Klik.
Video itu sudah terkirim. Aku segera turun dari kursi lalu dengan gerakan perlahan, aku mengembalikan kursi itu.Aku menghela nafas dan menguat-nguatkan hati masuk ke dalam kamar dan melihat ponselku."Masih centang satu. Kenapa hp tuan Andi tidak aktif?" gumamku bingung.Mendadak suara dan bayangan mas Damar dan nyonya Larasati terputar lagi di memori, membuat air mata menetes kembali. Gegas kuusap kasar air mataku, lalu aku mulai menyemangati diri sendiri."Awas saja kalian. Sekarang kalian memang bisa puas-puasin diri. Tapi tunggu saja saat Tuan Andi sudah pulang ke rumah ini," gumamku penuh dendam.Aku membuka F******k dan mulai mengubah pengaturannya menjadi privasi. Lalu mengirim video mas Damar ke akun facebookku."Oke. Untuk sementara aku akan menyimpan video ini di akun f******k untuk berjaga-jaga kalau mas Damar menemukan dan menghapus video ini.Perasaanku menjadi harap-harap cemas saat melihat pesan w******p yang hanya centang satu. Ini jelas sudah terkirim, tapi ponsel Tuan Andi yang tidak aktif.Baiklah, kalau begitu kuberi password saja hp ku agar mas Damar tidak bisa membuka hpku.Jarum jam sudah menunjukkan pukul tiga dini hari saat terdengar langkah kaki mendekat ke arah kamar.Aku pura-pura memejamkan mata. Terdengar gemerisik tempat tidur di sampingku. Lalu hening. Sepertinya mas Damar langsung tidur.Sementara aku sampai subuh tetap tidak bisa memejakan mata. Dan keesokan harinya sudah bisa kutebak saat melihat mas Damar mandi keramas lagi."Mandi lagi, Mas?" tanyaku pura-pura mengucek mata."Kok kamu sudah bangun?""Udah dong. Emang kenapa sih kalau aku sudah bangun?" sahut sambil berlalu dari tempat tidur."Lho, kamu enggak minta jatah?" tanyanya heran. "Biasanya kamu manja dan peluk-peluk kalau aku habis mandi? Ayo, kita lakukan, Mut!"Mas Damar mendekat dan memelukku dari belakang. Sungguh, antara hati dan pikiranku bertolak belakang. Pikiranku mengatakan untuk menolaknya karena mas Damar telah menyentuh perempuan lain.Sedangkan hatiku mendorongku untuk menerima pelukannya dan melakukan hal itu.Aku menghela nafas kasar. 'Ogah. Kamu kan sudah k*lon dengan Nyonya Laras kok, jangan harap kamu bisa menyentuhku lagi, Mas,' batinku."Enggak mood. Lagi mens," sahutku sekenanya dan segera menuju ke kamar mandi."Mut, kok ponsel kamu sekarang pakai password?" tanya mas Damar setelah aku kembali dari buang air kecil.Terlihat dia mengotak-atik ponselku. Aku mendelik dan mendekat ke arahnya."Kamu tanya kenapa hp ku sekarang pakai password, Mas? Coba ngaca! Dari beberapa hari yang lalu hp kamu pakai password juga kan? Saat aku protes, kamu bilang ponsel itu barang pribadi."Aku mengambil ponselku dan memasukkan nya ke dalam saku daster."Jawabanku sama denganmu, Mas. Hp ini barang pribadiku. Jadi aku pakai password," tukasku dan keluar meninggalkan kamar menuju dapur.*Aku menatap nyonya Larasati yang sedang berenang di kolam tengah rumahnya. Baju renangnya merah cerah, kontrak dengan kulitnya yang putih.Memang wajahnya cantik, rambutnya panjang, kulitnya mulus dan badannya bagus. Aku mendesah membandingkan nya dengan diriku yang biasa saja.Apalagi di sudut taman, tampak mas Damar yang sedang memotong rumput dan membersihkan daun-daun yang berserakan.Tampak jelas dari pintu dapur, Mas Damar dan Nyonya Larasati saling bertukar pandang dan senyum.Aku meremas pisau dapur dengan erat. 'Sabar Mutia, Sabar. Aku tidak mau ditangkap polisi karena melakukan tindakan konyol.Lagipula aku masih butuh kerja untuk mengirimkan gaji ke ibu yang ada di kampung. Kalau aku harus berpisah dari mas Damar, paling tidak aku sudah harus menemukan pekerjaan pengganti lebih dulu,' bisikku.Akhirnya mau tidak mau aku melanjutkan pekerjaan memasak makanan untuk sarapan pagi nyonya Larasati.Seraya tak lupa aku mengecek video yang telah kukirimkan pada tuan Andi."Kamu sedang lihat apa, Mut? Serius amat," sapa Nyonya Larasati yang mendadak ke dapur. Wajah nya segar setelah berenang. Walaupun dia mengenakan kimono handuk, tapi hal itu justru membuat kemolekan tubuhnya tercetak.Ah, irinya bisa menjadi orang kaya. Eh, istri orang kaya. Bisa memanjakan dan merawat diri.Dengan tenang aku tersenyum dan memasukkan ponsel ke saku daster. "Cuma lihat-lihat resep kok nyonya," sahutku tenang.Mendadak terdengar suara mobil memasuki halaman rumah besar ini, membuat nyonya Larasati menoleh ke arah depan.Next?Yuk yang mau baca lebih cepat, bisa mampir ke KBM app. Otewe bab 11 ya.Judul : Suamiku di Ranjang Sang NyonyaNama pena: Ananda Zhialik.Video itu sudah terkirim. Aku segera turun dari kursi lalu dengan gerakan perlahan, aku mengembalikan kursi itu.Aku menghela nafas dan menguat-nguatkan hati masuk ke dalam kamar dan melihat ponselku."Masih centang satu. Kenapa hp tuan Andi tidak aktif?" gumamku bingung.Mendadak suara dan bayangan mas Damar dan nyonya Larasati terputar lagi di memori, membuat air mata menetes kembali. Gegas kuusap kasar air mataku, lalu aku mulai menyemangati diri sendiri."Awas saja kalian. Sekarang kalian memang bisa puas-puasin diri. Tapi tunggu saja saat Tuan Andi sudah pulang ke rumah ini," gumamku penuh dendam.Aku membuka F******k dan mulai mengubah pengaturannya menjadi privasi. Lalu mengirim video mas Damar ke akun facebookku."Oke. Untuk sementara aku akan menyimpan video ini di akun f******k untuk berjaga-jaga kalau mas Damar menemukan dan menghapus video ini.Perasaanku menjadi harap-harap cemas saat melihat pesan w******p yang hanya centang satu. Ini jelas sudah terkirim, tapi ponsel Tuan Andi yang tidak aktif.Baiklah, kalau begitu kuberi password saja hp ku agar mas Damar tidak bisa membuka hpku.Jarum jam sudah menunjukkan pukul tiga dini hari saat terdengar langkah kaki mendekat ke arah kamar.Aku pura-pura memejamkan mata. Terdengar gemerisik tempat tidur di sampingku. Lalu hening. Sepertinya mas Damar langsung tidur.Sementara aku sampai subuh tetap tidak bisa memejakan mata. Dan keesokan harinya sudah bisa kutebak saat melihat mas Damar mandi keramas lagi."Mandi lagi, Mas?" tanyaku pura-pura mengucek mata."Kok kamu sudah bangun?""Udah dong. Emang kenapa sih kalau aku sudah bangun?" sahut sambil berlalu dari tempat tidur."Lho, kamu enggak minta jatah?" tanyanya heran. "Biasanya kamu manja dan peluk-peluk kalau aku habis mandi? Ayo, kita lakukan, Mut!"Mas Damar mendekat dan memelukku dari belakang. Sungguh, antara hati dan pikiranku bertolak belakang. Pikiranku mengatakan untuk menolaknya karena mas Damar telah menyentuh perempuan lain.Sedangkan hatiku mendorongku untuk menerima pelukannya dan melakukan hal itu.Aku menghela nafas kasar. 'Ogah. Kamu kan sudah k*lon dengan Nyonya Laras kok, jangan harap kamu bisa menyentuhku lagi, Mas,' batinku."Enggak mood. Lagi mens," sahutku sekenanya dan segera menuju ke kamar mandi."Mut, kok ponsel kamu sekarang pakai password?" tanya mas Damar setelah aku kembali dari buang air kecil.Terlihat dia mengotak-atik ponselku. Aku mendelik dan mendekat ke arahnya."Kamu tanya kenapa hp ku sekarang pakai password, Mas? Coba ngaca! Dari beberapa hari yang lalu hp kamu pakai password juga kan? Saat aku protes, kamu bilang ponsel itu barang pribadi."Aku mengambil ponselku dan memasukkan nya ke dalam saku daster."Jawabanku sama denganmu, Mas. Hp ini barang pribadiku. Jadi aku pakai password," tukasku dan keluar meninggalkan kamar menuju dapur.*Aku menatap nyonya Larasati yang sedang berenang di kolam tengah rumahnya. Baju renangnya merah cerah, kontrak dengan kulitnya yang putih.Memang wajahnya cantik, rambutnya panjang, kulitnya mulus dan badannya bagus. Aku mendesah membandingkan nya dengan diriku yang biasa saja.Apalagi di sudut taman, tampak mas Damar yang sedang memotong rumput dan membersihkan daun-daun yang berserakan.Tampak jelas dari pintu dapur, Mas Damar dan Nyonya Larasati saling bertukar pandang dan senyum.Aku meremas pisau dapur dengan erat. 'Sabar Mutia, Sabar. Aku tidak mau ditangkap polisi karena melakukan tindakan konyol.Lagipula aku masih butuh kerja untuk mengirimkan gaji ke ibu yang ada di kampung. Kalau aku harus berpisah dari mas Damar, paling tidak aku sudah harus menemukan pekerjaan pengganti lebih dulu,' bisikku.Akhirnya mau tidak mau aku melanjutkan pekerjaan memasak makanan untuk sarapan pagi nyonya Larasati.Seraya tak lupa aku mengecek video yang telah kukirimkan pada tuan Andi."Kamu sedang lihat apa, Mut? Serius amat," sapa Nyonya Larasati yang mendadak ke dapur. Wajah nya segar setelah berenang. Walaupun dia mengenakan kimono handuk, tapi hal itu justru membuat kemolekan tubuhnya tercetak.Ah, irinya bisa menjadi orang kaya. Eh, istri orang kaya. Bisa memanjakan dan merawat diri.Dengan tenang aku tersenyum dan memasukkan ponsel ke saku daster. "Cuma lihat-lihat resep kok nyonya," sahutku tenang.Mendadak terdengar suara mobil memasuki halaman rumah besar ini, membuat nyonya Larasati menoleh ke arah depan.Next?Aksara tampak tampan mengenakan kemeja lengan panjang keemasan dan celana hitam dari bahan drill. Di samping nya tampak Mutia yang berdandan natural dengan gaun selutut warna gold dari bahan perpaduan sifon dan kain tile.Di tempat duduk depan, tampak Riska sedang duduk manis mengenakan gaun dari satin setumit dengan ditemani oleh seorang laki-laki berkebangsaan Australia. Lelaki berambut pirang dan berwajah bule itu terlihat sangat mencintai Riska. Bule itu menggenggam erat tangan Riska lalu menciumnya dengan lembut. "Acara selanjutnya adalah acara yang pasti dinanti-nantikan oleh para undangan, yaitu melempar kan buket bunga kepada para undangan. Diharap semua tamu yang ingin mendapatkan lemparan bunga segera berkumpul di depan pelaminan."Suara pembawa acara membahana dan membuat aula hotel menjadi riuh. Beberapa tamu perempuan dengan bersemangat berkumpul di depan pelaminan dengan wajah harap-harap cemas. Aksara menyenggol Mutia dan memberikan kode pada kekasih nya untuk ikut b
Novela berjalan perlahan memasuki kafe Gardenia. Hatinya berdebar kencang saat melihat laki-laki yang sangat dirindukannya. Sudah beberapa kali Novela mencoba membuka hati dan berkenalan dengan laki-laki lain di selama lebih dari enam bulan ini. Tapi entah kenapa tidak ada yang spesial seperti Ridho. Dan walaupun sudah lama sekali tidak bertemu dengan lelaki itu, Novela tetap masih hafal potongan rambut dan bentuk kepalanya sekalipun dari arah belakang. Novela menghentikan langkahnya sejenak lalu menghela nafas sebelum akhirnya dia maju lagi mendekat ke arah Ridho. "Mas Ridho."Ridho menoleh dan melihat ke arah Novela. Dua pasang mata saling menatap dengan penuh rindu. Dalam diam, tanpa kata, hanya hening di sekitarnya sudah cukup membuat sepasang anak manusia itu tahu bahwa mereka saling mencintai dan saling merindukan. "Kamu sudah datang dari tadi, Mas?" tanya Novela pelan. "Barusan kok. Oh ya, duduk Nov. Aku sudah memesan kan makanan favorit mu. Kwetiau kuah dengan jus jeruk d
Lalu kedua anggota Intel itu melompat dan membekap mulut dan memukul leher belakang anak buah Damar. "Hmmmph! Hhmphhh!"Kedua anak buah Damar yang sedang berjaga di luar pintu depan lainnya berpandangan. Mereka langsung memahami jika telah terjadi sesuatu yang mencurigakan. Kedua anak buah Damar langsung mencabut pistol dari pinggang mereka dan langsung menuju ke arah semak-semak tempat kedua teman mereka menghilang. Namun baru berjalan beberapa langkah, dua anggota polisi melompat dari arah belakang. Dorrr! Dorrr! Namun sayang sekali kedua anggota polisi yang terakhir hendak melakukan penyergapan, tertembak karena rupanya anak buah Damar lebih dulu menarik pelatuk nya. Kedua anggota polisi itu langsung roboh di atas rerumputan. Kedua anak buah Damar mendelik lalu menodongkan pistol ke arah kepala anggota polisi. "Jangan bergerak! Katakan siapa yang menyuruh kalian!" seru salah seorang anak buah Damar.Salah seorang anak buah Damar lalu menunduk mendekat ke arah salah seorang
Beberapa saat yang lalu,"Aksa, lokasi mobil pak Damar sudah ditemukan. Dua mobil ada di kota ini. Dan satu mobil di luar kota. Saat ini sedang dikejar oleh Ragil dan anak buahnya."Aksara yang sedang duduk di mobil di samping Ridho yang sedang mengemudikan mobilnya, sontak menoleh ke arah Ridho. "Mas, minta para polisi itu untuk share loct posisi nya sekarang! Ayo kita ikuti mobil polisi itu dan menuju ke tempat Mutia!""Tapi bahaya, Aksa! Biar polisi saja yang mengurus dan menyelamatkan Mutia!""Nggak bisa, Mas! Aku tidak akan bisa makan dan minum dengan tenang kalau belum memastikan Mutia baik-baik saja."Ridho tampak berpikir sejenak. "Tapi mereka bersenjata, apa kamu tidak takut terjadi sesuatu pada diri kamu?" "Aku juga punya senjata, Mas."Aksara menengok jok tengah mobilnya dan berdiri lalu menjulurkan badannya ke belakang untuk mengambil tas olahraga dari dalam nya.Mata Ridho membeliak saat melihat isi tas milik Aksara. Sepasang senjata api lars pendek, pelurunya, stunt g
"Jangan menyentuhku dengan tangan kotormu itu, Mas! Kamu sudah melakukan banyak hal yang membuat orang lain menderita. Kamu bukan lagi mas Damar yang aku kenal dulu!" seru Mutia tegas. Damar tertawa. "Hahaha, kamu benar sekali, Mutia. Aku memang bukan Damar yang miskin dulu. Damar yang dulu kan nggak punya apa-apa. Tapi lihatlah aku sekarang! Aku punya semuanya! Kamu bisa bahagia kalau menikah dengan ku!"Mutia terdiam sejenak. "Kalau kamu memang kaya, kenapa kamu malah ingin kembali padaku? Kamu kan bisa memilih perempuan lain yang masih gadis, ataupun janda lain yang lebih cantik dan seksi dariku kan banyak? Kenapa harus kembali padaku?! Atau kamu kan bisa kembali pada Larasati?" tanya Mutia. Damar tertawa menyeringai. "Karena aku mencintaimu, Mut!""Jangan bohong, Mas. Kalau kamua mencintaiku, kamu nggak akan selingkuh dengan Larasati! Jadi katakan saja apa alasan dan rencana kamu menculikku sampai melukai teman kosku?""Hm, nggak ada alasan khusus sih. Aku cuma merasa kalau ka
Aksara dan Ridho sampai di polres dan langsung bertemu dengan Ragil, intel polisi yang juga merupakan teman Ridho. Ragil mendengarkan penuturan Aksara dan Ridho secara sungguh-sungguh. "Baiklah ini harus diselidiki lebih lanjut. Karena masalahnya begitu kompleks, aku tidak bisa menyelesaikan hal ini sendirian. Perlu bantuan dari teman-teman ku yang lain, Dho," seru Ragil. Aksara menangkup kedua tangan Ridho. "Saya mohon tolong temukan Mutia secepatnya. Saya bersedia membayar berapapun agar Mutia ditemukan," sahut Aksara dengan sungguh-sungguh. Ragil menatap ke arah Aksara. "Saya akan melakukan upaya semaksimal mungkin untuk menemukan Bu Mutia. Bapak tenang dulu untuk menjawab beberapa pertanyaan yang akan saya ajukan," sahut Ragil. Lalu tak kemudian Ragil meraih ponsel dan menghubungi seseorang, lalu menjauh dari Aksara dan Ridho. "Halo, Elang darat satu. Cari semua Informasi tentang lelaki bernama Damar Wiryawan dan semua aset dan alamatnya. Saya membutuhkan jawaban secepatnya."