berkembang dengan terus bekerja disini. Selama ini ia selalu bergantung pada Julian. Bagaimana sekarang? Apa dia harus bergantung pada Affandra? Bisa-bisa besar kepala dia.Segala sesuatu kenapa bisa pas-pasan. Mungkin ini namanya takdir.Akhirnya Zora menghubungi Karina lagi untuk meminta pekerjaan itu. Sayang sekali ia baru ingat kalau semua berkas kelulusannya ada di rumah."Aduh, gimana dong Karin.""Gak apa-apa. Gimana kalo kamu kesini aja besok!""Besok? Jam berapa?""Pagi kalo bisa.""Oke deh." Sebenarnya ia masuk pagi untuk besok.. segera ia meminta Okta untuk bertukar shift untung saja wanita itu tidak menolak.Setelah pekerjaan selesai ia segera mengunjungi Julian dan melihat keadaan pria malang itu yang sudah bisa bangun dan sedang memakan bubur."Gimana keadaannya." Tanya Zora pada ibu Amina yang sedang menyuapi putranya.Julian tersenyum melihat kek
Hari ini interview di Gavin Tect. Sebenarnya terlihat sangat bodoh bagaimana seorang Zoranatta Arnold bisa terjebak dengan Chicken Pop. Dia adalah pewaris tunggal Forte Grup. Tidak sedikit pengalamannya melakukan bisnis dan berbuah memuaskan. Tapi Zora terlalu remeh memandang semuanya hingga mendapat tamparan keras. Tanpa Forte Grup, ia bukan siapa-siapa.Bila di bilang Zora dalam titik terendah, tidak juga, ia hanya kecewa dengan kenyataan yang ia terima atas penilaian semua orang terhadapnya kali ini.Sedikit gugup untuk menjalani interview kali ini, apa benar-benar bisa masuk tanpa berkas kelulusannya? Ia jadi berfikir. Andai ia membangun perusahaannya sendiri, apakah ia mampu? Selama ini ternyata ia sangat sombong.'Tapi apa peduli, bukankah lebih enak hidup dengan sedikit beban begini? Ya paling-paling cuma mikirin uang, atau harus nabung. Tapi itu berkesan.' ngeyel dirinya membela diri, seolah membenarkan alasannya selama ini.Ia memantapkan
Zora tersenyum mengingat momen itu, tapi ia segera mengingatkan Ronald untuk tidak berharap banyak dari gadis muda itu. Bagaimanapun pengalamannya belum terlalu banyak, tapi ia berjanji untuk bekerja lebih giat dan belajar dengan cepat. Itulah keahlian Zora."Tidak masalah, buah tak jatuh jauh dari pohonnya. Saya melihat kemiripan yang signifikan dari Nona Zora dengan Tuan Arnold. Forte Grup sangat berkembang pesat setelah ayah anda menjabat menjadi presiden." Puji Ronald tidak bisa menyembunyikan kekagumannya pada Forte Grup. Yang membuat Zora lebih takut lagi untuk mengecewakannya."Mohon bimbingan pak, semoga saya bisa banyak membantu perusahaan." Zora menimpali dengan sederhana."Zora, dimanapun kamu berada, kamu harus sadar siapa dirimu, jadi percayalah. Tidak perlu terlalu gugup. Oke."Zora hanya bisa membalas senyum dengan semua harapan yang Ronald ungkapkan. Ia pandai membesarkan hati dan memotivasi anak buah untuk berkembang mencapai kapa