Share

122, Apapun

Author: HaniHadi_LTF
last update Last Updated: 2025-12-25 20:12:54

"Gandes!” Panggilan Wulan membuat Gandes menoleh.

Wulan melambaikan tangan dari kantin. Werda di sampingnya, Rendi dan Sandi duduk menghadap meja penuh gelas.

“Kamu tuh ya, kapan hari baru masuk, ngak masuk lagi. Sekarang, sudah masuk terus?” tanya Wulan begitu Gandes mendekat.

“Habis badanku nggak enak.”

Werda menatap dari ujung kepala sampai kaki. “Tapi, kamu kelihatan beda.”

“Lebih segar,” sambung Rendi.

Gandes duduk. “Baru sembuh dari rumah sakit.”

"Wah, maaf, kita kok nggak tahu." Werda merangkul Gandes.

“Nanti habis kuliah kita ke mall, ya,” ajak Sandi. “Sekalian ngerayain hari jadian kita.” Sandi mengerling ke Wulan.

Wulan tersenyum lebar. “Kita udah resmi, lho, Ndes."

Gandes membelakkan matanya. "Serius?“

Wulan mengangguk.

"Selamat,” ucap Gandes tulus merangkul Wulan.

“Kamu ikut, ya,” pinta Wulan. “Biar rame.”

Gandes ragu sebentar. “Lihat nanti. Kalau nggak capek.”

“Kamu pasti ikut,” sahut Werda yakin. “Mukamu lagi pengen keluar rumah.”

Mereka tertawa kecil. Untuk sesaat, Gand
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • SUAMIKU KEKASIH IBUKU   123. Cemas

    Wulan mengusap lengannya pelan.“Dia bilang dia telah merusakmu, apa maksudnya?"Gandes terhuyung."Apa dia mengatakan yang lain?""Apa ada sesuatu diantara kalian?"Muka Gandes pucat. Dia menggeleng lemah. Dia tak ingin ada seorangpun yang tahu kejadian dia dan Ryan. Cukup Mica dan Jati saja.“Aku nggak pernah bermaksud melukai dia,” ucap Gandes, lebih ke arah dirinya sendiri.Wulan mendekat. “Kami tahu.”Werda menatapnya lembut. “Perasaan nggak selalu nurut.”Gandes menoleh. “Kalian yakin dia ke Australia?”Sandi mengangguk. “Dia sudah berangkat . Dia nggak mau bikin perpisahan.”Ada sunyi singkat. Suara sendok jatuh dari meja lain terdengar nyaring.Wulan menggeleng pelan. “Nomor barunya nggak dia kasih. Dia cuma titip pesan.”“Pesan apa?”Wulan menatapnya lama. “Dia bilang suruh kami jaga kamu."Gandes duduk kembali, bahunya merosot.“Aku masih berat,” ucapnya jujur. “Rasa itu belum selesai.”Werda memegang tangannya. “Itu wajar.”“Tapi aku juga tahu batas,” lanjut Gandes. “Aku is

  • SUAMIKU KEKASIH IBUKU   122, Apapun

    "Gandes!” Panggilan Wulan membuat Gandes menoleh.Wulan melambaikan tangan dari kantin. Werda di sampingnya, Rendi dan Sandi duduk menghadap meja penuh gelas.“Kamu tuh ya, kapan hari baru masuk, ngak masuk lagi. Sekarang, sudah masuk terus?” tanya Wulan begitu Gandes mendekat.“Habis badanku nggak enak.”Werda menatap dari ujung kepala sampai kaki. “Tapi, kamu kelihatan beda.”“Lebih segar,” sambung Rendi.Gandes duduk. “Baru sembuh dari rumah sakit.”"Wah, maaf, kita kok nggak tahu." Werda merangkul Gandes.“Nanti habis kuliah kita ke mall, ya,” ajak Sandi. “Sekalian ngerayain hari jadian kita.” Sandi mengerling ke Wulan.Wulan tersenyum lebar. “Kita udah resmi, lho, Ndes."Gandes membelakkan matanya. "Serius?“Wulan mengangguk."Selamat,” ucap Gandes tulus merangkul Wulan.“Kamu ikut, ya,” pinta Wulan. “Biar rame.”Gandes ragu sebentar. “Lihat nanti. Kalau nggak capek.”“Kamu pasti ikut,” sahut Werda yakin. “Mukamu lagi pengen keluar rumah.”Mereka tertawa kecil. Untuk sesaat, Gand

  • SUAMIKU KEKASIH IBUKU   121. Bagaimana jika.....

    “Wah, sudah segar?”Sontak Gandes menatap pria yang berdiri di ambang pintu dan tersenyum malu. Jati masih mengenakan seragam loreng lengkap, sepatu belum dilepas, tas sandang masih menggantung satu bahu saat Gandes mendekat dan mengulurkan tangan, tetapi segera ditarik Jati dengan mendaratkan ciuman di keningnya. Gandes mengenakan pakaian rumahan sederhana. Hanya rok lembut berwarna gading panjang yang jatuh pas mengikuti tubuh mungilnya. Rambutnya terkuncir rapi, wajahnya segar, pipinya kembali berwarna. Tidak pucat seperti pagi tadi.Jati tersenyum tanpa sadar. “Kamu… begitu cantik,” pujinya. Pipi Gandes merona. Jati sampai tak lepas menarap wanita di depannya. Maheswari muncul dari arah dapur sambil membawa gelas. “Jati, cepat ganti. Jangan dekat-dekat Gandes duluh sebelum bersih. Cucuku nggak boleh kena tatapan mata jahat dari luar.""Kanjeng Ibu, jangan keterlaluan. Aku cuma...""Pokoknya lain kali jangan pegang Gandes dulu sebelum bersih." Maheswari mendorong Jati menjauh

  • SUAMIKU KEKASIH IBUKU   108. Jangan mencari

    “Kenapa kamu bilang begitu?” tanya Jati dengan suara lebih rendah dari biasanya. Bukan keras, bukan lembut. Seperti orang yang sedang menahan sesuatu agar tidak luntruh.“Kenapa tiba-tiba bicara seolah aku akan membencimu?”Gandes memejamkan mata. Detik berjalan, namun dadanya seperti berhenti. Jari-jarinya mencengkeram seprai. Ketika akhirnya bicara, suaranya nyaris tak keluar.“Bagaimana kalau anak ini… bukan anakmu?”Kalimat itu jatuh begitu saja. Tak dihias. Tak disiapkan. Namun dampaknya terasa nyata bagi Jati.Jati membeku. Rahangnya mengeras. Napasnya tertahan separuh. Matanya menatap Gandes lama, terlalu lama, seolah mencari kepastian bahwa ia salah dengar.Gandes memalingkan wajah. Bahunya bergetar, tapi ia berusaha diam.“Aku menghitung,” katanya cepat, seakan takut kehilangan keberanian. “Aku coba ingat. Aku coba yakinkan diri sendiri. Tapi angka itu tidak mau patuh.”Jati mendekat. Tangannya terulur, lalu berhenti sebentar, ragu, sebelum akhirnya menggenggam tangan Gandes.

  • SUAMIKU KEKASIH IBUKU   107. Aku ingin...

    “Aku tidak enak,” jawab Gandes jujur. “Kalian terlalu repot. Mungkin nanti malam Mbak Ratih saja menemani.”Maheswari memandang Jatmiko. Ada ragu, namun juga pengertian. Mereka bertukar pandang singkat.“Kamu yakin?” tanya Jatmiko.“Iya,” jawab Gandes."Kalau gitu aku telpon Pak Rasyid duluh, biar jemput Ratih.""Nggak usah, Kanjeng Ibu. Kasihan Pak Rasyid bolak balik. Biar sekalian saja pulang.""Tapi kamu sendirian, Dhuk.""Nggak sampai setengah jam saja, kok."Maheswari menghela napas. Tangannya mengusap pipi Gandes lembut. “Kalau begitu, kami pulang. Tapi kalau ada apa-apa, telepon.”“Injih, Kanjeng Ibu.”Mereka pamit. Pintu tertutup perlahan. Langkah kaki menjauh. Ruangan kembali sepi. Sunyi kali ini berbeda. Tak ada suara sendok. Tak ada langkah. Hanya detak jam yang terdengar jelas, terlalu jelas.Gandes memejamkan mata. Namun pikirannya justru berlari ke arah yang tak ia inginkan."Dua minggu." Ia menghitung pelan. Dadanya terasa sesak. "Kenapa tidak setelah datang bulan saja

  • SUAMIKU KEKASIH IBUKU   106. kebenaran

    Maheswari menatap anaknya yang masih diam. "Mau aku ulang lagi dengan berteriak?"Jati segera berbalik sambil menunduk. Suara Maheswari jatuh seperti palu terakhir. Tidak tinggi, tidak berteriak, namun cukup membuat Jati tak punya ruang membela diri. Nada itu bukan kemarahan semata, melainkan keputusan. Tegas. Tak bisa ditawar.Jati berhenti beberapa detik. Menoleh. Matanya bergerak pelan, menyapu wajah ibunya, ayahnya, lalu berhenti di punggung Gandes yang membelakangi ranjang. Ia seperti ingin mengatakan sesuatu, tapi tak ada satu kata pun yang keluar. Bibir Gandes masih tampak lecet dari samping. Luka kecil, namun terasa seperti noda yang tak bisa disembunyikan.Jati menelan ludah. Rahangnya mengeras. Ia kembali melangkah keluar tanpa suara. Pintu tertutup perlahan, namun bunyinya tetap terdengar berat.Sunyi tertinggal.Belum lama pintu itu tertutup, Gandes menutup mulutnya. Wajahnya memucat. Tubuhnya bergetar halus, seolah keseimbangan yang ia paksa sejak tadi akhirnya runtuh."

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status