Share

enam

Author: Puspita
last update Last Updated: 2023-01-11 22:26:32

Untuk sesaat suasana menjadi hening, hanya deru napas yang terdengar saling memburu. Bagas sudah gelap mata, dia melirik asbak yang terbuat dari keramik. Lelaki itu berniat menghilangkan jejak Yulis.

Yulis melangkah menuju lemari, hendak mengambil bukti bahwa Bagas telah berkhianat. Hingga tak menyadari jika Bagas telah bergerak, tangan lelaki itu meraih asbak yang ada di meja, kemudian dengan kekuatan penuh hendak menghantam tengkuk Yulis yang membelakanginya.

"Ibu! Awas!" Seseorang tiba-tiba muncul. Tubuh Bagas terhuyung karena ada yang mendorongnya. Lelaki itu hampir saja jatuh kalau saja tangan yang satunya tak cekatan memegang pegangan kursi.

Naas, asbak yang dipegangnya terlepas. Benda keras itu terlempar menghantam lemari kaca yang ada di ruangan itu. Bunyi pecahan kaca sangat nyaring, membuat kedua perempuan itu berteriak.

"Kurang ajar!" Bagas murka. Dia menoleh pada orang yang sudah mendorongnya, hingga membuat hantamannya meleset.

"Berani kamu, Babu!" Bagas mendekati Wina, pegawai toko yang hendak mengantar nasi berkat untuk Yulis. Kebetulan hari ini keluarganya tengah mengadakan selamatan.

Bagas meraih jilbab Wina, lelaki itu benar-benar kesetanan, dengan kasar dia menarik penutup kepala wanita itu.

"Auh!" jerit wanita yang sepantaran dengan Mira itu. Tangannya mencoba menahan jilbab yang sedang ditarik paksa oleh bos lelakinya.

Yulis melangkah maju, dia berusaha menarik tangan Bagas yang tengah memegang jilbab Wina sampai dia mendongak.

"Lepas!" teriak Yulis sambil memukul bahu dan tangan Bagas. Namun, usahanya sia-sia, tangan kekar Bagas masih saja menarik jilbab sekaligus rambut Wina. Bagas menulikan telinganya, tak memperdulikan jeritan Wina yang sudah kesakitan.

Yulis panik, wanita itu menoleh ke segala arah mencari sesuatu yang bisa dipakai untuk membebaskan Wina. Setelah tak menemukan sesuatu, Yulis menggigit lengan kekar Bagas, membuat lelaki itu terkejut dan spontan melepaskan cengkeramannya pada jilbab Wina, tetapi tangan satunya menjambak rambut Yulis.

"Kurang ajar!" bentak Bagas sambil beberapa kali menampar Yulis.

"Lepaskan Ibu!" teriak Wina sambil memukul Bagas. Wina berlari keluar hendak meminta bantuan warga.

"Berhenti, Babu!" Bagas berteriak mencegah Wina. "Kalau tidak Yulis akan berakhir," imbuhnya mengacam. Wina menurut, gadis itu tak ingin sesuatu terjadi pada bosnya.

Mata Bagas memerah menandakan kalau saat ini dia sangat marah. Penampilannya berantakan dengan keringat yang membasahi wajah dan sebagian tubuhnya. Bagas mendorong Yulis yang sudah tak berdaya hingga tubuh ramping itu terjatuh di sofa. Bagas mendekat, tangan besarnya mencengkram dagu Yulis, menariknya keatas membuat wanita itu mendongak.

"Ingat, Yulistiana. Aku bisa membuat hidupmu lebih menderita lagi! Jadi lebih baik lupakan semua ini. Anggap tak pernah terjadi apa-apa di sini," ancamnya. "Dan kamu, Babu! Cepat kamu bersihkan ruangan ini!" titahnya. Setelah itu dia berlalu begitu saja. Meninggalkan kedua wanita yang sedang ketakutan tersebut.

Wina berlari menghampiri Yulis, gadis itu menangis dalam diam. Hanya air mata yang tak henti menetes membasahi wajahnya.

"Bu, kita pergi dari sini," ajak Wina dengan suara bergetar. Yulis tak lagi menjawab, tatapan matanya kosong. "Ayo, Bu." Walaupun tubuhnya gemetaran Wina berusaha membantu Yulis berdiri.

"Ayo, Bu. Ibu pasti bisa," ucapnya memberi semangat sambil sesekali menoleh ke belakang. Yulis masih bungkam, tetapi air matanya tak henti menetes. "Ibu, ayo!" Suara Wina bergetar bercampur tangis, gadis itu benar-benar takut. Melihat kegigihan Wina, Yulis pun berusaha bangkit. Setelah susah payah keduanya bergegas keluar.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
g usah menjelaskan kesempurnaan si yulis tolol. buat apa cantik klu dungu. kau bikin mati aja si yulis itu thor.
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • SUAMIKU DIAM-DIAM MENIKAHI PUTRIKU    Lima puluh tujuh

    "Ke Jati Wangi kayak kemarin itu, terus ke Pelang, terus ke kampung air. Udah itu aja, Pa. Kenapa sih Papa nanya-nanya. Biasanya juga gak gitu." Mutiara mulai sewot, tetapi sebenarnya gadis kecil itu sangat bahagia karena baru kali ini papanya mengajaknya bicara cukup lama.Yulis mengulum senyum mendengar nada protes dari Mutiara."Papa kan ingin tahu, Kak. Karena setelah ini, papa akan berusaha menemani Kakak dan Mama kemanapun kalian mau," sahut Indra. Sontak hal itu membuat manik bening Mutiara berbinar."Jadi Papa gak kerja dong. Nanti dapat uangnya dari mana?" Yulis sampai tak percaya Mutiara akan berkata seperti itu. Dia benar-benar tahu apa yang dirasakan putrinya sambungnya tersebut."Kan Mama punya toko," canda Indra sambil tertawa."Jangan lah, Pa. Itu kan punya Mama.""Terus?""Ya Papa tetap kerja, kalau hari libur kita jalan-jalan. Gitu, Pa.""Pi

  • SUAMIKU DIAM-DIAM MENIKAHI PUTRIKU    lima puluh enam

    "Baiklah, Sayang. Yuk, mandi dan ganti baju dulu," ajak Ridwan. Lelaki itu merasa tak enak hati dengan ucapan putrinya. Dia khawatir Indra salah paham, tapi juga sadar jika sekarang bukan saat yang tepat untuk menjelaskan pada mantan iparnya tersebut.Citra menatap Yulis, biasanya wanita berjilbab itu yang melakukannya. Namun, melihat Yulis diam saja, bocah berambut lurus itu juga tak berani meminta. Citra benar-benar kesal pada pakdenya, yang menurutnya sudah merusak suasana. "Aku juga udahan, Ma," ucap Mutiara."Ayo, mandi dan ganti bajunya sama papa," sahut Indra. Seketika pandangan kedua wanita berbeda generasi itu tertuju pada lelaki yang sudah berdiri dari duduknya.Sesaat kemudian Mutiara tertawa. "Gak mau, sama Mama aja. Malu lah kalau ganti baju sama Papa.""Nah itu si Citra gak malu sama papanya""Beda, Pa. Kan Citra udah gak punya mama. Palingan Om Wan cuma nungguin di luar. Biasanya kan

  • SUAMIKU DIAM-DIAM MENIKAHI PUTRIKU    lima puluh lima

    Mendengar penuturan Yulis, perlahan Indra menelan ludahnya. Lelaki itu takut jika sesuatu terjadi padanya karena sudah menyakiti hati istrinya tersebut."Apa kamu mau turun?" Tanyanya kemudian. Indra sendiri bingung mengapa dia menawarkan hal itu kepada Yulis."Maksudku, apa kamu mau menemuinya. Bicara apa gitu atau menanyakan apa gitu?""Sebaiknya gak usah Pak In. Karena aku dan dia sudah menjadi orang asing," sahut Yulis mantap."Baiklah kalau begitu kita lanjutkan perjalanan." Indra pun membunyikan klakson agar lelaki yang kata Yulis mantan suaminya itu menyingkir.Setelah beberapa saat kendaraan melaju, Indra kembali bertanya pada Yulis. "Bener nggak mau turun di toko aja, biar aku yang nyusul anak-anak ke kampung air."Yulis tak lagi menjawab, wanita penyuka warna kalem itu malah membuang pandangannya keluar jendela dia benar-benar gerah dengan sikap Indra yang tak seperti biasanya. Yulis merasa

  • SUAMIKU DIAM-DIAM MENIKAHI PUTRIKU    Lima puluh empat

    Perlahan Indra membaringkan tubuh Yulis, seolah wanita itu adalah barang berharga yang harus dengan hati-hati memperlakukannya. Yulis segera beringsut setelah terlepas dari rengkuhan Indra. Wanita penyuka kopi tanpa gula itu terlihat kesal."Maaf, tadi kamu ketiduran di ayunan. Aku khawatir kamu masuk angin, jadi berinisiatif untuk memindahkanmu ke kamar," ucap Indra tanpa ekspresi. Yulis masih termangu, antara malu, senang, kesal dan tak mengerti dengan perubahan sikap Indra yang tiba-tiba."Tadi Muti telepon pakai nomor Ridwan. Ia ikut Omnya itu ke kampung air. Kamu istirahat saja. Biar aku yang menjemputnya," imbuh Indra, setelah itu dia langsung beranjak.Lagi-lagi Yulis dibuat terbengong, ia semakin tak mengerti, kedua alisnya bertaut memikirkan sebenarnya apa yang terjadi dengan suaminya tersebut."Aku ikut!" Setelah beberapa saat tercengang, Yulis segera menyusul Indra yang hampir meraih ganggang pintu.

  • SUAMIKU DIAM-DIAM MENIKAHI PUTRIKU    Lima puluh tiga

    "Kami dari rumah tahanan, ingin memberi kabar pada ibu bahwa tahanan yang bernama Mira telah meninggal dunia. Selain Ibu, apa ada nomor keluarganya bisa dihubungi?""Innalilahi wa innailaihi rojiun," ucap Yulis spontan. Sesaat kemudian dia tertegun. Seraut wajah yang dulu sangat disayanginya langsung hadir dalam kilasan ingatannya. Spontan nulis menutup mulutnya yang ternganga. Bagaimanapun juga Mira pernah menjadi bagian penting dalam hidupnya."Mohon maaf, Pak. Saya sudah tidak lagi berhubungan dengan saudari Mira, tapi, saya tahu di mana alamat orangtuanya. Nanti saya kirim alamatnya aja ya, Pak. Mohon maaf, hanya itu yang bisa saya bantu.""Terima kasih Bu. Kami kesulitan mencari keluarganya. Rumah yang dulu ditempati sekarang sudah atas nama orang lain."Panggilan pun terputus, Yulis tak langsung menyimpan benda pintarnya terbaru. Setelah mengirim alamat orang tua Mira, wanita bermata bulat itu menghubungi Afif.

  • SUAMIKU DIAM-DIAM MENIKAHI PUTRIKU    Lima puluh dua

    "Aku ingin membicarakan sesuatu," ucap Indra menghentikan gerakan Yulis yang tengah menyendok nasi goreng di wajan untuk diletakkan di piring."Sarapan dulu, Pak In," sahut Yulis tanpa menoleh. Ia meneruskan kegiatannya menyiapkan sarapan untuk sang suami. Yulis berusaha bersikap biasa saja, walaupun sangat kecewa dengan sikap Indra semalam. Indra berhak melakukannya, tetapi caranya yang membuat Yulis kurang suka.Indra menghela napas untuk mengurangi kegugupan di hatinya, sambil terus memperhatikan punggung ramping istrinya yang belum pernah sekalipun dipeluk olehnya.Tak butuh waktu lama, sepiring nasi goreng sudah tersaji di depan Indra beserta segelas air putih."Sedekat–" "Makan dulu, Pak In," sela Yulis. Lagi-lagi wanita itu mengatakannya tanpa melihat suaminya. Setelah itu suasana kembali hening, hanya denting sendok dan piring yang terdengar memenuhi ruangan. "Alhamdulillah," ucap Yulis den

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status