Share

tujuh

Rupanya Bagas pergi ke kamar mandi, lelaki itu meredam amarahnya dengan mengguyur kepalanya. Setelah emosinya reda, lelaki itu berniat untuk mengobati sang istri. Namun, angkara kembali menguasai hatinya setelah tak mendapati Yulis dan Wina di ruangan tersebut.

"Yulis!" teriaknya sambil melangkah ke kamar. Berpikir jika istrinya ada di dalamnya. Dengan kekuatan penuh Bagas menendang pintu yang dikira terkunci. Membuatnya terhuyung setelah daun adahal pintu terbuka lebar.

"Yulis!" Lelaki itu kembali berteriak sambil beranjak meninggalkan kamar.

Bagas kembali ke rumah keluarga, kemudian menjatuhkan bobot tubuhnya di sofa, menatap nanar pada pecahan kaca yang masih berserakan di lantai, rahangnya mengeras menandakan kalau dia belum bisa menguasai emosinya.

Lelaki itu mengambil bungkus rokok yang ada di meja, mengambil satu batang kemudian menyulutnya dengan korek bermotif wayang. Asap mulai mengepul dari mulutnya, seolah membawa beban yang ada dalam hatinya. Bagas menyandarkan kepalanya di sofa, mencoba menenangkan pikiran. Saat seperti inilah sudut hatinya ada yang terluka. Rasa sesal karena telah mengkhianati cinta yang begitu tulus dari Yulis.

Ingatan lelaki itu melalangbuana pada tiga belas tahun lalu setelah Yulis mengalami keguguran yang menyebabkan dirinya harus kehilangan rahim. Yulis yang saat itu baru pulih dari stress pasca operasi pengangkatan rahim, memutuskan untuk pergi berlibur ke rumah orang tua Bagas di sebuah daerah pegunungan di provinsi Jawa Timur. Setelah beberapa hari di rumah mertuanya, Yulis nampak bahagia. Keramahan dan keakraban dari keluarga juga penduduk sekitar membuatnya merasa nyaman. Hingga dia merasa jatuh hati pada seorang gadis kecil berparas manis dengan lesung pipi yang saat itu sudah berusia tujuh tahun.

Setiap malam Yulis bercerita kegiatannya bersama gadis kecil itu, ada nada kebahagiaan di setiap kalimat yang keluar dari bibir tipisnya. Malam itu Yulis menangis tersedu karena keinginannya untuk mengadopsi gadis kecil itu tak disetujui oleh suaminya. Perempuan itu kembali dirundung duka. Hingga membuat keluarga Bagas ikut bersedih.

Dengan hati-hati, orang tua Bagas menyampaikan keinginan menantunya pada orang tua si gadis manis. Pucuk dicinta ulam pun tiba, keinginan untuk membantu merawat anak kecil itu ternyata disetujui tanpa ada syarat apapun. Asal si anak mau, dan anak itu pun tumbuh menjadi gadis manis bahkan sangat manis, sampai-sampai membuat Bagas terlena.

Dering ponsel membuyarkan lamunannya, lelaki itu tersenyum ketika mengetahui siapa yang sudah menghubunginya.

"Baiklah aku akan segera datang, kamu istirahat saja dulu," balasnya.

**

Mira sangat kesal, karena Bagas tak kunjung mengangkat panggilannya. Sekali lagi dia menghubungi. Bibirnya langsung manyun setelah terdengar suara Bagas di ujung telepon.

Hanya dengan dua kata Bagas menyahut sudah membuat gadis itu melupakan amarahnya. Hilang sudah rasa kesal yang beberapa saat lalu memenuhi hatinya. Sejak tadi wanita muda itu berpikir yang tidak-tidak. Dia benar-benar cemburu membayangkan apa yang dilakukan Bagas dan Yulis saat sedang berduaan saja di rumah.

"Mbak, Sih!" teriak Mira memanggil orang yang ditugaskan untuk melayaninya.

"Iya, Mbak Mira. Ada apa?" Perempuan bertubuh subur itu datang, berdiri di ambang pintu sambil memainkan ponselnya.

Melihat pemandangan itu, membuat Mira murka. "Mbak! Kamu itu kalau kerja jangan sambil mainan ponsel dong!" teriaknya pada pembantu dadakan itu.

"Halah, Mbak. Gak usah banyak omong. Kamu mau apa tinggal bilang aja, lagian nanggung banget ni ... cacingku udah besar banget. Ntar mati lagi kalau aku gak konsentrasi," sahut perempuan bernama Ningsih itu.

"Hei dodol! Kamu di sini itu dibayar untuk membantuku, bukan enak-enakan main ponsel!"

"Ya ... gara-gara kamu sih, Mbak! Tuh, kan. Jadi nabrak cacing bayik, mati deh! Huh!" Ningsih kembali berlalu tak mempedulikan Mira yang teriak-teriak memanggil namanya.

"Argh!" Mira terlihat kesal dan jengkel menghadapi perempuan tadi.

**

Bagas menghisap rokoknya yang tinggal sedikit itu dalam-dalam, baru kemudian dia mematikan dengan cara diinjak di lantai.

Lelaki itu meraih bungkus rokok juga ponselnya yang tergeletak di meja, matanya sekilas memandang amplop yang sudah menjadi biang masalah antara dia dan Yulis. Bagas beranjak dari tempatnya berdiri lalu melangkah menuju ke luar. Belum juga sampai di pintu dia berhenti kemudian tertegun melihat pemandangan di depannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status