"Nggak, ah. Aku mau makan aja. Udah laper!" Kupegang perut ini yang sudah keroncongan. Mas Ari memegangi perutku juga."Ini isinya anak kita, Sayang," katanya.Aku tersipu. Anak? Rasanya aku lupa kalau menikah pasti ingin punya anak."Insya Allah, Mas. Nanti ada saatnya kita punya anak lagi," jawabku.Kami mengobrol sembari jalan ke arena bermain anak. Saat Reza melihatku, ia mengeluh laper. Padahal sudah ada bekal yang dibawanya tadi."Ra, bekalnya Reza dimakan kan?" "Iya, Bu. Ini udah habis, Bu," katanya."Alhamdulillah.""Iya, Ma. Udah abis, laper lagi," katanya.Kami mencari restoran yang cocok untuk lidah semuanya. Reza ingin makanan siap saji, kami pun ikuti keinginannya. Tak apalah sesekali.Reza memesan nasi, ayam, cola, kentang goreng dan burger. Kami hanya memesan nasi, ayam dan cola saja."Kamu bener akan menghabiskannya?" tanya Mas Ari ragu."Iya, pasti habis, dong."Lalu kami hanya memperhatikan ia makan setelah kami semua selesai. Tapi ia masih menyisakan burger dan ken
"Apa? Jadi di rumahku di Bogor ada yang menempati?" tanyaku pada Agung--penjaga rumah kami di Bogor.Aku terperanjat mendengar kabar yang mengejutkan."Iya, Bu. Sudah sebulan. Wanita itu ... Istri kedua Bapak. Ia tinggal dengan adik dan ibunya. Sebenarnya, saya tak boleh bilang ini sama ibu. Saya diancam oleh Pak Dafa jika membocorkan semuanya sama ibu."Ini yang lebih membuatku syok. Istri kedua? Sejak kapan Mas Dafa menikah lagi?"Baiklah, terima kasih atas semua keteranganmu. Saya jamin, kamu tetap bekerja di sana nanti," ucapku."Baiklah, Bu. Terima kasih. Saat ini, Bu Ranti sedang hamil, Bu," katanya.Hamil? Mengapa aku sama sekali dan tak mencium perselingkuhan suamiku. Sampai ia menikah dengan Ranti aku tak tau.Tapi memang, Mas Dafa izin padaku untuk pulang ke rumah orang tuanya di Bogor. Mertua katanya sedang sakit, aku tak bisa ikut karena anak semata wayang kami juga sedang sakit.Mungkin saat itu ia menikahi Ranti. Aku tau Ranti, ia adalah salah satu karyawan di percetakan
Bab 2"Apa? Mengapa kamu menjualnya?" Mas Dafa membulatkan matanya padaku.Aku hanya tertawa dalam hati. Dengan begini saja kamu begitu kaget, Mas?"Ya ... karena aku telah tertarik bisnis kos-kosan di dekat kampus di Bogor. Nanti uangnya aku belikan kost-kostan ya ng lebih menguntungkan, pastinya," jawabku."Harga kost-kostan justru pasti lebih mahal, Dek! Lagipula yang mengontrak bagaimana?" kata Mas Dafa."Betul, Mas. Ayahku bersedia meminjamkan dana segar untuk ini, nanti kubayar dari pembayaran kost para mahasiswa. Buat yang mengontrak, besok akan kuberi pengertian baik-baik, biar mereka pergi baik-baik juga. Kamu kembalikan nanti kerugian mereka," jawabku."Ah ... kamu ini sok tau. Nanti kalau kostnya nggak laku gimana? Kita harus benar-benar punya pertimbangan matang untuk buka sebuah kost-kostan. Trus kamu tega sekali mengusir yang ngontrak," kata Mas Dafa.Pinter sekali dia ngeles. Padahal ia takut istri keduanya jadi gembel kalau nggak tinggal di rumah kami. Pokoknya aku har
Bab 3Kemana Agung? Harusnya ia mengangkat teleponku dan tidak seperti ini.Lalu aku janjian dengan temannya Ayah yang akan menempati rumah Bogor. Kata Ayah, Ia adalah teman lamanya, yang ingin tinggal sementara di Bogor. Namanya Om Agus dan Tante Tari. Kami janjian di lokasi.***Aku tiba di rumah Bogor. Rumahnya nampak sepi. Tapi kulihat rumah ini seperti baru ditinggal pengisinya. Agung pun tak ada di sini, rumahnya dekat sini padahal.Aku coba mencari Agung di rumahnya. Ternyata ia luka-luka. Ketika kubertanya mengapa? Ia bilang dipukuli oleh orang-orang yang tak dikenal."Apa mungkin Mas Dafa curiga kamu membocorkan keberadaan mereka?" tanyaku."Bisa jadi, Bu. Tapi Pak Dafa tak punya bukti. Ponsel saya sampai rusak memang, mereka mencari sesuatu di ponsel ini. Untungnya semua riwayat sudah dihapus, Bu," jawabnya."Ya Allah, maafkan saya ya, Gung. Semoga kamu cepet sembuh, ini uang buat berobat kamu, ya!" Aku pamit dari rumah Agung. Ia sudah memiliki istri dan seorang anak."Terim
Bab 4"Maaf, itu suara istri kakakku. Mereka baru saja tiba," katanya.Aku tau kamu berbohong, Mas! Kucoba menenangkan diri, lalu aku berkata lagi dengan tenang."Oh iya, Mas. Maaf ya, aku belum bisa jenguk Ibu mertua. Padahal kamu tadi hubungi aku. Kan aku sedang ke Bogor juga," kataku."Harusnya kamu tau diri, sebagai menantu rajin-rajinlah menengok Mertua. Tapi kamunya lupa, ya sudah lah!" katanya."Mas Dafa!" Ada suara yang memanggil suamiku.Mungkin itu si Ranti, karyawan tak tau diri! Besok aku akan mulai ngantor di percetakan. Biar kutau kemana Ranti berada. Apa yang akan dikatakan karyawan yang lai tentang wanita itu?"Maaf, Sayang. Aku dipanggil Kakak Ipar. Ibu katanya memanggilku," katanya."Baiklah, Mas. Kamu datangi saja ibumu. Kasihan dia," jawabku.Dasar laki-laki tak tau diri. Sudah diberi hati, minta jantung. Semoga aku masih bisa bertahan. Kamu tega khianati aku dan Reza, Mas!***Pagi-pagi sekali aku berangkat ke kantor. Reza aku titip lagi di rumah Ibu. Aku tak perc
Bab 5Kami mengakhiri rapat. Para karyawan kembali ke tempat masing-masing. Aku, Mas Dafa dan Ayah masih di ruangan rapat."Dafa, saya rasa saat ini kembali ke jabatan awal bisa membuatmu semakin berkembang nanti. Semoga omset usaha percetakan kita naik karena orang-orang di bagian produksi yang memiliki keterampilan dan kecekatan dalam bekerja," ucap Ayah tanpa menghakimi.Ayah memposisikan dirinya netral. Ia menurunkan jabatan Mas Dafa tanpa mengumbar aib laki-laki itu. Walau menurutku ini sudah membuat mental Mas Dafa down. Aku tau bagaimana karakter Ayah, ia bisa melawan lawan tanpa harus membuatnya jelek di depan banyak orang. Saat ini pun, ia tak berusaha memojokkan Mas Dafa. "Terima kasih, Yah. Aku akan berusaha menjalankan amanah pekerjaan baruku dengan baik. Mohon bimbingan dari Bu Sarah," katanya. Ia berkata sembari membulatkan matanya."Okey. Akupun jika butuh masukan darimu, mohon untuk dibantu ya, Pak Dafa!" jawabku dengan serius."Okey, silahkan kalian berperan dalam p
Bab 6DafaPernikahanku dengan Sarah cukup bahagia. Ia merupakan wanita yang cantik dan baik, anak kami baru satu berumur empat tahun. Pernikahan kami nyaris sempurna.Namun, aku tak suka dengan dirinya yang semakin kurus saat ini. Entah mengapa sejak melahirkan Reza, ia malah semakin kurus. Padahal aku suka wanita berisi.Aku selalu memintanya untuk banyak makan, tapi ia bilang sudah kenyang. Padahal anak kami cukup berisi, ia sangat telaten mengurusnya. Tapi, mengurus dirinya ia tak becus. Ia tak pernah mau berdandan untukku.Saat aku pulang, ia sangat hobi pakai daster. Padahal aku tak menyukainya. Di rumah pun sudah ada asisten rumah tangga untuk mengerjakan kerjaan rumah, tapi ia tak ada keinginan untuk memperbaiki dandanan saat dirumah. Ia akan berdandan, jika akan pergi saja. Itu sama saja bohong, karena jika diluar rumah, dandanannya dinikmati banyak orang, bukan hanya untukku.Sementara di kantor, para karyawan wanita itu terlihat bening dan berkilau. Apalagi ada satu orang
Bab 7DafaAku memutuskan untuk menyewa seorang perempuan berpura-pura menjadi istriku. Saat aku ke rumah Ranti membawa perempuan sewaanku, ibunya percaya. Ia sangat senang karena aku diizinkan menikah lagi oleh istriku.Sementara Ranti yang tau siapa istriku tak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya diam dan sesekali berbicara. Mungkin karena rasa cintanya yang besar terhadapku, akhirnya ia menyetujui caraku ini.Dalam pertemuan itu, direncanakan tanggal pernikahan aku dan Ranti. Pernikahan akan diadakan pekan depan dengan mengundang warga sekitar saja. Aku rasa semua aman, karena di daerah Ranti tak ada yang mengenalku.Saat akan pulang, Ranti merasa khawatir mengenai ide gil*ku saat ini."Mas, hati-hati di jalan ya! Semoga caramu ini tidak menimbulkan masalah di kemudian hari," katanya.Aku hanya tersenyum dan pulang bersama wanita sewaanku malam itu.***Sebelum pernikahan, aku mengganti semua furniture di rumah Ranti. Akupun membeli ranjang baru untuknya karena itu pun untuk kenyamanank