Share

Bertemu Teman Ayah

Author: Fetina
last update Last Updated: 2023-04-11 06:44:04

Bab 3

Kemana Agung? Harusnya ia mengangkat teleponku dan tidak seperti ini.

Lalu aku janjian dengan temannya Ayah yang akan menempati rumah Bogor. Kata Ayah, Ia adalah teman lamanya, yang ingin tinggal sementara di Bogor. Namanya Om Agus dan Tante Tari. Kami janjian di lokasi.

***

Aku tiba di rumah Bogor. Rumahnya nampak sepi. Tapi kulihat rumah ini seperti baru ditinggal pengisinya. Agung pun tak ada di sini, rumahnya dekat sini padahal.

Aku coba mencari Agung di rumahnya. Ternyata ia luka-luka. Ketika kubertanya mengapa? Ia bilang dipukuli oleh orang-orang yang tak dikenal.

"Apa mungkin Mas Dafa curiga kamu membocorkan keberadaan mereka?" tanyaku.

"Bisa jadi, Bu. Tapi Pak Dafa tak punya bukti. Ponsel saya sampai rusak memang, mereka mencari sesuatu di ponsel ini. Untungnya semua riwayat sudah dihapus, Bu," jawabnya.

"Ya Allah, maafkan saya ya, Gung. Semoga kamu cepet sembuh, ini uang buat berobat kamu, ya!" Aku pamit dari rumah Agung. Ia sudah memiliki istri dan seorang anak.

"Terima kasih, ya, Bu. Doakan semoga suami saya cepat pulih."

"Iya, pasti. Oya, nanti pekan depan orang yang menempati rumah akan datang. Oya, kamu nggak lihat mereka pindah ya? Kapan ya pindahnya? Semalam atau tadi pagi?" tanyaku.

"Saya nggak lihat, Bu. Kan saya dipukuli kemarin sore. Jadi, saya nggak ke rumah ibu sejak kemarin sore. Istri saya pun tak ke sana, karena harus menjaga saya dan anak kami. Maaf ya, Bu!" katanya.

"Baiklah kalau begitu, saya permisi dulu!"

Mas Dafa sungguh cerdik, ia sudah memindahkan Ranti dan keluarganya. Aku harus mencari tau kemana mereka pindah?

Aku kembali ke rumah, lalu Om Agus dan Tante Tari sudah di lokasi.

"Eh, Om sudah di sini?" tanyaku. 

"Iya sudah. Salam kenal, Om, Tante. Saya Sarah anaknya Pak Satrio," ucapku sembari memberikan tangan pada mereka.

"Iya tau, karena kamu mirip Ayahmu," jawab Om Agus.

Lalu kami ke dalam bersama.

"Om, Tante. Kalian yang nyaman ya tinggal di sini! Semoga rumah ini bermanfaat buat kalian tinggal saat ini," ucapku.

"Terima kasih, ya, Sarah!"

"Aku harus permisi dulu, karena harus mencari tau kemana perginya pengisi rumah ini sebelumnya," kataku.

"Oh, tadi ada orang yang sudah mengantar pindah pengisi rumah ini. Tadi katanya pindah ke daerah Ciluar, kalau nggak salah. Coba tanya saja, rumah orangnya di sebrang!"

"Baiklah, Tante."

Aku bertanya pada orang yang disebutkan tadi. Aku pun mendapatkan alamat pastinya.

Dari situ aku menuju alamat yang diberikan tadi. Cukup sulit mendapatkan rumah kontrakan mereka yang ternyata di sebuah perumahan yang tak jauh dari tipe rumah kami sebelumnya.

'Enak saja mereka diberi fasilitas dari uangku!' 

Lalu aku melihat ada mobil Mas Dafa di sana. Kuselidiki lebih lanjut, Mas Dafa dan Ranti sedang saling berpegangan tangan. Mereka duduk berdampingan di kursi luar rumah. Kepala Ranti menyender di bahu Mas Dafa.

Ingin sekali aku langsung menyergap mereka. Tapi ini belum waktunya. Lebih baik kufoto dulu sebagai bukti menguatkan semua perselingkuhannya.

Setelah itu aku menuju kost-kostan yang akan kubeli. Sepanjang jalan aku harus menahan tangis ini. Berkali-kali air mataku keluar. Aku tak bisa mencegahnya, sehingga kubiarkan saja mata ini basah.

***

"Anda Bu Sarah?" tanya seseorang di sebuah kost-kostan tujuanku.

"Ya, betul."

"Saya Ari--pemilik kost-kostan ini."

"Oh, ya? Boleh saya lihat ke dalam?" tanyaku.

"Boleh. Anda sendiri saja ya, karena ini kost perempuan. Ada beberapa mahasiswa juga yang sedang di kamarnya. Saya menjaga privasi mereka," katanya.

"Baiklah, Pak Ari."

Setelah kulihat-lihat ke dalam, ternyata kost-kostan ini sangat menjanjikan. Banyak kamarnya, penghuninya juga ramai. Letaknya tak jauh dari kampus. Selain itu bangunannya juga baru.

"Bagaimana, Bu?"

"Saya setuju. Untuk harga bagaimana?"

"Sudah saya sepakati dengan Pak Satrio," katanya.

"Apa? Anda bisa dipercaya memberi harga yang pas pada Ayah saya?" tanyaku.

"Iya, saya tak mau membohongi orang tua," katanya.

"Baiklah kalau begitu. Nanti anda hubungi saya berapa yang harus saya transfer dan nomor rekeningnya juga," jawabku tanpa basa-basi.

"Okey, saya belum tau nomor Bu Sarah," katanya.

"Jika anda berhubungan dengan Ayah saya, kenapa tak tanya langsung padanya?" 

"Tak usah, karena orangnya sudah ada di depan saya sekarang. Baik, berapa nomor anda Bu Sarah?" tanyanya.

Akhirnya aku memberikan nomor ponselku. Kami segera berpisah karena aku harus segera sampai rumah.

***

Ketika sampai rumah, Mas Dafa masih belum kembali. Apa ia masih di Bogor? Ah sangat menyebalkan sekali orang itu.

Aku menunggunya hingga pukul sepuluh malam, ia masih belum kembali. Sehingga aku memutuskan untuk menghubunginya di telepon.

Saat nada panggilan berbunyi, aku gemetar. Kuhela napas dalam-dalam, agar perasaan ini kembali tenang.

Lalu terdengar suara Mas Dafa menyapa di telepon.

"Halo, Sayang. Maaf aku tak bisa pulang malam ini. Aku pulang ke rumah ibu di Bogor. Ibu sakit lagi, Dek!" katanya.

Lalu terdengar suara perempuan yang berkata 'Sayang, cepat!' pada Mas Dafa. 

Ia langsung mengoreksinya.

"Maaf, itu suara istri kakakku. Mereka baru saja tiba," katanya.

Aku tau kamu berbohong, Mas!

Bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • SUAMIKU MENIKAH LAGI DIAM-DIAM    Berdua di Villa

    "Nggak, ah. Aku mau makan aja. Udah laper!" Kupegang perut ini yang sudah keroncongan. Mas Ari memegangi perutku juga."Ini isinya anak kita, Sayang," katanya.Aku tersipu. Anak? Rasanya aku lupa kalau menikah pasti ingin punya anak."Insya Allah, Mas. Nanti ada saatnya kita punya anak lagi," jawabku.Kami mengobrol sembari jalan ke arena bermain anak. Saat Reza melihatku, ia mengeluh laper. Padahal sudah ada bekal yang dibawanya tadi."Ra, bekalnya Reza dimakan kan?" "Iya, Bu. Ini udah habis, Bu," katanya."Alhamdulillah.""Iya, Ma. Udah abis, laper lagi," katanya.Kami mencari restoran yang cocok untuk lidah semuanya. Reza ingin makanan siap saji, kami pun ikuti keinginannya. Tak apalah sesekali.Reza memesan nasi, ayam, cola, kentang goreng dan burger. Kami hanya memesan nasi, ayam dan cola saja."Kamu bener akan menghabiskannya?" tanya Mas Ari ragu."Iya, pasti habis, dong."Lalu kami hanya memperhatikan ia makan setelah kami semua selesai. Tapi ia masih menyisakan burger dan ken

  • SUAMIKU MENIKAH LAGI DIAM-DIAM    Kejutan tak Terduga

    Mas Ari memberikan kejutan berupa reservasi sebuah vila di kawasan puncak. Katanya karena kami belum sempat bulan madu, jadi menginap di tempat dekat saja dulu.Mas Ari masih belum boleh melakukan perjalanan jauh. Kalau Jakarta-Bogor hanya sedikit jaraknya, jadi masih boleh."Terima kasih, Mas. Kejutan yang tak terduga bagiku. Rasanya aku benar-benar bahagia. Kamu sudah kembali seperti dulu. Mas Ari yang selalu berusaha membahagiakanku." Aku bersegera turun dari ranjang karena sudah waktunya pulang, kasihan Reza sudah ditinggal lama."Sama-sama, Dek. Sebagai permohonan maaf dan sejak menikah kita belum bulan madu, kamu pasti menantikan itu. Iya kan?" tanyanya.Aku tersenyum karena memang itu yang kurasakan kemarin. Hatiku benar-benar hancur saat tau Mas Ari kecelakaan, kehilangan ingatannya. Semua kujalankan dengan ikhlas."Iya, Mas. Kita pulang sekarang, yuk! Kasihan Reza pasti nungguin kita.""Siap, Dek. Ayo kamu bersiap saja dulu."Aku mencuci muka dan salat ashar dulu sebelum pula

  • SUAMIKU MENIKAH LAGI DIAM-DIAM    Ingatannya Kembali

    "Nanti aku jelaskan, sekarang kita masuk saja. Kita ketemu sama adik-adik mahasiswa," katanya."Baiklah, Mas." Aku manut saja. Kami menemui penghuni kost.Mereka terkejut dengan kedatangan kami. Mas Ari mengingat orang-orang di kostan ini. Aku rasa dugaanku benar, Mas Ari sudah mengingat semuanya.Setelah berbincang cukup lama, kami meninggalkan kostan. Mas Ari membawaku ke restoran tempat ia menyatakan akan menikahiku pertama kali.Ketika mengingat peristiwa itu, ada berbagai rasa tercampur. Kami duduk di meja yang dulu kami tempati."Mas, ini kan tempat yang kita duduki saat itu?""Benarkah?" tanya Mas Ari."Mas ajak aku ke sini, pasti Mas sudah ingat semuanya. Makanya Mas Ari membawaku ke kost-kostan dan ke tempat ini.""Silahkan pesan makanannya dulu," katanya."Jawab dulu," jawabku."Nggak mau. Pesan dulu! Apa mau pilih pesanan saat itu?" tanyanya."Apa?""Eh, iya. Kamu mau pesan makanan seperti saat itu?" tanyanya lagi. Aku mengangguk dengan senyum mengembang di bibir ini."Kena

  • SUAMIKU MENIKAH LAGI DIAM-DIAM    Mengenang Masa Lalu

    "Kamu belum tidur?" tanya Mas Ari."Enggak, Mas. Maafkan aku." Segera ku berbalik membelakanginya karena malu kepergok saat memperhatikan wajahnya."Hey! Kamu liat-liat wajah aku kenapa? Ganteng ya?" tanyanya. Aku pura-pura tidur dan tidak menggubrisnya. "Udah tidur?" Mas Ari bertanya lagi, aku tak menjawab. Akhirnya ia menyerah dan tak mau bertanya lagi padaku.***"Mas, mau sarapan apa?" tanyaku pada Mas Ari yang sedang duduk di meja makan."Apa saja, yang penting kamu siapkan," jawabnya."Oke." Alhamdulillah Mas Ari tidak merepotkanku. Dengan seperti itu, ia lebih memudahkanku.Reza datang dan langsung duduk di pangkuan Mas Ari. Aku takut suamiku marah, karena aku tau dia nggak suka menikah dengan orang yang sudah punya anak.Namun, setelah diperhatikan lagi, Mas Ari justru memegangi badan Reza yang sedang duduk di pangkuannya."Papa lama di rumah sakit," ucap Reza."Maafkan Papa, ya! Mungkin Papa harus sembuh dulu seperti ini, biar bisa main sama kamu," jawabnya."Iya, Pa. Papa ud

  • SUAMIKU MENIKAH LAGI DIAM-DIAM    Kembali ke Rumah

    Aku bingung membawanya ke rumah sakit, itu tidak memungkinkan. Namun, Mas Ari bisa pulang kapan pun, aku tak tau."Nanti ya, tunggu papa pulang saja. Anak-anak nggak bisa jenguk ke rumah sakit," jawabku.Reza cemberut. Ia ingin mengunjungi papanya segera."Jangan cemberut ya, Sayang! Insya Allah nanti kita ketemu Papa." Reza sangat dekat dengan Mas Ari, aku jadi sedih kalau ia kangen sama Papanya seperti ini.Aku menghibur Reza dengan membawanya ke minimarket dekat sekolah. Membelikan makanan kesukaannya agar ia kembali tersenyum.***Sore ini, aku sedang bersenda gurau dengan Reza sembari menemaninya makan di depan rumah. Rere juga ada bersama kami. Tak lama ada mobil Ayah datang. Saat turun, ia membukakan pintu sebelahnya. Ketika turun, aku terkejut ternyata Mas Ari turun dari sana."Papa Ari!" Reza langsung menyambut papanya. Ia berlari untuk memeluk papanya.Mas Ari memandangi Reza dengan heran. Namun ia berusaha tersenyum ramah pada anakku. Mudah-mudahan itu pertanda baik ia aka

  • SUAMIKU MENIKAH LAGI DIAM-DIAM    Saatnya Waktu Bersama Reza

    "Sarah, yakinlah aku pasti akan sembuh." Sebuah suara mirip suara Mas Ari terdengar di telingaku. Suara itu meyakinkanku kalau suamiku pasti akan sembuh.Dari situ, aku kembali bangkit untuk menghadapi semua kemungkinan yang terjadi. Mas Ari yang masih belum mengingatku, beberapa kali membuatku patah hati. Ia merasa yang paling menderita. Padahal justru ia yang membuatku memikirkannya.Lalu aku menitipkan pesan pada Ayah yang akan menemui Mas Ari. Kuhubungi Ayah melalui sambungan telepon."Yah, titip pesan buat Mas Ari kalau aku mencintainya," sahutku melalui sambungan telepon."Baiklah, nanti Ayah sampaikan."Aku bersiap untuk menemani Reza ke sekolahnya. Anakku masih belum bangun juga pagi ini. Segera aku membangunkannya."Eza, ayo kita berangkat ke sekolah!" ucapku."Ayo! Mama yan antar ya!""Iya, Mama antar ke sekolah. Kamu seneng?""Seneng, Ma."Reza kumandikan dan kami berangkat pagi-pagi sekali karena aku takut terlambat ke sekolah."Eza, seneng nggak diantar sama Mama?""Senen

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status