Share

enam

Untuk sesaat suasana menjadi hening, hanya deru napas yang terdengar saling memburu. Bagas sudah gelap mata, dia melirik asbak yang terbuat dari keramik. Lelaki itu berniat menghilangkan jejak Yulis.

Yulis melangkah menuju lemari, hendak mengambil bukti bahwa Bagas telah berkhianat. Hingga tak menyadari jika Bagas telah bergerak, tangan lelaki itu meraih asbak yang ada di meja, kemudian dengan kekuatan penuh hendak menghantam tengkuk Yulis yang membelakanginya.

"Ibu! Awas!" Seseorang tiba-tiba muncul. Tubuh Bagas terhuyung karena ada yang mendorongnya. Lelaki itu hampir saja jatuh kalau saja tangan yang satunya tak cekatan memegang pegangan kursi.

Naas, asbak yang dipegangnya terlepas. Benda keras itu terlempar menghantam lemari kaca yang ada di ruangan itu. Bunyi pecahan kaca sangat nyaring, membuat kedua perempuan itu berteriak.

"Kurang ajar!" Bagas murka. Dia menoleh pada orang yang sudah mendorongnya, hingga membuat hantamannya meleset.

"Berani kamu, Babu!" Bagas mendekati Wina, pegawai toko yang hendak mengantar nasi berkat untuk Yulis. Kebetulan hari ini keluarganya tengah mengadakan selamatan.

Bagas meraih jilbab Wina, lelaki itu benar-benar kesetanan, dengan kasar dia menarik penutup kepala wanita itu.

"Auh!" jerit wanita yang sepantaran dengan Mira itu. Tangannya mencoba menahan jilbab yang sedang ditarik paksa oleh bos lelakinya.

Yulis melangkah maju, dia berusaha menarik tangan Bagas yang tengah memegang jilbab Wina sampai dia mendongak.

"Lepas!" teriak Yulis sambil memukul bahu dan tangan Bagas. Namun, usahanya sia-sia, tangan kekar Bagas masih saja menarik jilbab sekaligus rambut Wina. Bagas menulikan telinganya, tak memperdulikan jeritan Wina yang sudah kesakitan.

Yulis panik, wanita itu menoleh ke segala arah mencari sesuatu yang bisa dipakai untuk membebaskan Wina. Setelah tak menemukan sesuatu, Yulis menggigit lengan kekar Bagas, membuat lelaki itu terkejut dan spontan melepaskan cengkeramannya pada jilbab Wina, tetapi tangan satunya menjambak rambut Yulis.

"Kurang ajar!" bentak Bagas sambil beberapa kali menampar Yulis.

"Lepaskan Ibu!" teriak Wina sambil memukul Bagas. Wina berlari keluar hendak meminta bantuan warga.

"Berhenti, Babu!" Bagas berteriak mencegah Wina. "Kalau tidak Yulis akan berakhir," imbuhnya mengacam. Wina menurut, gadis itu tak ingin sesuatu terjadi pada bosnya.

Mata Bagas memerah menandakan kalau saat ini dia sangat marah. Penampilannya berantakan dengan keringat yang membasahi wajah dan sebagian tubuhnya. Bagas mendorong Yulis yang sudah tak berdaya hingga tubuh ramping itu terjatuh di sofa. Bagas mendekat, tangan besarnya mencengkram dagu Yulis, menariknya keatas membuat wanita itu mendongak.

"Ingat, Yulistiana. Aku bisa membuat hidupmu lebih menderita lagi! Jadi lebih baik lupakan semua ini. Anggap tak pernah terjadi apa-apa di sini," ancamnya. "Dan kamu, Babu! Cepat kamu bersihkan ruangan ini!" titahnya. Setelah itu dia berlalu begitu saja. Meninggalkan kedua wanita yang sedang ketakutan tersebut.

Wina berlari menghampiri Yulis, gadis itu menangis dalam diam. Hanya air mata yang tak henti menetes membasahi wajahnya.

"Bu, kita pergi dari sini," ajak Wina dengan suara bergetar. Yulis tak lagi menjawab, tatapan matanya kosong. "Ayo, Bu." Walaupun tubuhnya gemetaran Wina berusaha membantu Yulis berdiri.

"Ayo, Bu. Ibu pasti bisa," ucapnya memberi semangat sambil sesekali menoleh ke belakang. Yulis masih bungkam, tetapi air matanya tak henti menetes. "Ibu, ayo!" Suara Wina bergetar bercampur tangis, gadis itu benar-benar takut. Melihat kegigihan Wina, Yulis pun berusaha bangkit. Setelah susah payah keduanya bergegas keluar.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
g usah menjelaskan kesempurnaan si yulis tolol. buat apa cantik klu dungu. kau bikin mati aja si yulis itu thor.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status