Share

bab 6. Telepon dari Aksara

Mutia menyingkir dari ruang tengah. Dan berjalan melewati pintu kaca menuju ke taman tengah yang ada kolam renang nya.

Suasana malam yang sepi dengan diterangi lampu taman dan sinar bulan membuat hati Mutia sedikit menjadi sentimentil. Dia masih ingat saat dia berbahagia dengan Damar sebelum memergoki suaminya selingkuh.

Ponsel Mutia masih berdering saat dia melangkah menjauh dari pintu ruang tengah. Mutia memilih duduk di pinggir kolam yang berhadapan dengan pintu masuk ruang tengah. Jadi kalau Damar muncul dari ruang tengah, Mutia bisa langsung mengetahui nya.

"Halo." Akhirnya Mutia menerima panggilan dari Aksara.

"Hhhh, mbak Mutia. Ada yang ingin saya tanyakan. Hhh."

Mutia mengerut kan dahinya keheranan saat mendengar suara Aksara yang terengah-engah dari seberang telepon.

Pikiran Mutia langsung mengelana jauh dan perempuan itu hanya bisa tertawa sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Maaf pak Aksa, kalau sedang bersama istrinya, jangan telepon saya sekarang. Besok saja sepertinya lebih baik."

"Hhhhh, apa maksud kamu? Kok bisa istri sih? Pacar saja belum ada. Hhh."

"Lha, tapi suara pak Aksa itu membuat orang berpikir bapak sedang melakukan yang iya-iya lho. Bapak sedang apa sih?" tanya Mutia akhirnya to the point.

Hening sejenak. Hanya suara nafas memburu yang sedang terdengar dan berusaha untuk ditenangkan oleh sang pemiliknya. Lalu setelah hening sejenak, mendadak terdengar suara tawa yang keras.

"Hahaha, mbak Mutia. Saya tidak sedang melakukan apa yang mbak pikirkan. Saya sedang lari diatas treadmill saat mbak mengirimkan foto tadi."

"Pak Aksa sedang berlari di treadmill?" tanya Mutia membeo ucapan Aksara.

"Iya. Ini!"

Aksara mengirim foto dirinya yang sedang berada di atas treadmill.

"Jadi saya enggak sedang melakukan apa yang mbak Mutia tuduhkan."

"Oh, ya Pak Aksa, maaf."

Aksara tertawa. "Kalau Mbak Mutia benar-benar ingin minta maaf, mbak Mutia bisa menjawabnya beberapa pertanyaan saya.

Satu, kenapa tadi mbak Mutia mengaku pernah melihat papa saya? Dua, darimana mbak Mutia mendapatkan foto pernikahan Papa saya? Tiga, siapa perempuan yang berada di foto itu?"

"Pertanyaan nya banyak sekali, Pak," sahut Mutia. "Saya akan menjawab nya, tapi ada syaratnya."

"Oh, baiklah. Saya tahu dan saya akan bersikap profesional kok. Saya tahu semua Informasi pasti ada harga nya. Jadi mbak Mut tinggal menyebutkan berapa harga yang harus saya bayar untuk pertanyaan itu dan pertanyaan lain yang akan saya ajukan lain waktu."

"Saya tidak bisa bicara di telepon sekarang. Apakah besok kita bisa bertemu? Saya akan menjelaskan semua nya beserta harga untuk informasi nya."

"Wah, baiklah. Rupanya Mbak Mutia lebih cerdas dan lebih pro daripada kelihatan nya."

Mutia tertawa. "Ya. Tentu saja. Meskipun saya lulusan SMA, tapi saya suka sekali membaca. Terutama karya tentang detektif dan penyelidikan karya penulis Aksara Novela."

Suara di seberang menjadi hening sesaat. "Mbak Mutia ... tahu nama pena mama saya?" tanya Aksara dengan nada terkejut. "Padahal sudah tiga tahun, mama berhenti menulis."

"Tentu saja saya tahu. Bagaimana saya tidak tahu wajah penulis favorit saya?"

"Baiklah. Kalau begitu besok kita akan bertemu di kafe Gardenia di dekat rumah sakit Sinar Kasih. Bagaimana mbak Mutia? Bisa kan?"

"Ya. Saya bisa. Jam berapa?"

"Sekitar jam 9 pagi."

"Baiklah, pak Aksa. Saya akan mengusahakan untuk datang."

Aksara pun mengakhiri panggilan teleponnya. Mutia menghela nafas panjang.

Dia memeluk kedua lututnya di lantai kolam renang yang dingin. Kenangan nya berputar kembali beberapa bulan sebelum suaminya selingkuh.

Dulu saat rumah sedang kosong karena Larasati dan Damar sedang berbulan madu, Damar dan Mutia pun tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk meraup kebahagian berhubungan di saat rumah itu kosong.

Mutia jadi teringat saat dia dan Damar melakukan nya di pinggir kolam. Dengan sumringah dan penuh canda tawa, mereka saling mencumbu dan merayu.

Mutia mengigit bibirnya. Rasa sakit mendadak terasa mencubit hatinya. Perlahan tapi pasti kaca-kaca di matanya meleleh, mengalir menjadi tetesan air mata di pipi.

"Mas Damar, kamu kok tega sih? Padahal aku mencoba bertahan dalam segala kesulitan keuangan kita. Tapi kamu malah main gila sama Bu Laras," gumam Mutia lirih.

Perempuan itu memasukkan kepalanya diantara kedua tangan yang ditangkupkan di kedua lututnya. Menangisi nasibnya perlahan.

Beberapa saat berlalu sampai Mutia merasa lega. Perlahan diusapnya air mata. "Baiklah Mas, kalau kamu mengajakku bermain api, kamu akan menjumpaiku menang tanpa terbakar sedikitpun. Aku akan menangisiku sekali.

Dan selanjutnya kamulah yang akan menangisi kepergianku. Kamu akan menyesal telah kehilangan aku yang hanya meminta waktu dan setiamu saja!"

Mutia berdiri, mengibaskan celananya sekilas lalu berjalan masuk ke dalam ruang tengah kembali.

Dia duduk di ruang tengah dan membuka akun F******k milik Aksara sekali lagi. Dilihatnya foto keluarga Aksara.

Aksara yang mempunyai kembaran saudara perempuan, pasti namanya Novela. Karena Mawar Setyorini adalah nama asli dari nama pena Aksara Novela. Penulis cerita detektif anak-anak dan remaja favorit nya. Dulu saat sekolah, Mutia yang hobi membaca, pernah melihat di halaman belakang buku cetak serial detektif di perpustakaan sekolah nya.

Ada foto dan nama pena penulis favorit nya di halaman paling belakang buku-buku itu. Dan foto penulis favorit nya itu tak salah lagi, dia adalah Mawar, istrinya Andi. Sayangnya, dulu dia tidak bisa menjumpai nama asli Aksara Novela. Dan sekarang, Mutia paham kalau nama pena penulisnya diambil dari nama kedua anaknya dengan pak Andi.

Saat itu, Mutia tidak terpikirkan untuk mencari tahu tentang nama asli sang penulis. Dia hanya tahu dan kagum tentang buku-buku nya. Siapa yang menyangka kini Mutia akan berurusan dengan masalah pribadi sang penulis favorit nya?

***

Mutia mengambil celana dan bajunya serta baju Damar yang tergantung di paku belakang pintu kamarnya.

Hari ini jadwal Mutia mencuci baju. Damar sedang merapikan rumput di taman depan. Mutia masih berusaha untuk menyapa Damar seolah-olah dia belum tahu apapun tentang perselingkuhan suaminya.

Gerakan tangan Mutia terhenti saat dia meraba saku celana Damar. Tangannya seperti meraih sesuatu. Ditariknya tangan nya dan dia pun tercengang. Satu alat pengaman pria yang masih utuh dan bersegel dalam sachet seolah mengejeknya.

Mutia hanya bisa menghela nafas berat. Dia dan Damar memang telah sepakat menunda kehamilan dengan minum pil KB yang didapat setelah periksa di puskesmas sampai tabungan nya dirasa cukup. Dan selama ini Damar tidak pernah menggunakan pengaman saat berhubungan dengan nya. Jadi Mutia langsung paham, dengan siapa Damar menggunakan alat pengaman pria itu.

"Wah, segitu niatnya kamu untuk selingkuh, Mas. Tunggu saja hari ini semua akan berakhir, Mas Damar!"

Next?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status