Share

Bab 5

Nyonya Anita mendengarkan percakapan dengan santai, sudah menduga bahwa Zora sudah pasti langsung menolak, melihat putri semata wayangnya begitu mengagumi sosok pacar sempurnanya, yang memberinya hadiah dan memperlakukannya seperti tuan putri.

Siapapun yang mendapatkan Zora, pasti akan melakukan hal yang sama, mengingat siapa Zora sebenarnya.

Putri semata wayang Tuan Arnold, pemilik Forte Grup, dengan gurita bisnis senilai 60 triliun. Dibandingkan Julian, hanya seorang anak pebisnis menengah dengan kekayaan total paling banyak 200 miliar, seperti langit dan bumi.

Yang terpenting bukan hanya menghasilkan uang, tapi mencari laki-laki yang mampu membimbing putri manja ini.

"Semua, karna uang. Papa mau jual aku?" Tanya Zora penuh amarah.

Tuan Arnold hanya menatap putrinya dengan serius. Meletakan pisau dan garpu dengan santai dan mengeratkan kedua tangannya. Mengisyaratkan bahwa ini adalah hal yang serius.

"Jaga bicaramu, Nona Zora." Timpal Nyonya Anita pada putrinya yang mulai hilang kendali.

"Keputusan papa sudah bulat, lusa kita akan bertemu keluarga Iskandar untuk mempertemukan kalian." Tuan Arnold menekankan.

Zora tersenyum pahit, "Semua orang iri karena aku anak papa, tapi sebenernya, aku cuma burung dalam sangkar emas. Terpenjara, gak pernah bisa milih keinginanku sendiri."

"Semua yang terbaik untuk kamu, Zora." Rayu Nyonya Anita.

"Terbaik apa? Apa mama papa pernah tanya pendapatku? Ada buat aku? Enggak!" Bantah Zora,

"Aku cuma harus ikutin semua kata kalian, padahal ini hidupku!"

Tuan Arnold menyeruput teh di hadapannya dengan tenang dan melanjutkan bicara, "Zora, semua yang kamu miliki adalah milik papa, kamu hanya perlu menikmati semuanya. Apa yang papa gak berikan buat kamu?"

Zora membelakakan mata, tenggorokannya tercekat dan dadanya sesak membuatnya bernafas terengah-engah.

"Dan sekarang papa juga sudah pilihkan calon yang terbaik untuk kamu, seorang yang jelas keluarganya sebanding dengan kita, latar pendidikannya bagus dan punya sopan santun yang baik, lagi pula dia bukan orang asing, dia teman kecilmu Affandra. Pokoknya cocok sekali."

"Papa gak bisa paksain aku kalo soal hati, gak bisaa!" Zora bersikukuh menolak.

"Udahlah kamu ketemu saja dulu sama Nak Andra." Pinta Nyonya Anita.

"Kalo aku gak mau?" Seraya menatap papanya dengan tajam.

"Yah, kamu boleh ikutin pacarmu itu. Tapi jangan lagi kamu pake semua fasilitas papa, sampai dimana kamu bisa bertahan, boleh kita liat." Tantang Tuan Arnold

"Oke!" Dengan percaya diri Zora menerima tantangan Papanya, dan segera bangkit dengan kasar dari meja makan untuk pergi dari tempat itu.

"Begitu juga mobil, dan kartu kredit." Sambung Tuan Arnold

Mendengar ucapan ayahnya, Zora berbalik, melempar kunci mobil dan mengeluarkan beberapa buah kartu kredit. Toh masih ada sisa di debitnya.

"Tabunganmu juga papa blokir." Segera Tuan Arnold mengeluarkan dompet dan mengeluarkan uang merah. "Pakai ini." Menyerahkan uang pecahan seratus ribu mungkin sekitar 30 lembar.

"Kamu sudah banyak ngurus pacarmu itu, kita liat sekuat apa dia ngurus kamu sekarang." Ucap santai pengusaha kelas kakap itu pada putrinya yang hanya menganga tak percaya.

Dalam 1 menit Zora menjadi miskin. Sebenarnya gengsi sangat besar untuk ambil uang cash di atas meja makan itu, tapi dia masih sadar, bahwa dia dalam kesulitan besar dan terpaksa mengambilnya lalu pergi dengan gusar.

Kamu terlalu keras sama Zora, mas." Nyonya Anita mengingatkan dengan sedih.

"Anak itu belum dewasa, matanya buta dan hatinya sempit, mungkin ini harga untuk semua kekayaan ini." Tuan Arnold menyeruput tehnya dengan mata yang penuh kehawatiran. "Aku hanya takut dia tidak bisa membedakan baik dan buruk, saat semua orang hanya tau memujanya."

"Maafin aku mas." Nyonya Anita merasa bersalah dengan sikap Zora yang semakin dewasa mulai sulit diberi pengertian.

"Bukan salahmu sayang, ini proses juga untuk Zora, gak selamanya kita akan bisa mendampingi dia. Sudah saatnya dia diperlakukan seperti orang dewasa."

Nyonya Anita setuju dengan mengangukan kepalanya, dan menatap jauh kearah Zora menghilang, dengan perasaan takut.

Segera setelah meninggalkan orang tuanya, Zora mengambil ponsel untuk menghubungi pacarnya. Dengan terisak ia minta untuk dijemput sekarang juga.

Dari sebrang sana terdengar suara musik dan nada khawatir Julian, yang langsung bergegas menemuinya di lobi hotel bintang lima yang juga adalah hotel milik keluarga Arnold.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status