Share

Bab 3

Author: Devi Andriani
last update Huling Na-update: 2024-06-09 12:31:25

SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3 BAB 3

PoV: Reno

Duh, kenapa Bu Ridwan bisa bertemu dengan istriku? Gawat kan kalau nanti ketahuan selama ini aku menyimpan rahasia. Kalau istriku tahu bagaimana, ya, nantinya? Pasti dia akan minta uang lebih banyak dari yang selama ini aku berikan padanya, kacau, deh!

Aku melirik lagi pada istriku, matanya masih saja melirik sinis padaku. Apa wajahku telihat begitu mencurigakan? Bagaimana caranya mengalihkan perhatian matanya yang tajam menatapku itu, ya?

“Ehm, Dek, kamu tadi kepasar mau apa?” Aku memberikan pertanyaan apa saja, agar dia tidak memandang wajahku dengan tatapan seperti polisi ingin menangkap basah maling.

Wajah tegang istriku perlahan mulai mengendur. “Mau jual simpanan emasku, Mas, rencananya buat modal jualan. Aku tahu betul kamu pasti nggak akan bisa ngasih aku modal untuk berdagang, makanya aku ke pasar untuk jual kalung emasku.” Terdengar embusan nafas berat istriku.

Simpanan? Uang dari mana istriku bisa menyimpan emas. Apa jangan-jangan selama ini Atik–istriku yang polos ini pintar menyisihkan uang belanjaan, ya, pantas saja tiap hari aku makan ikan asin dan tempe terus. Rupanya itu sebabnya ia tidak pernah membeli ikan segar dan daging ayam. Untung aku lebih pintar dari Atik, jadi penghasilan sampinganku selama ini bisa aku berikan pada Ibu dan adikku. Sesekali berkunjung ke rumah ibu, kan, aku bisa menikmati masakan ibuku yang enak-enak seperti ayam bakar atau gulai gurame.

Ah, aku jadi lapar dan kangen masakan ibu. Apa nanti sore aku makan ke rumah ibu lagi, ya? Biar kuah baksonya Atik saja yang menghabiskan. Pasti dia juga sudah cukup senang makan dengan itu. Salah sendiri tidak mau beli daging dan ikan untuk menu makan. Malah mementingkan beli emas perhiasan.

“Mas!” Atik memanggilku dengan cara membentak. Ah, istriku ini selain pura-pura polos, dia juga sangat tidak sopan. Memanggil suami dengan cara membentak.

“Kamu dari tadi kenapa ngagetin aku terus sih, Dek?” Aku memasang wajah tidak suka, mengerucutkan bibir agar ia bisa melihat aku tak suka dengan sikapnya yang mengejutkanku.

“Justru aku yang harus tanya, Mas. Kamu kenapa seperti ngomong sendiri? Bibirnya kayak yang komat-kamit tapi bicaranya malah nggak jelas.”

Segera kututup mulutku. Masa, sih, aku sampai menghayati suara hatiku hingga terlihat ke permukaan wajah. Waduh.

Akhirnya istriku beranjak. Lalu melangkah masuk ke dalam rumah. Membuatku merasa sediikit lega. Setidaknya istriku sudah melupakan ucapan Bu Ridwan dan tidak memberikan pertanyaan tentang apa yang sedang aku pikirkan.

Huft! Aku harap istriku tidak akan pernah bertemu lagi dengan Bu Ridwan. Eh, tapi ngomong-ngomong tentang perhiasannya itu. Wah, lupa aku, kenapa aku tadi nggak sekalian pura-pura mau pinjam, ya? Supaya niatnya untuk berdagang batal, tapi kira kira alasannya apa?

Oh, iya, motor. Aku pakai alasan motorku saja, ya. Bilang saja aku butuh uang untuk mengganti onderdil motor yang sudah lama nggak pernah aku ganti. Ide yang bagus. Kujentikkan jari jempol dan tengah penuh semangat.

“Dek!” Aku kemudian beranjak sambil terus memanggilnya. Lalu mengejarnya ke dalam untuk meminta emasnya yang akan kujual nanti.

“Apa, sih, Mas! Aku denger kok, nggak usah teriak-teriak ngomongnya!” Atik duduk di meja makan dekat dapur. Ia juga menyendok nasi sambil melirikku.

“Itu, Dek.” Aku mendekatinya dan ikut duduk di hadapannya.

“Tentang emas itu, Mas boleh pinjam nggak?” tanyaku ragu-ragu.

“Pinjam buat apa?” Istriku melihatku dengan memicingkan separuh matanya.

“Buat ganti onderdil motor, Dek! Nanti bulan depan Mas gajian dibayar, kok.”

“Bulan depan? Bukannya kamu gajian baru bulan ini, Mas? Masa iya bulan depan udah gajian lagi, kamu ngelindur atau gimana, sih, Mas?”

Oh, iya, ya, kok aku bisa lupa kalau udah ngasih uang ke Atik bulan ini, ya. Keceplosan aku.

“Eh, iya, ya, Mas lupa. Maksud Mas itu kalau nanti Mas gajian rapelan berikutnya, gitu, loh. Bukan bulan depan. Tapi kamu mau ya, Dek, minjemin perhiasanmu untuk dijual dulu.”

“Nggak, Mas, aku nggak mau. Aku cuma mau jual perhiasan ini untuk bisa aku jadikan modal usaha. Mas, kan, tidak mengizinkan, lebih baik kusimpan saja.”

“Kok kamu pelit, Dek? Aku cuma pinjem sebentar untuk ganti onderdil motor. Kalau nggak diganti malah bikin rusak motor, trus nanti aku kalau mau ke rumah ibuku masa jalan kaki, dan lagi itu perhiasan kamu juga belinya pakai uang Mas, kan? Jadi nggak masalah kalau aku pakai dulu.”

“Pakai uang kamu dari mana, Mas? Emang selama ini kamu ngasih uang ke aku sebanyak apa sampai aku bisa beli perhiasan? Buat makan aja kayak ikan lagi di darat, engap-engapan.”

“Ya, terus kamu dapat uang dari mana bisa beli perhiasan kalau bukan uang dari aku? Apa jangan jangan selama ini ada lelaki lain yang suka kasih kamu uang?”

“Sembarangan kamu, Mas. Ini perhiasan pemberian ibuku. Dari sebelum aku menikah dengan kamu.”

“Ya, kalau kamu punya perhiasan dari dulu kenapa nggak pernah kamu pakai?”

“Kalungku putus, Mas. Nggak aku jual karena aku berharap bisa ngumpulin uang buat mematrinya lagi. Sebab cuma ini satu satunya kenangan dari ibuku yang sekarang entah dimana.” Atik merogoh kantong bajunya, lalu mengeluarkan liontin berbentuk hati dari sebuah dompet kecil yang hanya bisa muat untuk beberapa uang koin.

Bersambung ….

Kira-kira jadi nggak, ya, Atik jual kalungnya? Apa jangan-jangan nanti malah dipinjem suaminya?

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3    BAB 50

    SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3BAB 50PoV: Reno“Dek!” Aku memiringkan dudukku sedikit mengarah pada Atik.“Apa lagi, sih, Mas? Udah habisin sarapannya, nanti kamu kesiangan berangkat ngajarnya!” Atik berbicara tanpa mau menoleh padaku.Kulihat isi mangkuk yang disendoki Atik, ternyata bubur sudah tinggal setengah. Cepat sekali makan Atik, aku saja baru tiga sendok, aku menghitung dengan jari sambil mengingat-ingat.“Mas! Buruan habisin, punyaku sudah habis, nih!”“Hah!” Kulihat mangkuk Atik sekali lagi. Seakan tak percaya ucapannya. Tetapi, benar adanya. Aku menggeleng takjub.“Adek laper? Aku pesan satu mangkok lagi, ya?”Atik menatapku dengan membesarkan mata. “Memanganya boleh? Nggak rugi nawarin aku makan lagi? Nanti uangmu bisa habis, loh.” Kemudian ia mengambil tisu dan mengusut ujung bibirnya.“Mas mana berani pelit lagi sama kamu, Dek. Aku benar-benar menyesal atas sikap pelitku selama ini,

  • SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3    Bab 49

    SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3BAB 49PoV: RenoKulihat kedua alis Bu Weni bertautan, ia juga tersenyum dan mengangguk-angguk.“Kenapa saya nggak kepikiran dari dulu, ya. Wah, Bu Karsih.” Kemudian Bu Weni melirikku lalu pada anaknya. “Owalah. Piye, Arlan? Nggak usah jauh-jauh. Pilihan ada di depan mata.”Aku yang mendengar Bu Weni berkata, langsung bisa menerka kemana arah ucapannya. Suasana yang awalnya tadi tegang karena uacapan ibuku, kini telah berubah menjadi riuh tawa mereka. Sebab obrolan ibuku dan Bu Weni langsung terkoneksi alias nyambung. Aku saja yang lelaki mengerti, kok. Masa iya Arlan tidak paham?Belum lepas senyum di wajahku, aku melirik Arlan. Betapa terkejutnya aku ketika mendapati Arlan melihatku dengan tatapan sinisnya.“Aku tahu jalan pikiranmu,” ucap Arlan padaku.“Aku juga tahu pikiran orang tua kita,” jawabaku santai. Kemudian mengalihkan pandanganku ke l

  • SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3    Bab 48

    SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3BAB 48PoV: Reno***Aku terbangun karena mendengar adzan yang aku setting di handphone-ku. Sebab aku tak mau meninggalkan sholat subuh lagi hari ini. Ya, setelah diceramahi sang adik bungsu, hatiku merasa tersirami oleh keimanan yang luar biasa.Sholat sebelum tidur membuat hati ini menjadi tenang, tidak lagi gelisah memikirkan permasalahan hidup, bahkan aku kini berserah jika nanti Atik benar-benar tak ingin kembali padaku lagi.Masya Allah, sungguh luar biasa dampak dari sholat yang dijalani dengan khusuk.***Setelah selesai menunaikan ibadah sholat subuh, tak lupa aku melakukan amalan dzikir dan sebagainya, sesudah itu barulah berdoa, salah satu nama yang kusebut dalam do’a adalah Atik. Doa yang sama seperti tadi malam selepas sholat isya.“Ya, Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang, jika Atik benar jodohku, maka mudahkanlah jalan untukku kembali membina rumah tangga lagi dengannya, tetapi, jika tidak, berilah keikhlasan sedalam samudra dan seluas jagad r

  • SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3    BAB 47

    SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3BAB 47PoV: Reno“Ren, Atik kan sudah bilang, katanya dia lelah dan ingin segera beristirahat. Tunda dulu bicaranya. Lain kali saja, ya?” Kemudian ibu dan anak itu kembali membalikkan badan.Aku menghela nafas perlahan. Ya, sudahlah, aku tidak mungkin memaksa, lagipula aku juga melihat wajah Atik begitu lesu. Lebih baik aku menekan ego-ku.Walau kaki ini melangkah mendekati motor, tapi hati ini masih ingin disini, pulang dan tinggal bersama-sama lagi seperti dulu saat aku dan Atik menjadi suami istri. Tapi kini aku harus sadar diri bahwa Atik sudah berstatus mantan istriku. Aku menoleh kembali dan menatap punggung Atik yang hampir masuk setelah ibunya lebih dulu membuka pintu untuknya. Nasib! Aku masih berandai dalam anganku. Harusnya malam ini Atik mendengar apa yang aku katakan ketika di perjalanan mengantarnya pulang. Sayangnya tidak.Aku pikir ketika dia mengatakan, iya, iya, Atik juga menginginkan apa yang aku inginkan. Rupanya …., yah, sekali lagi, nasib

  • SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3    Bab 46

    SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3Bab 46PoV: Atik“Aku pulang diantar Mas Reno, Mas,” jawabku jujur. Kemudian ikut beranjak.“Jadi benar kamu masih mencintai Reno?” Suara Mas Arlan terdengar melemah. “Jujurlah, Tik! Agar aku bisa tau diri.”“Cinta? Justru aku nggak tahu arti cinta sebenarnya itu apa, Mas.”“Loh, kamu nikah atas dasar apa jika bukan karena cinta?” Kening Mas Arlan berkerut, matanya juga menatapku lekat.Aku menggeleng.“Tik, biasanya perempuan itu tidak mau disentuh oleh lelaki manapun kecuali sang wanita mencintai lelaki yang menyentuhnya. Kalian sudah pernah menjadi suami istri, pasti sering melakukan hubungan intim. Itu juga bisa diartikan cinta.”“Apa iya?” Aku menggaruk kepalaku yang tak gatal.“Iya, lah!” Mas Arlan mengambil tanganku lalu mencium punggung tanganku.Aku tersentak dan segera menarik tanganku. Kejadian itu begitu cepat dan tak pernah aku sangka. Kalau aku tahu dia akan melakukan itu pasti sebisa mungkin aku menghindari lelaki yang ada di hadapanku ini. Aku

  • SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3    BAB 45

    SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3BAB 45PoV: Atik“Tapi, Bu Weni, akan butuh waktu lama menunggu lagi kalau Mas Arlan yang jemput, sedangkan biaya administrasi sudah dibayarkan oleh Mas Reno.”“Jadi mantan suamimu itu minta kita pulang cepat supaya uangnya ingin segera diganti? Bilang padanya, saya akan ganti uangnya yang terpakai dua kali lipat. Dasar lelaki pelit perhitungan, takut sekali uangnya tidak diganti!” Bu Weni bersungut-sungut.Bu Weni sedang tidak sehat, baiknya aku tidak memaksanya untuk pulang bersama Mas Reno. Bu Weni juga sepertinya juga marah sekali mendengar nama Mas Reno. Jadi percuma jika aku memaksa.“Bukan Atik mau membela Mas Reno, Bu. Tapi aku tadi sudah mengatakan padanya bahwa setelah kita pulang dari sini akan mengganti uangnya. Tapi, ia tidak mau. Katanya anggap saja sebagai penebus dosanya pada Ibu.”Bu Weni hanya diam, sepetinya dia enggan menimpali ucapanku.Akhirnya aku memutuskan untuk menemui Mas Reno. Ketika aku sampai di depan lobi puskesmas, ternyata Mas

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status